Kupang, detakpasifik.com – Penguatan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Provinsi Nusa Tenggara Timur terus dilakukan. Hal ini dapat dilihat penyerapan dan penggunaan produk UMKM di berbagai sektor yang mengalami persisten dan konsisten. Karenanya, UMKM sebagai salah satu penopang ekonomi di NTT, diharapkan terus bergeliat dan menggerakkan ekonomi di tengah masyarakat pasca pandemi Covid-19.
Ketua Dewan Kerajinan Nasional, Wury Ma’ruf Amin saat hadir pada pelaksanaan pembukaan program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW) di Kupang, Minggu 17 Oktober lalu mengatakan, kain tenun yang menjadi salah satu produk unggulan di NTT perlu didukung dan lakukan pemberdayaan agar tercipta wirausaha-wirausaha baru.
“Saya harap, akan tumbuh wirausaha-wirausaha baru yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan serta berkontribusi dalam upaya pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan sektor ekonomi. Salah satunya yaitu kerajinan tenun yang merupakan salah satu komoditas unggulan di Provinsi Nusa Tenggara Timur,” katanya.
Terpilihnya NTT sebagai tuan rumah penyelenggaraan PKW kain tenun tidak terlepas dari usaha Dekranasda NTT di bawah komando Julie Sutrisno Laiskodat yang telah berhasil menciptakan terobosan strategis hingga menorehkan sejumlah prestasi dan menjadi perhatian nasional.
Ketua Dekranasda NTT, Julie Sutrisno Laiskodat mengatakan, program PKW itu merupakan kolaborasi Direktorat Kursus dan Pelatihan (Ditsuslat), Ditjen Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) dan Dekranasda Provinsi NTT.
Program PKW ini akan diikuti oleh 1.000 anak yang tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan yang putus sekolah dan berusia 15-25 tahun.
Mereka akan mendapatkan pelatihan menenun, pemasaran dan merintis usaha. Tiap peserta mendapatkan Rp6.000.000 yang terbagi dalam alat tenun, benang serta modal untuk merintis usaha. Program PKW tenun ini telah dimulai secara serentak (Oktober 2021) dan akan berakhir pada bulan Desember 2021 mendatang.
Dekranasda NTT
Di Kantor Dekranasda NTT di Jl. Moch Hatta, Oetete, Kelurahan Oebobo, Kota Kupang nampak penuh hasil olahan masyarakat NTT. Mulai dari tenun ikat, makanan ringan, sabun muka/cuci, sampo dan coklat ghaura…
Tidak sedikit, ragam produk berbahan dasar kelor, sejak dicanangkan Gubernur NTT Viktor B Laiskodat dua tahun silam yang telah meramaikan pasar domestik pun tersedia.
Moringa Oleifera atau yang lebih dikenal sebagai daun kelor itu secara ilmiah diidentifikasi sebagai super food bila dikonsumsi. Kandungan nutrisi pada daun kelor sangat kaya dengan protein dan vitamin sehingga disebut sebagai green super food.
Kini, varian daun kelor telah diubah ke dalam aneka macam bentuk, antara lain teh daun kelor, kue kelor, bubur kelor, sabun kelor, hand sanitizer kelor yang semuanya dimodifikasi sedemikian rupa sebagai skema menggampangkan rakyat mengonsumsinya.
Untuk tetap meningkatkan produktivitasnya, Dekranasda sebagai pendukung usaha kecil dan menengah, selalu mendorong dan menggerakkan usaha dengan membuka akses bahan baku, modal kerja dan memperoleh pasar.
Marceline Kopong, Staf di Bidang Manajemen Usaha dan Pendanaan Dekranasda NTT mengungkapkan, ”Kami berkeinginan, semua bank, semua instansi dan hotel, menggunakan produk lokal NTT yang ada.”
Jika itu dilakukan, lanjutnya, permintaan akan semakin meningkat, ‘mama-mama di bawah’ bekerja semakin giat, sehingga roda ekonomi terus berputar.
