Silu, detakpasifik.com – Sejak 2020, fasilitas Kredit Merdeka Bank NTT terlibat total dalam skema memobilisasi penggemukan sapi di Desa Silu, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang. Ekonomi Silu kian bergeliat.
Hingga laporan ini ditulis, telah 13 orang anggota kelompok UMKM penggemukan sapi mengambil kredit masing-masing Rp 16 juta/anggota kelompok. Kredit tahap pertama ini telah tuntas lunas dibayar.
Karena kredit tahapan pertama telah lunas tuntas, para anggota kelompok menuju ke tahap kedua yaitu mengambil kredit rerata masing-masing anggota Rp 36.000.000. Pihak Bank NTT di Oelamasi, telah menyetujui rencana ini bahkan seluruh administrasinya sedang dituntaskan.
Derek Paulus Manane (51 th) Ketua Kelompok Penggemuka Sapi di Silu, kepada Pius Rengka dan Dewa Putra, tim juri Desa Binaan Bank NTT, pekan lalu 27 September, menyebutkan para anggota kelompoknya sangat antusias memanfaatkan fasilitas Kredit Merdeka Bank NTT, karena ekonomi rumah tangga mereka kian bergeliat.
Kredit Merdeka Bank NTT diinisiasi oleh Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat dan jajaran Dirut serta Komisaris Bank NTT. Gagasan ini lahir dua tahun silam dalam skema pembebasan para petani dan peternak dari lilitan syarat jaminan, bunga bank dan cekikan para tengkulak.
Para petani dan peternak di Timor khususnya, selama ini, tidak berani kredit di bank mana pun lantaran khawatir syarat jaminan sertifikat tanah atau rumah, dan takut pada bunga bank yang melonjak. Karena itu, para petani dan peternak lebih memilih pinjam duit para tengkulak meski bunga tinggi tetapi tanpa banyak syarat.
Menjawab pertanyaan tim juri, Derek Paulus Manane menyatakan, para anggota kelompoknya berani kredit Rp 36.000.000/anggota karena keuntungan yang diperoleh berlipat ganda.
Disebutkan, harga jual sapi di Silu kini rerata Rp 10.000.000/ekor. Karena itu, tiap anggota berani menggunakan fasilitas Kredit Merdeka Bank NTT sebab diketahui pasti pasaran sapi di Kabupaten Kupang prospektif.
Pada saat kredit Rp 16.000.000, peternak dapat membeli 3 ekor sapi untuk penggemukan. Sekarang kredit Rp 36.000.000/orang karena hendak membeli sapi 4 ekor/anggota kelompok.
Kepala Desa Silu, Mikhael Takel (37 th) menyebutkan, anggota kelompok penggemukan sapi kian bertumbuh di desanya lantaran harga sapi produk penggemukan kian membaik menguntungkan para peternak. Tetapi, diakui urusan penggemukan sapi tidak bakal berjalan lancar tanpa bantuan fasilitas Kredit Merdeka Bank NTT.
Hal serupa dibenarkan Sekretaris Desa Silu, Thomas Kake (35 th) dan Ketua BPD Silu, Ananias Tanone (73 th). Dua kelompok UMKM di Desa Silu kata Kepala Desa, bernama sama yaitu Kelompok UMKM Harapan Baru.
Dinamakan Kelompok Harapan Baru, karena selama ini rakyatnya terkungkung dalam selimut utang piutang berkepanjangan yang tidak membebaskan rakyatnya dari cengkeraman para tengkulak dan rentenir. Malah hidup tetap miskin dan digerus para tengkulak.
Kecuali potensi ternak dan tenunan khas Timor, Desa Silu juga berpotensi di tanaman perkebunan jambu mete, kemiri, kacang tanah, dan pariwisata air terjun Hono.
Air terjun Hono menyimpan pesona unik karena air terjun Hono bersusun tiga yang sangat teratur sehingga indah dipandang. Apalagi lingkungan sekitar sangat sejuk dengan hutan alam dan hutan jambu mete.
Sementara itu, produksi jambu mete telah mengalami inovasi kreatif berupa produk sirup mete, kacang mete, selai mete dan abon mete. Produksi inovasi ini, menurut Kepala Desa merupakan inovasi yang timbul seiring dengan hadirnya fasilitas Kredit Merdeka Bank NTT.
“Kredit Merdeka Bank NTT menjamin peminjam tidak dililit aneka syarat administrasi yang ruwet, juga tidak dihantui bunga kredit. Tambahan lagi, rakyat bebas dari telikung para rentenir penghisap darah kehidupan para peternak dan petani,” ujar Kepala Desa yang energik ini.
