Akuntabilitas dan Pemerintahan Kaki Lima: Sebuah Pro Memoria Praksis Teoria

20220619 123827959
Agustinus Edward Tasman.

Karena setiap batu adalah milik batu yang lain, terikat pada batu yang lain, dan hanya bisa terus bertahan dalam hubungan topang-menopang satu dengan yang lainnya.

Oleh Agustinus Edward Tasman, Staf Khusus Ketua DPRD Manggarai Barat

Jika governmentality Foucaldian diterima sebagai cara baca praksis kepengaturan masyarakat modern, maka prinsip akuntabilitas bisa dilihat sebagai benang yang merajut rasionalitas dan teknologi governmental act berbagai aktor pemerintahan modern dalam praktik-praktiknya di berbagai bidang -sektor publik kemasyarakatan- dengan seluruh capaian ambisi governmentalnya terhadap healt, wealth, dan happyness of population dalam teritori yang diklaimnya dan diakui sebagai sah dari segi legis dan praxis berkehidupan negara-bangsa (nation-state).

Dalam kerangka cara baca itu maka praktik lokal kepemerintahan demokratik modern bisa dilihat sebagai pemerintahan kaki lima yang mengambil etosnya dari laku para pedagang kaki lima di pasar jalanan -bukan pedagang toko, supermarket, hypermarket atau pasar saham yang lebih besar di atasnya; dan mengingat adanya derajat otonomi tertentu yang dimiliki betapa pun kecilnya dari pusat yang lebih besar dari berbagai arti seperti kapital, dan lainnya.

Klik dan baca juga:  Hakikat Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia

Pemerintahan jenis ini sendiri terlahir dari dalam rahim demokratik yang bersandar penuh pada akuntabilitas sebagai ari-ari pembungkus bayi calon pemegang kuasa governmental dalam proses kemenjadiannya, yang juga menjadi plasenta kelak bagi operasi kinerja kepengaturan-pemerintahan sang penerima kendali kuasa -yang selalu sementara itu sifatnya dari segi waktu dan keberadaannya sudah diterima dan diakui sebagai sah di semua pasar.

Mungkin karena itu ia harus membuka lapak kepemerintahannya bukan lagi dalam gedung-gedung ber-air conditioner semata, tapi senantiasa hadir di pinggir jalanan dengan lalu lintas percakapan komunikasi media sosial publik yang padat, kadang-kadang berjalan bernas kadang-kadang debat kusir, semrawut, manasuka dari segi perspectivity dan nyaris tanpa moderator sebagai polisi lalu lintas jalannya diskusi, untuk menjajakan hasil kreativitas kepengaturan pemerintahannya agar memenuhi tuntutan akuntabilitas yang berarti terbuka dan bisa dilihat dan dinilai oleh semua.

Klik dan baca juga:  Tahun 2023 Menjanjikan atau Mencemaskan

Dengan itu, ini dengan sendirinya bukan lagi jenis kepemerintahan yang berjalan di atas roda trias politica -batu tungku Montesquieu. Terutama karena operasinya juga bersandar pada masukan bahkan kritikan media massa dan organisasi non pemerintah segala jenis dari segala tingkat yang raition d’etre kehadirannya ke bumi manusia juga beririsan dengan dan karena itu berbagi konsen pada bidang-bidang tertentu atau sebagian besar sektor utama pengaturan kehidupan publik.

Dengan ini, maka ini adalah pemerintahan yang bersandar pada pentahelix, yang seperti Pancasila yang baku dukung, baku kait, baku sokong dalam lima butirnya, sehingga setiap hasil bersih -sambil tetap menghitung hasil kotor yang tetap masuk sebagai unsur perumus tindakan ekonomi kepemerintahannya sebagai sistem -adalah hasil terbaik yang bisa disetujui dan diterima oleh semua demi semua -bukan segelintir.

Klik dan baca juga:  Mari Pulangkan Agama pada Misteri

Akuntabilitas sebagai benang perajut itulah memungkinkan setiap hasil tindak govermentality dari lima batu tungku itu menjadi kukuh kuat dihantam badai dan gelombang samudra sehebat apa pun. Karena setiap batu adalah milik batu yang lain, terikat pada batu yang lain, dan hanya bisa terus bertahan dalam hubungan topang-menopang satu dengan yang lainnya.

Sebegitu rupa pemerintahan -buka-lapak-akuntabel-kaki lima ini sehingga dalam setiap kelokan sempit sejarah yang dilaluinya, yang satu pasti dan senantiasa muncul menopang saat yang lainnya tenggelam.