“Apalagi, sudah ada instruksi Gubernur NTT, yang wajibkan menggunakan produk lokal. Nah itu, sebenarnya tujuan kita bersama, sehingga produk itu masuk ke segala lini,” kata Marceline saat ditemui detakpasifik.com.
Terkait standar pemasaran, ia menjelaskan, produk lokal, minimal sudah memiliki surat izin produk industri rumah tangga (P-IRT). Produk minuman dan makanan harus memiliki ijin balai BPOM.
Selain itu, yang terbaru mereka memasukkan standar di setiap kemasan tidak menggunakan bahan dasar plastik. Tetapi memakai bahan dasar kertas. Ia mengakui, hal itu untuk mengurangi sampah plastik yang mengancam lingkungan hidup.
Untuk produk kain tenun, Marceline menjelaskan, selain mengupayakan pelestarian kain tenun NTT dan penyediaan fasilitasnya, juga didorong pemberdayaan yang mendatangkan pendapatan bagi penenun. Untuk itu, setiap kain tenun, memiliki harga berbeda yang tergantung pada proses dan bahan pembuatannya.
Sebelum masuk di ‘Toko Dekranasda’ kain-kain itu diuji di bagian pengontrol kualitas yang akan memastikan semuanya memenuhi standar dan bisa masuk dalam pasarnya.
“Ketika produk masuk, harus melalui bagian logistik. Di sana diperiksa. Kalau sudah lolos di sana, berarti kami langsung bayar, dan masuk ke toko,” ungkapnya.
Dalam menentukan harga, pihaknya akan melihat tingkat kerumitan dari masing-masing tenun. Tenun yang memiliki tingkat kerumitan dan motif tinggi dijual sampai dengan harga Rp1.700.000. Bahkan bisa lebih dari itu.
Pasca pandemi Covid-19, ia mengungkapkan, terjadi perubahan perilaku konsumen. Pola komunikasi, pola kerja dalam iklim usaha tersebut pun dituntut cepat tanggap dalam menyesuaikan dengan perkembangan yang ada. Karenanya, untuk pemasaran, Dekranasda memanfaatkan media sosial seperti Instagram dan Facebook juga melalui E-Commerce sebagai alat promosi produk-produk yang efisien dan efektif.
Sahid T-More Hotel
Hasil usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) NTT, kini sudah masuk hotel berbintang di Kupang. Kemajuan ini merupakan dorongan kepada UMKM agar terus meningkatkan inovasi dan produktivitasnya.
Yulidar, Food and Beverage Manager Sahid T-More Hotel Kupang mengatakan, sejak 2 Oktober yang lalu, pihaknya sudah menggunakan sedikitnya 5 produk lokal NTT di bawah binaan Bank NTT dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi NTT. Di antaranya ialah, kopi poco nembu, gula semut flobamora, teh kelor quuenjor, sampo NTT A61 dan sabun NTT A61 yang tersedia di kamar hotel.
Hal itu katanya, sesuai instruksi Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat dalam mendorong peningkatan ekonomi UMKM melalui penggunaan produk lokal.
Selain di kamar, hotel sebagai salah satu kanal pemasaran produk lokal tersebut juga sediakan untuk take away – oleh-oleh khas NTT.
“Kita menyerap semua produk UMKM, asal cocok harga dan pas dari segi tampilan, sesuai standar gramasi dan matching dengan kebutuhan kita,” ungkap Yulidar saat ditemui detakpasifik.com. “Produk lokal sudah bagus dan tidak kalah dengan produk-produk dari luar,” lanjutnya.
Mendukung UMKM NTT, ia meminta pelaku usaha untuk tetap konsisten memproduksi dan menjaga kualitas produk.
Kolaborasi antarpihak pun dibutuh pada masa sekarang. Pemerintah, swasta dan pegiat usaha mesti sama-sama menguatkan pengembangan UMKM lewat berbagai cara.
Salah satunya ialah memanfaatkan fitur inovasi pemasaran digital hingga kampanye daring. Untuk itu, pelaku UMKM perlu beradaptasi terhadap digital dan pemerintah harus membuka pelatihan dan pendampingan secara offline, melalui webinar maupun kelas virtual.
(dp)