Apakah Pembelajaran Berdiferensiasi pada Kurikulum Merdeka Merepotkan?

uksw 2 e1678099927390
Naumi Ambarwati. Dok. Ist.

Jika guru tidak mau belajar maka berhenti mengajar. Karena profesi guru adalah panggilan mulia yang akan berdampak bagi diri sendiri maupun orang lain.

Oleh Naumi Ambarwati, S.Th, Mahasiswa Prodi Magister Administrasi Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga

Berkembangnya zaman memaksa lembaga pendidikan, khususnya sekolah harus berupaya mengupgrade diri. Perubahan dalam tata kelola administrasi, manajemen pembelajaran dan juga sarana prasarana penunjang pendidikan. Sarana prasarana penunjang pendidikan diperbarui sesuai kebutuhan zaman. Bentuk administrasi manual telah berganti dengan aplikasi digital, metode dan media pembelajaran berkembang sesuai dengan tuntutan generasi.

Pemerintah meluncurkan kebijakan baru yaitu Kurikulum Merdeka, yang merupakan upaya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk mengejar ketertinggalan kualitas pendidikan Indonesia. Hal ini mendapatkan berbagai macam respon di kalangan masyarakat, lembaga pendidikan bahkan pendidik sendiri.

Kemendikbudristek oleh Aswin Widhiyanto Plt. Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus mengatakan, sudah ada sekitar 156.000 sekolah di Indonesia yang bersedia menggunakan Kurikulum Merdeka di tahun ajaran 2022/2023. Sekolah yang melaksanakan Kurikulum Merdeka adalah satuan pendidikan di bawah kementerian yang merupakan sekolah penggerak dan akan banyak lagi sekolah yang akan melaksanakan kurikulum itu. Hal ini diungkapkan dalam webinar Praktik Baik Kurikulum Merdeka di channel Youtube Kemendikbudristek, Kamis, 23 Februari 2023.

Lalu bagaimana sikap guru yang perannya sangat penting sebagai ujung tombak pendidikan nasional? Apakah mereka akan segera menerima tantangan untuk memperlengkapi diri dengan terus menambah pengetahuan dan keterampilan dalam mendidik dan mengajar? Memang seharusnya demikian, karena peran guru sangat penting sebagai pendidik yang tak tergantikan oleh teknologi apa pun. Namun, ada pula berbagai pernyataan di media sosial dari guru-guru yang komplain tentang berlakunya Kurikulum Merdeka ini. Ada yang enggan belajar, merasa “kerepotan” untuk menyesuaikan diri dengan dinamika perubahan ini.

Menurut Ki Hadjar Dewantara, mendidik dan mengajar adalah proses memanusiakan manusia, sehingga harus memerdekakan manusia dalam segala aspek kehidupan baik secara fisik, mental, jasmani dan rohani. Ini adalah semangat Kurikulum Merdeka. Kurikulum Merdeka adalah metode pembelajaran yang mengacu pada pendekatan bakat dan minat.

Pelajar dapat memilih pelajaran apa saja yang ingin dipelajari sesuai passion yang dimilikinya. Secara umum, Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum pembelajaran intrakurikuler yang beragam. Konsep merdeka memberikan ruang bagi pemenuhan kebutuhan manusia Indonesia sesuai amanat undang-undang.

Dasar hukum yang mendasari upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah untuk menunaikan amanat pembukaan UUD 1945 alinea IV yaitu dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam Pasal 31, pada Ayat 3, menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sesuai UU Sisdiknas Tahun 2003 menguraikan bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Dijelaskan pula dalam UU Sisdiknas Tahun 2003, Pasal 3 bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Seluruh tujuan yang mulia yang tertuang dalam peraturan perundangan tidak akan terwujud tanpa adanya upaya nyata. Apalagi kita menyadari Indonesia adalah bangsa yang besar dengan berbagai suku, adat, budaya serta keyakinan. Seluruh aspek perbedaan tersebut, mempengaruhi karakter manusia. Dan harus disadari bahwa manusia diciptakan berbeda-beda dengan keunikan masing-masing.

Untuk mewadahi keberagaman potensi manusia perlu metode pembelajaran yang akan mengupayakan masyarakat menuju Indonesia maju. Pembelajaran yang membekali, mengoptimalkan potensi dan kompetensi murid. Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran  beragam yang memberikan kebebasan pada murid untuk meningkatkan potensi diri sesuai kodrat alam, kodrat keadaan dan kodrat zaman peserta didik.

Kodrat alam adalah potensi peserta didik yang merupakan bawaan dan anugerah Tuhan. Murid bukan kertas kosong, namun mereka sudah memiliki guratan yang harus ditebalkan oleh guru. Kodrat keadaan adalah latar belakang murid baik latar belakang keluarga, suku, adat, budaya, letak geografi, kondisi ekonomi, sosial dan spiritual. Dan kodrat zaman adalah masa di mana peserta didik ada, misalnya era revolusi industri 5.0. Era digital di mana tren pendidikan yaitu gamification (pembelajaran dengan permainan), metavers (pengalaman menyeluruh) dan nano learning (berbagai aktivitas teknologi).

ilustrasi e1678099466705

Pembelajaran berdiferensiasi memiliki karakteristik yang spesial yaitu:

  1. Berhamba pada murid, berpusat pada murid jadi guru tidak hanya mendidik tapi melayani murid.
  2. Lingkungan belajar yang mendukung (tempat, kondisi, situasi).
  3. Guru menjadi fasilitator bagi kebutuhan belajar murid.
  4. Penilaian bersifat berkelanjutan.
  5. Manajemen kelas yang manyenangkan menimbulkan semangat belajar.
  6. Strategi pembelajaran yang efektif.

