Batam, Indonesia, detakpasifik.com – Gelombang perdagangan orang bukan berkurang. Belakangan ini perdagangan manusia lintas negara kian merisaukan. Siaran pers yang diterima detakpasifik.com, 26 Januari 2023 menyebutkan, Provinsi Kepulauan Riau dengan negara tetangga turut memberikan kontribusi terhadap kerentanan provinsi ini sebagai target dari lokus kejahatan transnasional, termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Siaran pers ini merupakan hasil pelatihan bersama kolaborasi International Organization for Migration (IOM), POLRI dan INL untuk meningkatkan kapasitas penyelidikan dan penyidikan tindak pidana perdagangan orang bagi aparat penegak hukum di wilayah perbatasan.
Provinsi Kepulauan Riau terletak di antara Semenanjung Malaya dan Borneo adalah bagian dari negara kepulauan yang terdiri dari 1.800 pulau. Data IOM mengungkapkan, provinsi ini menempati urutan kedua kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kerap ditemukan di Indonesia.
AKBP Ary Baroto, Wakil Direktur Direktorat Tindak Pidana Umum Polda Provinsi Kepulauan Riau menyatakan, kedekatan geografis Provinsi Kepulauan Riau dengan negara tetangga turut memberikan kontribusi terhadap kerentanan provinsi ini sebagai target dari lokus kejahatan transnasional, termasuk TPPO.
Terdapat pemahaman yang belum menyeluruh dari para aparat penegak hukum terkait TPPO dan perbedaannya dengan kasus-kasus kejahatan lintas batas lainnya, seperti penyeludupan manusia, merupakan salah satu tantangan yang kerap dihadapi.
Selain itu, pelatihan ini juga merupakan wadah bagi para peserta untuk membangun kolaborasi dan kerja sama dalam rangka memberantas kasus-kasus TPPO di Provinsi Kepulauan Riau.
Lisa A. Johnson, Wakil Asisten Utama Sekretaris Biro Penegakan Hukum dan Anti-Narkotika Internasional, Amerika Serikat, menggarisbawahi pentingnya kemitraan yang kuat antara para pemangku kepentingan, termasuk di antaranya kerja sama antarnegara.
“Perdagangan orang memburu orang-orang yang paling rentan dalam masyarakat kita. Korban perdagangan orang kebanyakan adalah ibu, saudara perempuan, dan anak-anak kita. Ruang untuk berkembang pasti akan selalu ada, tapi saya yakin melalui kemitraan, kita dapat membina dan meningkatkan kerja sama internasional untuk secara efektif memerangi jaringan kriminal transnasional,” ungkapnya.
Pada tanggal 23 sampai 26 Januari 2023, Organisasi Internasional untuk Migrasi (International Organization for Migration atau IOM), bekerja sama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), menyelenggarakan pelatihan empat hari tentang penyelidikan dan penyidikan TPPO bagi penegak hukum dan petugas garda depan di Batam.
Pelatihan ini merupakan bagian dari program bertajuk Building Effective Responses Against Trafficking and Smuggling in Indonesia, atau BERANTAS. Sebuah program yang didanai oleh Biro Penegakan Hukum dan Anti-Narkotika Internasional, Amerika Serikat (Bureau for International Narcotics and Law Enforcement Affairs atau INL).
Tiga puluh peserta, terdiri dari para penegak hukum dan petugas garda depan, termasuk para penyidik kepolisian, jaksa, petugas imigrasi, pengawas ketenagakerjaan dan petugas Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) telah berpartisipasi dalam pelatihan ini dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam mengidentifikasi kasus dan mengumpulkan bukti-bukti TPPO.
“Pernyataan lisan atau tertulis dari para korban memainkan peran kunci dalam sistem peradilan pidana global. Keahlian khusus dari aparat penegak hukum dan petugas dalam mengumpulkan sejumlah dan berbagai jenis bukti yang diperlukan sangat penting untuk perlindungan korban dan penuntutan kasus,” kata Rizki Inderawansyah, National Programme Officer, IOM.
Pelatihan ini diberikan oleh IOM dan juga berbagai ahli dari lembaga-lembaga tingkat nasional yang relevan, termasuk: Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kejaksaan Agung, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
Keterampilan yang diperoleh melalui pelatihan ini memampukan para penyelidik mendapatkan pemahaman lebih baik tentang penanganan kasus TPPO, khususnya keberhasilan upaya penuntutan.
Selain itu, narasumber dari lembaga-lembaga tingkat provinsi seperti Kepolisian Daerah (POLDA) Kepulauan Riau, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berancana (DP3AP2KB), BP2MI, dan Kantor Imigrasi melengkapi materi-materi terkait TPPO yang diberikan selama pelatihan dengan memberikan konteks dan contoh-contoh nyata dari lapangan.
Untuk melengkapi pelatihan ini, para peserta juga ikut serta dalam simulasi patroli gabungan dengan menggunakan kapal patroli dari Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (DITPOLAIRUD) POLDA Provinsi Kepulauan Riau.
Abie Sancaya, narasumber dari IOM, memaparkan, kasus TPPO jalur perairan akhir-akhir ini kerap ditemukan sebagai tindak kejahatan yang tidak hanya dilakukan oleh jaringan sindikat perdagangan orang, tetapi juga para pengusaha kecil. Tahun lalu, IOM memberikan pendampingan untuk dua kasus TPPO melalui jalur laut yang ditemukan di Provinsi Kepulauan Riau dengan jumlah korban 87 orang.
Oleh karena itu, sangat penting bagi para peserta untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang komprehensif dalam rangka melakukan pencegahan dan penanganan kasus-kasus TPPO di jalur perairan perbatasan Indonesia-Malaysia yang sering digunakan oleh para pelaku untuk menyelundupkan para korban TPPO ke Malaysia dengan menggunakan perahu.
(dp/pr)