Apakah Daun Kelor Solusi Cegah Stunting di NTT?

Anastasia Indrayati Ganis. Foto. Dokpri.

Daun kelor memiliki banyak kandungan nutrisi untuk mencegah stunting tetapi tidak bisa menjadi solusi utama pencegahannya.

Oleh Anastasia Indrayati Ganis, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta – Staf Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai

Stunting masih menjadi masalah kesehatan prioritas baik secara global, nasional maupun lokal. Berdasarkan data dari UNICEF pada tahun 2020, secara global 22 persen atau 1 dari 5 balita (bayi usia di bawah lima tahun) mengalami stunting. Hasil Riskesdas tahun 2018 menunjukan prevalensi stunting nasional adalah 30,8 persen.

Provinsi NTT merupakan salah satu penyumbang tertinggi angka stunting di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018 yaitu 42,6 persen. Angka stunting di Provinsi NTT terbaru menurut Menteri Kesehatan yang dirilis pada media Pos Kupang pada tanggal 5 Maret 2023 adalah 17,7 persen yang merupakan data by name by address.

Hal ini menunjukan adanya penurunan yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. Berbagai upaya sudah dilakukan untuk pencegahan dan penurunan stunting baik secara nasional maupun lokal. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memberikan makanan tambahan bahan baku lokal seperti daun kelor (moringa oleifera).

Beberapa penelitian menunjukan adanya inovasi pembuatan makanan bersumber daun kelor seperti es krim, biskuit, puding dan bubuk daun kelor untuk menjadi makanan tambahan balita stunting. Pada kenyataannya, masyarakat NTT juga menjadikan daun kelor sebagai menu sayuran sehari-hari. Hal ini pun menggambarkan kemungkinan tingginya kesadaran masyarakat akan kandungan gizi pada daun kelor yang sudah diwariskan sejak dahulu.

Dengan demikian, apakah daun kelor bisa menjadi solusi utama untuk pencegahan stunting di NTT? Walaupun daun kelor memiliki manfaat banyak untuk pertumbuhan dan perkembangan anak stunting, gangguan pertumbuhan otak pada anak stunting tidak dapat dicegah hanya dengan konsumsi daun kelor. Kombinasi makanan yang mengandung protein nabati dan protein hewani sangat diperlukan untuk mencegah anak stunting.

Klik dan baca juga:  Pangkoopsud II Tinjau Bangfas dan Lahan untuk Budidaya Kelor di Lanud El Tari

Stunting

Stunting merupakan kondisi kekurangan gizi kronis yang terjadi pada awal perkembangan dan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan sehingga anak terlihat lebih pendek dari seusianya. Selain bermasalah dengan kondisi fisik yang pendek, stunting juga dapat menyebabkan gangguan kognitif atau perkembangan otaknya terlambat atau tidak normal.

Salah satu penelitian menunjukan, stunting dapat menyebabkan gangguan berpikir dan belajar anak sehingga menurunkan tingkat kehadiran anak di sekolah dan minat belajarnya.

Sudah banyak upaya yang dilakukan untuk memerangi stunting. Baik oleh pemerintah maupun organisasi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), namun tidak sedikit masyarakat yang masih minim literasi gizi untuk cegah stunting. Salah satunya adalah pemahaman tentang nutrisi apa saja yang wajib dan diperlukan untuk mencegah stunting. Masih banyak yang menganggap bahwa dengan menjadikan daun kelor sebagai sayuran atau makanan pendamping setiap hari, sudah cukup untuk mengatasi stunting.

Baca juga:

Padahal daun kelor hanyalah makanan pendamping. Sedangkan untuk mencegah stunting perlu adanya kombinasi makanan gizi seimbang yang mengandung nutrisi lengkap seperti kombinasi dengan protein hewani.

Daun kelor atau moringa oliefera

Daun kelor merupakan salah satu tanaman budaya magis medis (tanaman yang bersifat herbal medis) yang mengandung zat bioaktif dan dapat hidup di berbagai kondisi tanah. Penelitian di Uganda menunjukan bahwa daun kelor dapat menyembuhkan penyakit metabolik kronis yang salah satunya adalah stunting.