Dalam implementasi pembelajaran berdiferensiasi memiliki strategi baik tentang konten, proses, dan produk:

  1. Berdiferensiasi konten, metode pembelajaran dengan sumber belajar yang bervariasi, sesuai dengan gaya belajar murid, misalnya visual, audio, maupun kinestetik. Bahkan dapat sesuai dengan kondisi konteks budaya masing-masing. Metode flip learning dapat digunakan untuk stimulus yaitu dengan memberikan bahan pelajaran sebelum pembelajaran dimulai.
  2. Diferensiasi proses, pembelajaran yang mengacu bagaimana memaknai informasi atau materi yang dipelajari dengan metode dan model yang bervariasi. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan: pertanyaan memandu, umpan balik, jurnal reflektif, pertanyaan pemantik, siswa belajar dengan tenggat waktu. Dalam diskusi guru mengamati jawaban murid, mengukur pemahaman dan kesulitan murid.
  3. Diferensiasi produk, hasil yang dihasilkan sesuai minat dan potensi murid. Implementasi dari proses ini adalah dengan guru memberi tantangan produk digital atau produk lain sesuai kodrat zaman serta memberi kebebasan kepada peserta didik. Misalnya murid dengan kecenderungan belajar visual dapat membuat produk benda-benda yang terlihat. Bagi yang memiliki kecerdasan audio dapat membuat produk berupa hasil-hasil yang diperdengarkan, misalnya musik. Murid dengan kecerdasan kinestetik suka menggerakan tubuh, dapat membuat tugas berupa menari, pantomimer atau gerak badan lainnya.

Upaya untuk penerapan pembelajaran berdiferensiasi. Guru dapat melakukan pemetaan kebutuhan murid dengan mengidentifikasi hal sebagai berikut:

  1. Kesipan belajar murid.

Murid datang ke sekolah dengan latar belakang, masalah dan kondisi psikologis yang berbeda-beda. Murid yang siap belajar menunjukkan sikap yang lebih antusias dibanding dengan murid yang belum siap. Penerimaan materi juga akan berbeda sesuai dengan kesiapan masing-masing. Perlu stimulus yang dapat merangsang kesiapan belajar murid, misalnya dengan ice breaking, menyanyi atau aktivitas seru lainnya.

  1. Memetakan gaya belajar murid dan mengelompokannya.

Manusia diciptakan dengan tipe kecerdasan masing-masing. Sesuai teori multiple intelegence Howard Garder (1943) ada 9 kecerdasan yaitu, linguistic, musical, kinestetik, spatial, interpersonal, intra personal, logika matematik, naturalistic dan eksistensial. Tidak ada yang bodoh, semua memiliki potensi masing-masing. Maka guru harus mengelompokkan tipe kecerdasan murid dan gaya belajar mereka. Hal ini bertujuan untuk memudahkan murid belaja, dan memudahkan guru dalam menentukan model dan media pembelajaran.

  1. Minat belajar.

Setiap murid memiliki minat yang berbeda-beda, karena pada dasarnya mereka adalah pribadi yang unik. Guru harus kreatif memfasilitasi minat belajar murid, walaupun pada kenyataannya capaian belajar sudah distandarkan. Di sinilah peran guru harus berfungsi yaitu sebagai motivator, fasilitator dan kreator pembelajaran.

Agar guru tidak menjadi “repot” atau kesulitan perlu dilakukan persiapan sebelum mengajar. Salah satunya adalah melakukan pemetaan belajar dengan dilakukan penilaian diagnostik. Penilaian yang dilakukan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, keterampilan murid dan sejauh mana pengetahuan murid tentang materi yang akan disampaikan.

Ada dua jenis penilaian diagnostik:

  1. Penilaian diagnostik non kognitif, penilaian berkaitan dengan kemampuan murid berkaitan dengan sosial dan emosional.
  2. Penilaian diagnostik kognitif, yaitu penilaian untuk mengetahui kemampuan murid berkaitan dengan potensi intelektual dan pengetahuan yang dimiliki.

Dari segi penilaian ada tiga tahapan yang dilalui oleh guru kepada murid. Dan sebenarnya penilaian-penilaian ini bukan hal yang baru melainkan adalah tugas rutin guru dalam kegiatan evaluasi. Penilaian tersebut yaitu:

  1. Assessment for learning, penilaian dilakukan ketika pembelajaran berlangsung, contohnya formatif (tugas, presentasi, proyek dll).
  2. Assessment of learning, penilaian akhir pembelajaran, misalnya tes akhir, ujian akhir dan ujian keterampilan akhir
  3. Assessment as learning, penilaian sebagai pembelajaran, contoh penilaian diri, refleksi dan pembelajaran.

Sangat jelas bahwa sebagai seorang pengajar guru harus terus belajar dan tidak ada istilah kerepotan karena peran dan tanggung jawabnya. Jika guru tidak mau belajar maka berhenti mengajar. Karena profesi guru adalah panggilan mulia yang akan berdampak bagi diri sendiri maupun orang lain.

Ada sebuah pernyataan keras tentang mendidik anak pada Bible di Ulangan 6:1-9, seorang pendidik baik orangtua maupun guru harus melakukannya dengan terus menerus tanpa putus asa, memberi pembelajaran di mana pun dan kapan pun. Yang artinya bahwa pendidik harus mengatur strategi pembelajaran sesuai kodrat murid situasi murid dan kondisi murid.

Begitu juga dengan murid, demi perkembangan potensinya harus mau didik dan diajar. Guru dikatakan berhasil apabila murid mengalami pertumbuhan melebihi seorang guru. Terjadi perubahan pola pikir dan sikap yang permanen pada murid. Murid menjadi manusia seutuhnya, bertumbuh dalam aspek kognitif, afektif, psikomotorik serta karakternya.