NTT  

Diharapkan Akhir 2023 Kasus Stunting Tersisa Satu Digit

whatsapp image 2023 01 23 at 01.01.56
Harapan dan seruan itu dikemukakan Pejabat Sekda NTT, Johanna Lisapaly, saat memimpin rapat Tim Penanganan Penurunan Stunting NTT, di ruang rapat Sekda NTT, 16 Januari 2023.

Kupang, detakpasifik.com Aneka penanganan untuk menurunkan jumlah stunting di NTT diharapkan lebih akseleratif dari tahun 2022, sehingga akhir 2023 angka stunting tersisa satu digit. Karena itu semua sektor terkait penanganan stunting solid bekerja kolaboratif. Diserukan agar penanaman kelor di seluruh NTT kian masif sebagai satu model intervensi yang tepat.

Harapan dan seruan itu dikemukakan Pejabat Sekda NTT, Johanna Lisapaly, saat memimpin rapat Tim Penanganan Penurunan Stunting NTT, di ruang rapat Sekda NTT, 16 Januari 2023.

Rapat dihadiri antara lain, Asisten II dan III Setda Provinsi NTT, Kepala BKKBN Marianus Ulumau, Kepala Bappelitbangda Dr. Ir. Alfons Theodorus, MT, Kepala Dinas Kesehatan Ruth Laiskodat, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak drg. Lien Adriany, M.Kes, para Staf Khusus Gubernur NTT, dr. Stef Bria Seran, Prof. Fred Benu, PhD, Dr. David Pandie, dan Pius Rengka, serta delegasi dinas terkait seperti Dinas Pertanian, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Badan Pusat Statistik NTT.

Data memperlihatkan bahwa stunting sejak tahun 2019 hingga 2022 turun cukup tajam. Data itu diumumkan tiap Agustus. Agustus 2019, stunting NTT bertengger di 30,1 %, tahun 2020 turun menjadi 24,0 %, tahun 2021 turun menjadi 20,9 % dan Agustus 2022 tersisa 17,7 %. Target pemerintah, tutup tahun 2023, kasus stunting di NTT tersisa satu digit atau sekurang-kurangnya tersisa 10,0 %.

“Angka penurunan stunting itu memberi makna terhadap kinerja semua sektor. Data yang sama, dapat dipakai untuk menilai kerja kolaborasi yang dilakukan cukup signifikan. Karena itu solidaritas dan kerja kolaborasi selama ini perlu ditingkatkan hingga akhir tahun 2023, stunting di NTT tersisa satu digit, atau sekurang-kurangnya 10.0 %,” ujar Pejabat Sekda NTT.

Kepala Dinas Kesehatan NTT, Ruth Laiskodat, dalam laporannya menyebutkan, Agustus 2022, Kabupaten Manggarai Barat dan Sumba Tengah memperlihatkan angka stunting naik. Sedangkan kabupaten lainnya cenderung turun tajam. Tidak diketahui pasti apa sebab musababnya. Tetapi, di dua kabupaten itu diperlukan kerja kolaborasi yang lebih serius lagi.

Ruth Laiskodat mengharapkan, operasi timbang anak di Februari 2023 harus lebih serius dan lebih tuntas. Semua urusan penimbangan tuntas mencapai 100 % dari sebelumnya 98,5 % atau setara 436,129 anak yang telah ditimbang.

Semua jenis peralatan untuk penimbangan telah siap di tiap Puskesmas dan Posyandu. Hal itu diperlukan agar urusan penimbangan bayi mencakup seluruh NTT.

Demi menyukseskan penimbangan bayi tersebut, maka persiapan operasi timbang periode Februari 2023 telah 90 % tuntas. Artinya, sumber daya manusia dan kerja sama lintas sektor telah dilakukan.

Ruth Laiskodat juga mengharapkan komitmen para bupati dan wali kota seluruh NTT sangat diperlukan jika NTT hendak segera keluar dari provinsi stunting. Hal serupa digarapkan kepada para kepala desa. Mereka pun harus serius menangani masalah ini.

“Memang diperlukan konsentrasi ekstra untuk kasus stunting di TTS, Sumba Tengah dan Manggarai Barat,” ujar Ruth Laiskodat.

Menurut dr. Stef Bria Seran, stunting itu berurusan dengan kemiskinan. Populasi stunting cenderung ada di daerah kantong kemiskinan atau berada di mana ada kelompok miskin.

Karena itu, Bupati Pertama Malaka itu menyatakan, urusan stunting itu tidak hanya menjadi urusan provinsi atau urusan dinas kesehatan, tetapi kasus stunting adalah urusan semua pihak dan jenjang strata tanggung jawab, mulai dari provinsi hingga desa.

Stunting itu adalah fenomena puncak dari perilaku masyarakat dan pemimpin di setiap wilayah, juga terkait dengan makanan yang kurang bergizi, dan bahkan kasus stunting itu cerminan dari politik anggaran di setiap wilayah.

Campur tangan pemerintah pusat tampak melalui gelontoran anggaran APBN. Untuk Januari hingga Maret 2023, pemerintah pusat menggelontorkan dana Rp 10 miliar untuk menangani stunting di NTT.

Untuk urusan survei perlu data akurat dan metode yang sama. Hal ini diperlukan karena selalu ada perdebatan perihal data di masyarakat.

Maka provinsi NTT berharap hasil survei stunting diperlukan justifikasi dari otoritas legal seperti kepala desa, camat dan bupati, sehingga tidak menimbulkan perdebatan kusir yang tidak diperlukan. Data yang dipublikasikan adalah data yang sama dengan data yang disiarkan BPS.

Maka sasaran penimbangan dan pengukuran anak terdampak stunting harus jelas, by name and by address. Bukan sistem sapu rata saja.

 

(dp/pr)