Tenunan Timor
Di Desa Silu, hanya ada dua kelompok UMKM yang bergerak di dua bidang berbeda. Yaitu kelompok penggemukan sapi dan kelompok penenun kain khas Timor. Ibu Dilga Abakut (36 th), bertindak sebagai ketua kelompok penenun beranggotakan 10 orang kaum perempuan.
Menurut Dilga Abakut, para anggota penenun yang dipimpinnya melibatkan banyak pihak dan beragam usia. Bahkan dalam kelompok UMKM tenun ikat Timor, anak sekolah dasar dilibatkan sebagai media pendidikan dan belajar untuk mengenal cara merajut tenunan khas Timor dengan aneka warna itu.
“Jadi kami melibatkan juga anak usia sekolah dasar agar mereka mulai tahu dan sadar bagaimana merajut selembar tenunan khas Timor dan makna yang ada dalam setiap simbol yang ada,” ujar Dilga meyakinkan.
Demi memaksimalkan tenunan itu pihaknya menyerukan para anggotanya untuk memanfaatkan fasilitas kredit merdeka sebagai modal usaha.
Karena itu, sejak dua tahun silam, para anggota kini telah berhasil kredit Rp 4.000.000/anggota untuk membeli sejumlah keperluan terkait tenunan.
Meski demikian, Dilga Abakut mengakui, harga jual tenunan khas Timor itu masih dijual di sekitaran Rp 750.000/lembar dengan kecepatan produksi 1 lembar/2 minggu/anggota. Itu berarti dalam dua minggu sedikitnya ada 200 lembar kain khas Timor yang diproduksi.
Diakuinya, tenunan khas Timor Amarasi dan sekitarnya belum diperkuat dengan narasi kultural yang terdapat dalam corak kain tenun seperti misalnya, mengapa umumnya tenunan Timor bergambar tokek dan bintang.
Tokek dipercaya masyarakat Timor sebagai metamorfosa turunan buaya. Buaya adalah raja air. Kemudian raja air ini menjelma menjadi tokek supaya dapat hidup di darat bersama manusia yang melindungi pemilik rumah dari serangan nyamuk dan serangga lainnya.
Artinya kehadiran tokek adalah kehadiran sang raja yang melindungi para rakyatnya dari serbuan penyakit malaria atau sejenisnya.
Sedangkan gambar bintang yang dirajut dalam selembar kain sebagai simbol kehidupan. Mengapa, karena terang di langit menandakan hadirnya kehidupan yang sedang bergelayut dari langit hingga ke bumi. Maka perempuan Timor percaya bahwa selama masih ada bintang di langit, kehidupan di bumi pun akan terus berlangsung.
Kebutuhan dan keluhan
Di Desa Silu yang berpenduduk 5.003 jiwa dengan kekuatan 1.136 kepala keluarga itu dibutuhkan pelatihan manajemen keuangan dan manajemen usaha.
Kepala Desa Silu, Mikhael Takel menyebutkan, meski kecenderungan produksi jambu mete dan produk kreatif lain telah berkembang di Silu, tetapi pihaknya masih membutuhkan pendampingan dan pelatihan manajemen.
Apalagi, ujar Takel, kecenderungan Pendapatan Asli Desa (PADES) kian bertumbuh dari biasanya Rp 12.000.000/tahun, tetapi dipasang target agar PADES berikutnya mencapai Rp 50.000.0000/tahun.
Target demikian bukan mustahil jika semua usaha dan kegiatan para petani dan peternak berjalan mulus. Meski demikian, produk kacang mete dari Silu menurut data 2019 sebesar 42 ton. Sayangnya, masih banyak kekurangan atau keluhan yang diperlukan Desa Silu.
Mereka berharap agar pihak pemerintah atau Bank NTT ikut terlibat dalam membantu teknologi berupa oven, kacip mete dan modul yaitu alat untuk mengupas mete agar menjadi kacang mete.
Selama ini, penggunaan teknologi untuk pemasaran masih sangat terbatas, karena kepemilikan alat smartphone pun terbatas. Padahal kacang mete Alekot dari Silu sudah dijual ke berbagai pasar rakyat di Timor.
Alat yang disebut kacip itu harganya Rp 60.000.000/unit. Kita butuh satu atau dua unit saja, ujar Kepala Desa Silu memohon.
(dp/pr)