Kandungan nutrisi di dalam daun kelor terbilang lengkap yang terdiri dari mineral alami, protein, mikronutrien dan antioksidan. Hal ini didukung juga oleh penelitian (Nweze et al., 2014) di Nigeria yang menunjukan bahwa kandungan gizi dalam daun kelor terdiri dari lemak 4,65 persen, kalsium 35-50 mg dan karbohidrat 7,92 persen.

Klik dan baca juga:  Perlu Etos Kerja dan Sinergisitas dalam Penanganan Stunting di NTT

Baca juga:

Menariknya, daun kelor ini sangat mudah untuk diolah untuk dijadikan sayuran dalam rumah tangga. Pengolahannya mirip seperti membuat rebusan bayam dan bisa dijadikan sup. Beberapa penelitian juga menunjukan daun kelor bisa dijadikan serbuk daun kelor yang ditambahkan ke dalam MPASI sebagai makanan alternatif untuk pencegahan stunting.

Hal ini menunjukan bahwa daun kelor sangat bermanfaat untuk kesehatan terutama untuk mencegah anak stunting, tetapi di sisi lain perlu dipahami bahwa penggunaan daun kelor bukan merupakan pilihan makanan utama dalam pencegahan stunting karena untuk perkembangan otak anak sangat diperlukan tambahan protein hewani.

Pentingnya protein hewani

Makanan yang mengandung protein hewani bisa didapatkan dari daging, telur dan ikan. Kebutuhan protein hewani bagi pertumbuhan otak tidak dapat digantikan oleh protein nabati karena protein hewani mengandung asam amino yang tidak terdapat di dalam protein nabati seperti daun kelor, kacang-kacangan, tempe dan tahu.

Karena itu, dalam memenuhi kebutuhan nutrisi selama 1000 HPK (Hari pertama kelahiran) atau sejak di dalam kandungan hingga usia balita (bayi di bawah lima tahun) sangat penting untuk diberikan asupan nutrisi yang kompleks. Baik itu protein hewani maupun protein nabati untuk mencegah stunting.

Baca juga:

Mengapa sangat ditekankan pada kebutuhan protein hewani? Karena kedua jenis protein baik nabati dan hewani tidak bisa dipisahkan. Keduanya menjadi asupan penting yang dibutuhkan selama 1000 HPK. Hal ini sudah dibuktikan dalam beberapa penelitian yang menunjukan bahwa beberapa anak yang memiliki riwayat kurang asupan protein hewani sejak di dalam kandungan mengalami stunting. Sedangkan anak yang memiliki asupan protein hewani yang tepat dan berkualitas sejak di dalam kandungan tidak mengalami stunting.

Klik dan baca juga:  Pemerintah NTT Terus Berusaha Turunkan Angka Stunting

Penelitian (Suhaimi et al., 2022) menunjukan bahwa semakin tinggi konsumsi protein hewani maka semakin rendah anak berisiko stunting. Sehingga penting untuk kombinasi atau variasi dalam pemberian makan gizi seimbang selama 1000 HPK untuk menghasilkan generasi bebas stunting.

Saran dan rekomendasi

Daun kelor memiliki banyak kandungan nutrisi untuk mencegah stunting tetapi tidak bisa menjadi solusi utama pencegahannya. Perlu ada kombinasi makanan dengan kandungan gizi seimbang yang dilengkapi protein hewani untuk pertumbuhan dan perkembangan otak anak.

Namun, tidak semua masyarakat menyadari akan pentingnya protein hewani dan tidak semua masyarakat mampu mendapatkannya. Oleh karena itu, beberapa upaya dapat dilakukan untuk pemenuhan nutrisi yang tepat sebagai upaya cegah stunting:

Pertama, adanya kerja sama pemerintah, organisasi dan LSM untuk mengemas kegiatan inovatif dan berkualitas sebagai upaya peningkatan literasi gizi bagi tenaga kesehatan, kader dan masyarakat.

Kedua, perlu ada upaya pemerintah untuk mendekatkan akses makanan gizi seimbang bagi keluarga yang kurang mampu melalui pemberian makanan tambahan yang diikuti dengan monitoring dan evaluasi dari sumber daya yang terlatih dalam pemberian makanan tambahan agar tepat sasaran.

Ketiga, masyarakat juga diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan edukasi atau pendidikan kesehatan terkait menu gizi seimbang untuk pencegahan stunting serta memanfaatkan bantuan pemerintah tepat pada sasaran balita stunting.