Kupang, detak-pasifik.com- Di tengah dinamika politik yang semakin kompleks, pemilihan pemimpin bukan sekadar soal suara. Dalam budaya Manggarai, terdapat tiga prinsip fundamental yang menjadi panduan dalam memilih pemimpin: Ase Kae, Kesa Kela, dan Hae Reba.
Ketiga istilah ini menggambarkan hubungan interpersonal yang erat, di mana Ase Kae merujuk pada ikatan kakak dan adik, Kesa Kela pada hubungan dengan keluarga istri, dan Hae Reba pada hubungan yang terbentuk melalui persahabatan.
Ali Antonius, seorang tokoh asal Manggarai Barat yang kini berdomisili di Kota Kupang, menekankan bahwa dalam setiap pemilihan umum, orang-orang Manggarai Raya umumnya mendasarkan pilihan mereka pada prinsip Ase Kae. Menurutnya, filosofi ini menjadi prioritas utama, diikuti oleh Kesa Kela, dan terakhir Hae Reba jika tidak ada pilihan lain yang lebih baik.
“Kita tidak bisa membalik urutan ini. Utamakan Ase Kae, baru Kesa Kela, dan jika tidak ada keduanya, baru Hae Reba,” tegas Anton, yang juga seorang advokat terkemuka di Kupang. Pernyataan ini mencerminkan betapa dalamnya nilai-nilai budaya Manggarai yang menekankan kedekatan dan komitmen calon pemimpin terhadap masyarakat.
Anton juga menggarisbawahi bahwa diskusi mengenai Ase Kae, Kesa Kela, dan Hae Reba bukanlah sekadar isu sukuisme, melainkan berfokus pada kepentingan politik yang lebih luas. Ia menekankan pentingnya memilih calon yang mampu mengakomodasi dan melayani kepentingan masyarakat, khususnya di tiga kabupaten Manggarai.
Dalam pemilihan kali ini, Anton menyatakan dukungannya terhadap Simon Petrus Kamlasi dan Adrianus Garu, yang ia anggap sebagai sosok Ase Kae ideal.
“Simon Petrus Kamlasi adalah satu-satunya calon dari Dapil 2 NTT yang memiliki potensi besar untuk memperjuangkan aspirasi rakyat. Sementara Andry garu adalah putra Manggarai Raya yang berani bertarung di kancah pemilihan gubernur dan wakil gubernur,” paparnya.
Dari sudut pandang geopolitik, Anton menjelaskan bahwa jumlah pemilih di Dapil 2 cukup signifikan, bahkan lebih banyak dibandingkan Dapil NTT 1. Sedangkan jumlah pemilih pada tiga kabupaten di Manggarai Raya hampir setara dengan jumlah pemilih dari seluruh kabupaten lainnya di Flores. Hal ini memberikan peluang yang lebih besar bagi Kamlasi dan Garu untuk meraih suara.
“Dengan pertimbangan ini, sangat rasional untuk memilih Paket SIAGA, daripada membuang suara,” ungkapnya.
Anton juga menyampaikan keyakinannya terhadap Simon Petrus Kamlasi, seorang pensiunan jenderal yang memiliki banyak keunggulan.
“Dia cerdas, rendah hati, dan memiliki kepedulian yang tinggi. Saya yakin, dengan kemampuannya di bidang teknik, Paket SIAGA akan membawa NTT ke arah yang lebih baik,” pungkasnya.
Melalui filosofi yang mendalam dan pertimbangan yang rasional, Ali Antonius menunjukkan bagaimana nilai-nilai budaya Manggarai dapat menjadi panduan bagi masyarakat dalam memilih pemimpin yang tepat. Di tengah gejolak politik, warisan budaya ini menjadi penuntun yang berharga dalam menentukan masa depan daerah.*** (Juan Pesau)