Borong, detakpasifik.com – Yuliana Limas (40) warga Kampung Menge, Desa Pocong, Kecamatan Lamba Leda Selatan, Kabupaten Manggarai Timur meninggal dunia pada Minggu (18/07/2021). Ia meninggal menurut catatan medis, penyebabnya karena terinfeksi virus Corona.
Kepergian wanita paruh baya itu, tentu saja, meninggalkan duka mendalam bagi keluarga. Tak hanya itu, kepergiannya menghadap Sang Khalik juga meninggalkan kekecewaan dan tanda tanya besar keluarga terhadap pelayanan medis di Kabupaten Manggarai Timur.
Pasalnya, menurut kakak kandung dari suami korban, Fitalis Burhanus, Yuliana Limus sebelum meninggal adalah seorang pasien yang sakit kerena gigitan anjing. Hal itu terjadi lantaran sebulan sebelum ia meninggal dunia, ia digigit anjing rabies di wilayahnya.
Gejala yang dialami Yuliana saat itu ada selalu merasa takut dengan sinar matahari atau cahaya dan juga air. “Berdasarkan gejala yang dirasakan almarhum, nakes yang menangani mendiagnosis bahwa betul korban kena rabies,” kata Fitalis.
Menurut penuturan Fitalis, pada Minggu pagi, Yuliana Limas diantar ke Puskesmas Mano, Manggarai Timur. Di puskemas ini, petugas medis yang menanganinya mengklaim bahwa istri dari adiknya itu terkena penyakit rabies karena gigitan anjing. Klaim petugas itu setelah mendengar beberapa keluhan pasien yang mengaku takut terhadap pencahayaan dan air setelah terkena gigitan anjing.
Namun, lanjut Fitalis, di saat yang sama, puskesmas itu tidak memiliki ketersediaan vaksin rabies, karenanya pasien harus dirujuk untuk dirawat di RS Ben Mboi Ruteng.
Sesuai ketentuan, Yuliana harus melalui rapid antigen untuk bisa dirujuk. Hasilnya didapatkan fakta baru dari petugas medis bahwa mendiang istri adiknya itu juga terkonfirmasi positif Covid-19. Sehingga saat rujuk di RS Umum Ben Mboi Ruteng, pasien dirujuk dengan status pasien Covid-19.
Seperti sangat tidak beruntung, kedatangan pasien Yuliana Dimas ditolak pihak RS Ben Mboi. Alasannya, karena ruangan untuk pasien Covid-19 di rumah sakit itu telah penuh, dan keluarga pun diminta untuk membawa kembali pasien ke Puskesmas Mano.
“Alm ditolak oleh nakes yang menerima mereka saat itu karena katanya RS Ruteng sudah penuh dengan pasien Covid-19,” beber Fitalis.
Pada pukul 17:00 Wita, Yuliana Limas kembali ke Puskesmas Mano. Saat itu, petugas puskesmas meminta persetujuan keluarga untuk dirujuk ke Rumah Sakit Siloam di Labuan Bajo, tetapi keluarga menolak.
Satu jam kemudian, tepatnya pada pukul 18.00 Wita, Yuliana Limas meninggal dunia di Puskemas Mano. Ia meninggal dengan status pasien positif Covid-19.
Semua keluhan tentang ketakutan akan cahaya, panas matahari dan air, juga diagnosis awal petugas medis puskesmas yang mengatakan pasien terjangkit virus rabies hilang. Yang ada sekarang adalah hasil rapid antigen yang dilakukan tidak lebih dari lima menit itu yang menerangkan bahwa almarhumah Yuliana Limas positif terkena penyakit asal Kota Wuhan, China itu.
Keluarga kecewa dengan penanganan jenazah
Penanganan jenazah Yuliana pun dilakukan dengan protokol Covid oleh Satgas Covid-19 Manggarai Timur. Setelah pembersihan jenazah dan dimasukkan ke dalam peti, jenazah lalu diantar ke Kampung Menge pada Senin pukul 04:30 dini hari.
