Ekbis  

Bank NTT Menghadapi Tantangan Modal dan Tata Kelola

Kabar baiknya adalah, Gubernur NTT, Melki Laka Lena menyatakan tekadnya untuk menjaga kestabilan bisnis Bank NTT. Tidak boleh ada intervensi politik. Bahkan, secara tegas ia mengatakan, jabatan komisaris tidak boleh diisi orang politik (politisi ).

Kupang, detak-pasifik.com- PT Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur (Bank NTT) telah mengumumkan kerjasama strategis dengan Bank Daerah Jawa Timur (Bank Jatim) dalam skema Kelompok Usaha Bank (KUB). Langkah ini sebagai upaya memenuhi ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait peningkatan modal inti minimum bank, yang dipatok pada angka Rp 3 triliun.

Penandatanganan perjanjian Shareholder Agreement (SHA) antara kedua bank dilakukan pada Senin, 16 Desember 2024 lalu.

Sebagai informasi, Bank NTT pada triwulan III tahun 2024 tercatat memiliki modal inti Rp 2,37 triliun, masih di bawah ketentuan OJK yang mengharuskan seluruh bank termasuk Bank Pembangunan Daerah (BPD) memiliki modal inti setidaknya Rp 3 triliun pada 31 Desember 2024. Jika tidak memenuhi ketentuan tersebut, Bank NTT menghadapi sejumlah risiko seperti merger, penurunan status menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR), atau bahkan likuidasi sukarela.

Skema KUB memang menawarkan solusi yang praktis bagi Bank NTT untuk menghindari risiko yang ditetapkan OJK. Namun, penting untuk dicatat, KUB bukanlah satu-satunya pilihan. Pemerintah NTT, dengan segala kemampuan lobi yang dimilikinya, juga bisa mencoba solusi lain, seperti mengajukan permohonan diskresi kepada OJK pusat.

Bankers senior, Eddy Ngganggus kepada detak-pasifik.com di Kupang, Selasa (11/3/2025) mengatakan, diskresi memungkinkan Bank NTT mendapatkan kelonggaran dalam pemenuhan modal inti sesuai dengan kondisi ekonomi daerah yang tidak sebanding dengan daerah lain seperti Jawa atau Sumatera.

Langkah ini juga sangat penting untuk dipertimbangkan. Bank NTT merupakan lembaga milik publik, di mana sekitar 90% dari total asetnya—yang mencapai Rp 16 triliun pada akhir 2024—merupakan milik masyarakat, dalam bentuk tabungan, deposito & giro, bukan hanya modal milik pemerintah daerah. Dari total aset Bank NTT sebesar 16 triliun pada akhir 2024, tercatat milik pemerintah daerah hanya sekitar 2,6 triliun sebagai modal inti sedangkan sisanya jumlah terbesar adalah kredit.

Klik dan baca juga:  Lebarkan Sayap, Gubernur NTT Sebut Koperasi Obor Mas Berpartisipasi Atasi Masalah Kemiskinan

Dengan demikian, kata Eddy, keputusan apapun yang diambil Bank NTT, termasuk KUB dengan Bank Jatim, harus transparan. Kesepakatan mengenai pembagian laba dan pengambilan kebijakan penting lainnya tentu harus melibatkan pemangku kepentingan, termasuk masyarakat luas yang memiliki bagian terbesar dari aset Bank NTT.

Eddy melanjutkan, pada sisi lain, lobi pemerintah NTT juga bisa menjadi langkah penting. Gubernur NTT, Melki Laka Lena, diketahui memiliki jaringan luas dengan berbagai pihak di tingkat pusat. Dalam beberapa kesempatan, Gubernur Laka Lena terlihat berhasil menemui sejumlah petinggi dan diyakini bisa menjadi angin segar untuk meminta perhatian khusus terkait Bank NTT. Dengan mengajukan diskresi kepada OJK pusat, Bank NTT mungkin tidak perlu bergabung dalam KUB, atau jika pun bergabung, dapat melakukan negosiasi yang lebih menguntungkan dengan Bank Jatim.

“Jika permohonan diskresi ini berhasil, hal tersebut dapat menjadi sebuah legasi yang berharga di awal pemerintahan Melki Laka Lena dalam menjaga keberlanjutan Bank NTT, sekaligus meningkatkan efisiensi anggaran daerah tanpa harus terikat oleh ketentuan yang kaku,” ujar Eddy

Klik dan baca juga:  Bank NTT Segera Menggelar Festival 115 Desa Binaan di Seluruh NTT

“Namun, apabila kerjasama KUB dengan Bank Jatim tetap berlangsung, Bank NTT harus bersiap untuk berbagi laba dan kebijakan dengan Bank Jatim. Mengingat aset Bank NTT yang cukup besar, sekitar Rp 16 triliun pada akhir 2024, keharusan untuk berbagi laba dengan Bank Jatim, yang hanya berkontribusi dengan modal sebesar Rp 100 miliar,” tambahnya.

Perbaiki Tata Kelola dan Kualitas Manajerial Bank NTT

Selain masalah modal inti, masalah lain yang perlu menjadi perhatian menurut Eddy Ngganggus adalah tata kelola yang baik (Good Corporate Governance/GCG) di Bank NTT. Untuk bisa bersaing di pasar perbankan yang semakin kompetitif, Bank NTT perlu memperbaiki GCG, memperhatikan profil risiko, modal, dan rentabilitas secara lebih serius.

“Sebagai bank yang sudah beroperasi selama lebih dari 60 tahun, Bank NTT harus bisa menjaga kestabilan dan kredibilitasnya agar tetap menjadi institusi yang terpercaya, terutama dalam pengelolaan dana publik yang jumlahnya sangat signifikan,” katanya

Kabar baiknya adalah, Gubernur NTT, Melki Laka Lena menyatakan tekadnya untuk menjaga kestabilan bisnis Bank NTT. Tidak boleh ada intervensi politik. Bahkan, secara tegas ia mengatakan, jabatan komisaris tidak boleh diisi orang politik (politisi ).

“Kasih orang-orang perbankan semua. Sehingga mereka bisa dikasih panduan untuk mengurus Bank NTT dengan baik,” tegas Melki di Kupang 7 Maret 2025.

Melki juga meyakini jika Bank NTT sedang berada pada keadaan yang baik. Ia yakin Bank NTT diurus orang yang tepat.

Klik dan baca juga:  Memburu Purba di Dusun Tua: Sebuah Perjalanan Mengarungi Masa Lalu

Bagi Bank NTT, keputusan untuk bekerja sama dengan Bank Jatim dalam skema KUB adalah langkah yang realistis dalam menghadapi tantangan permodalan yang ditetapkan OJK. Namun, tidak ada salahnya dan bahkan perlu untuk mencari solusi lain melalui permohonan diskresi yang lebih menguntungkan bagi Bank NTT dan daerah NTT secara keseluruhan.

Pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya harus bersama-sama memastikan bahwa apapun pilihan yang diambil, itu harus transparan, melibatkan publik, dan memperhatikan keberlanjutan operasional Bank NTT yang sudah menjadi bagian penting dari perekonomian NTT selama puluhan tahun.

“KUB dengan Bank Jatim membawa konsekuensi terdilusinya saham Pemerintah NTT, karena komposisi saham yang tadinya 100% milik pemerintah dan rakyat NTT kini sebagiannya milik Bank Jawa Timur. Berapa besar terdilusinya dan seperti apa komposisinya, publik menanti,”. Tutup Eddy Ngganggus.

Data : Arsen Setiawan & Arto Kamilus

Penyusunan: Arsen Setiawan & Arto Kamilus 

Editor: DP