Kupang  

Ir. Piet Djami Rebo: Reformasi Birokrasi dan Perwujudan Kota Bersih Sangat Mendesak

“Siapkan sumur resapan di rumah, prioritas pada daerah aliran sungai (kalau perlu disubsidi Pemerintah) pada selokan drainase jalan, lapangan terbuka. Kota bisa menjadi hijau kalau airnya ada,”

Ir. Piet Djami Rebo (foto: dok. detak-pasifik)

Kupang, detak-pasifik.com- Reformasi Birokrasi di Kota Kupang mesti berjalan konsisten. Birokrasi yang profesional, berintegritas niscaya mendesak diperlukan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan lingkungan sosial dan alam yang bersih juga.

Pemerintahan yang bersih sanggup menggerakkan pembangunan Kota Kupang sehingga sensitif terhadap lingkungan yang produktif dan bernilai guna seperti tuntutan yang dikemukakan pengamat ekonomi dan bisnis Drs. Guido Fulbertus (detapasifik.com, 28 Februari 2025).

Pendapat itu dikemukakan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTT, Ir. Piet Djami Rebo, M.Si ketika dihubungi detakpasifik.com, di rumahnya di Kupang, Jumat, 28 Februari 2025.

Menurut mantan Ketua Team Percepatan Pembangunan Kota Kupang itu, sejumlah saran dan masukan yang pernah dikemukakan teamnya pada masa silam masih sangat relevan untuk diangkat kembali karena isu kebersihan, tatakelola air, clean and green, rejim pemerintah bersih dan lingkungan sehat merupakan isu tetap dan aktual hingga kini. Ditambah berbagai isu baru yang kontekstual sesuai dengan harapan pemerintah dr. Chris Widodo dan Serena Francis.

Menurut Piet Djami Rebo, isu birokrasi dan lingkungan yang sehat dan produktif, patut serius dipertimbangkan sembari mencermati serius peranan Lembaga Pendidikan Vokasi yang ada seperti SMK. Lembaga vokasi seperti itu menjadi penggerak UKM di kota ini. Contoh SMK punya jurusan tataboga. Mereka harus menjadi pelaku usaha kuliner. Memang semangat kewirausahaan selama ini kurang didorong.

Tambahan pula masalah tata ruang, sampah, air bersih, drainase kota, kebersihan masih jadi isu utama yang kasat mata. “Untuk mengatasi semua hal itu saya berpikir kunci utama ada pada kepemimpinan top leader dan semua perangkat birokrasi kota,” ujarnya.

Piet Djami Rebo sangat setuju dengan pendapat pengamat ekonomi dan politik Drs. Guido Fulbertus. Tetapi, pertanyaannya ialah bagaimana diwujudnyatakan ide Guido Fulbertus itu ke dalam aksi birokrasi pembangunan yang disesuaikan dengan program Nasional tentang ketahanan air dengan target sumber-sumber air di kota Kupang yang debitnya terus menurun, cadangan air tanah terekpolitasi tanpa kendali.

Klik dan baca juga:  STIPAS Kupang Gelar Pelatihan Pencegahan TPPO Berbasis Gender Transformatif

Kita bisa saksikan sendiri menurun drastisnya debit mata air Oepura, Air Sagu, Air Nona Oeba dan lainnya. Sementara itu di sisi lain di musim hujan air terbuang ke laut secara percuma. Oleh sebab itu apa yang telah dibuat oleh Pak Gubernur Ben Mboi pada waktu yang lalu yaitu membuat jebakan air sebanyak mungkin perlu dibuat lagi yang saat ini perlu disesuaikan dengan tataruang agar ada bentuk jebakan air.

“Siapkan sumur resapan di rumah, prioritas pada daerah aliran sungai (kalau perlu disubsidi Pemerintah) pada selokan drainase jalan, lapangan terbuka. Kota bisa menjadi hijau kalau airnya ada,” saran Piet Djami Rebo.

Kota pesisir

Kupang adalah kota pesisir dengan karakteristik sebagai pusat pemerintahan, ekonomi, dan pendidikan di NTT, tetapi tetap menghadapi tantangan khas daerah berkembang, seperti infrastruktur yang masih berkembang, ketimpangan ekonomi, dan ketergantungan pada sektor tertentu (seperti perdagangan dan jasa).

Kota Kupang adalah representasi umum kota di negara berkembang seperti kota Dili, Timor-Leste. Sebagai ibu kota negara berkembang yang bertetangga dengan NTT, Dili memiliki karakter geografis dan sosial ekonomi yang mirip dengan Kupang. Infrastruktur memang berkembang, tetapi masih menghadapi tantangan dalam pemerataan pembangunan dan akses layanan publik.

Hal serupa juga dihadapi Kota Labuan Bajo. Saat ini Labuan Bajo sudah mulai menjadi pusat pariwisata kelas dunia, tetapi sebelum booming pariwisata, karakteristiknya mirip dengan Kupang, memiliki pelabuhan utama, kota pesisir, dan pusat aktivitas ekonomi lokal. Begitu pun dengan kota Port Moresby, Papua Nugini.