Namun, keluarga menyimpan rasa kecewa kepada petugas Satgas Covid-19 Kabupaten Manggarai Timur.
“Petugas nakes dari Kabupaten Matim malam itu menghilang meninggalkan jenazah dan keluarga almarhumah,” terang Fitalis.
“Jenasah Yuliana Lingkas (alm) bisa diantarkan pulang dengan menggunakan ambulance yang didatangkan dari Puskesmas Lenang-Lento pukul 04:30 Wita, diantar oleh keluarga dan Kepala Puskesmas Lenang-Lento ke Kampung Menge tanpa menggunakan APD yang memadai,” kenang Fitalis.
Menurutnya, Satgas Covid-19 Kabupaten Manggarai Timur telah melanggar aturan Kemenkes RI No. HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang kriteria jenazah Covid-19 yang wajib menjalani tata cara pemakaman secara protokol Covid-19, di mana terdapat 12 butir persyaratan, salah satunya menyatakan, “Petugas pemakaman harus menggunakan APD lengkap berupa masker bedah, sarung tangan dan pakaian hazmat,” ungkap Fitalis.
Bagi Fitalis, kondisi yang diciptakan oleh petugas Satgas Covid-19 Kabupaten Manggarai Timur dapat memicu meningkatnya penyebaran Covid-19.
“Karena itu, kami keluarga almarhumah sangat kecewa dengan model pelayanan Tim Gugus Tugas Covid-19 Matim yang menelantarkan jenazah almarhumah di kamar jenazah dan melepaskan tanggung jawabnya untuk melakukan proses pemakaman jenazah almarhumah sampai tuntas,” terangnya.
“Selain itu, sikap penelantaran terhadap jenazah Yuliana bertentangan dengan etika atau moral, sebagai orang Manggarai yang berbudaya dan beragama, sikap seperti itu tidak patut untuk dilakukan. Karena itu, sikap Tim Gugus Covid-19 Kabupaten Manggarai Timur ini sangat tidak pantas untuk ditiru,” tegasnya.
Sementara itu, pimpinan Tim Satgas Covid-19 yang menangani jenazah Yuliana Limas, Kristin Agas saat dimintai keterangan oleh detakpasifik.com, Kamis (22/07/2021) menerangkan, penanganan jenazah Yuliana (Alm) sudah ada kesepakatan antara tim gugus tugas kabupaten dengan tim gugus tugas kecamatan yaitu Camat Lamba Leda Selatan yang hadir saat itu.
Ia mengatakan, bahwa tim gugus tugas dari kabupaten hanya menangani pemulasaran jenazah, sementara untuk pengantaran hingga penguburannya ditangani tim gugus kecamatan dan desa.
“Kenapa kami mengambil langkah seperti itu, saat yang bersamaan kita sedang menangani pemakaman jenazah Covid-19 di Borong. Sehingga kami harus membagi tim yang hanya satu tim itu untuk ke Lamba Leda Selatan dan ke Borong,” terangnya.
Sekretaris Dinkes Kabupaten Manggari Timur itu juga menjelaskan dengan adanya KMK No. HK.01.07/MENKES yang terbaru, bahwa titik kritis pada penanganan jenazah Covid-19 terletak pada saat pemulasaran jenazah. “Sedangkan pada proses pemakaman jenazah tidak membutuhkan treatmen yang kompleks,” ujarnya.
Ia juga membantah anggapan bahwa Satgas yang dipimpinya saat itu menelantarkan jenazah Yuliana. Menurutnya, sesaat sebelum pulang sempat diinformasikan kepada ketua gugus kecamatan yang mana ada juga suami almarhumah.
“Kami sampaikan bahwa ini kami sudah selesai, kita mandikan, kita bersihkan, kita masukan dalam peti dan selanjutnya diurus oleh kecamatan dan pihak dari desa. Bahkan di terakhir, sebelum saya pulang, kami sempat menitipkan uang wae lu’u dan uang makan untuk suami pasien,” ungkapnya.
Penulis: Yulin Kurnia
Editor: Juan Pesau