Sebagai ibu kota negara, Port Moresby memiliki status administratif seperti Kupang, namun dengan tantangan dalam aspek pembangunan ekonomi, kesenjangan sosial, dan keterbatasan layanan dasar.
Kesamaan utama antara kota-kota yang disebut di atas dan Kupang adalah posisinya sebagai pusat regional di daerah yang masih berkembang, ketergantungan pada sektor jasa dan perdagangan, serta tantangan dalam membangun infrastruktur dan layanan publik yang lebih merata.

Klik dan baca juga:  IKMR Mulai Melirik Peluang Kompetisi Wali Kota Kupang

Berbeda dengan Kota Antsiranana (sebelumnya dikenal sebagai Diego-Suarez) di Madagaskar. Kota ini dapat dianggap mirip dengan Kota Kupang karena Antsiranana adalah kota pesisir di ujung utara Madagaskar, sama seperti Kupang yang berada di bagian barat daya Pulau Timor. Keduanya memiliki pelabuhan alami yang penting untuk aktivitas perdagangan dan konektivitas dengan daerah lain. Tetapi perbedaannya pada political leadership di dua kota itu.

Kupang adalah pusat administrasi dan ekonomi Provinsi NTT, tetapi masih menghadapi banyak tantangan pembangunan seperti keterbatasan infrastruktur dan pemerataan ekonomi. Antsiranana juga merupakan kota utama di utara Madagaskar, tetapi wilayah sekitarnya masih mengalami banyak keterbatasan dalam akses ke infrastruktur modern dan pembangunan ekonomi yang lebih luas.

Ekonomi kedua kota ini sangat bergantung pada sektor perikanan, pertanian, dan perdagangan maritim, sementara industri manufaktur dan jasa modern belum berkembang pesat. Pabrik semen di Kupang mati suri. Pabrik daging kaleng telah lama wafat, padahal pasokan bahan baku cukup tersedia.

Secara politik, Kupang pernah menjadi pusat aktivitas militer kolonial Belanda, kemudian berkembang menjadi pelabuhan utama di NTT yaitu Pelabuhan Tenau dan Bolok. Antsiranana memiliki latar belakang serupa karena pernah menjadi pangkalan angkatan laut Prancis dan memiliki pelabuhan strategis.

Baik Kupang maupun Antsiranana sama-sama beriklim tropis kering dengan ancaman badai dan kekeringan musiman yang berdampak pada pertanian dan ketahanan pangan. Kupang disiram iklim semi arida pengaruh angin gurun dari Aystralia. Tetapi, kondisi itu bukan menjadi alasan signifikan bagi perubahan jika political leadership-nya kuat.

Perubahan itu hanya mungkin dapat berkembang pesat jika memperbaiki infrastruktur dan transportasi yang dilayani birokrasi yang liat handal, peduli dan cerdas. Pembangunan jalan, bandara, dan pelabuhan yang lebih modern untuk meningkatkan konektivitas dengan pusat-pusat ekonomi nasional dan internasional. Kupang bisa memanfaatkan posisinya sebagai gerbang di selatan Indonesia menuju Timor-Leste, Australia dan kepulauan Melanesia seperti Fiji Fanuatu dan juga New Zeland.

Klik dan baca juga:  Danlanud El Tari Tutup TMMD ke-114 Sekaligus Tinjau Lokasi Paralayang di Alor

Kecuali itu, Kupang dapat mengurangi ketergantungan pada sektor primer dengan mendorong pengembangan industri kreatif, pariwisata, dan jasa digital yang meaksimalkan kerja sama dengan perguruan tinggi di Kupang yang memiliki fakultas teknik informatika seperti Unwira.

Kupang dapat memanfaatkan posisinya untuk menjadi pusat logistik Indonesia Timur. Di samping itu, investasi dalam pendidikan vokasi dan universitas berbasis keunggulan lokal (kelautan, agribisnis, dan teknologi terapan) dapat dikembangkan, seperti diungkapkan pengamat ekonomi dan bisnis Drs. Guido Fulbertus tatkala menyinggung peranan perguruan tinggi di NTT umumnya dan Kupang khususnya.

Kata Guido yang adalah anggota Yayasan Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, sebulan silam, Kota Kupang ini bisa mengembangkan program kerja sama dengan perguruan tinggi di negara maju untuk mempercepat transfer pengetahuan.
Kota Kupang memiliki keanekaragaman hayati dan lanskap indah yang bisa menarik wisatawan, sama seperti potensi wisata bahari di Kupang. Pengelolaan pariwisata berbasis lingkungan dan komunitas bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi tanpa merusak ekosistem.

Karena itu, rona Kota Kupang mesti dipoles sedemikian rupa agar lingkungan bersih, sehingga ucapan kota clean and green itu tidak sekadar jargon politik elektoral, melainkan sebagai perilaku sosial politik yang menyata dalam praktek birokrasi setiap hari.

Pemerintah daerah harus aktif mendorong investasi, reformasi birokrasi, dan pengurangan hambatan bisnis. Model kepemimpinan yang visioner seperti yang diterapkan di beberapa kota berkembang cepat di Asia bisa menjadi inspirasi.
Jika faktor-faktor ini diperbaiki secara strategis, Kupang dapat berubah lebih cepat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi regional yang lebih kompetitif.* (dp/pr)