Janji Prabowo: Sungguhan Atau Palsu?

Ilustrasi bangunan penjara super ketat (pixabay)

Catatan Pius Rengka

Catatan ini bukan catatan ilmiah dengan ilmu super canggih. Ini hanya sebuah catatan dari manusia sangat biasa yang merepresentasikan kegeraman massal. Kemarahan orang jelata hina dina yang merasa sungguh tertindas.

Korupsi itu mencuri. Koruptor itu pencuri ganas. Pencuri maniak. Pencuri kakap berkaliber besar. Perbuatan koruptor menimbulkan kerusakan sangat besar. Dan, masif. Koruptor menghancurkan kelangsungan hidup bernegara. Mereka pembunuh berdarah dingin sejenis psikopat.

Perihal itu, semua orang tahu persis. Termasuk rakyat super sederhana. Tetapi, selalu menjadi soal. Dan, mencengangkan. Mengapa koruptor dan para calon koruptor tidak pernah jera? Mengapa pula hukum di Indonesia tidak pernah tajam? Tak ada jawaban lain selain ini. Para maling bangsat tengik ini tahu persis bahwa hukum di Indonesia mudah ditelikung. Lembek dan tidak berguna. Aparat penegak hukumnya pun gampang dipelihara seperti ternak piaraan. Bagaimana politik? Sama saja. Kaya narasi, miskin aksi.

Para penelikungnya adalah para maling juga. Mereka pemodal besar. Aparat penegak hukum membantu melancarkan opsi pemalingan masif sistematis dan terstuktur itu. Mereka membangun komplotan sangat rapi.

Tujuannya? Tunggal. Untuk menjarah uang negara. Metode yang dipakai ialah menelikung hukum atau melakukan penyelundupan hukum dengan bantuan tangan-tangan para penegak hukum dan juga politisi.

Lihat saja. Para koruptor itu hanya di sekitar “komunitas” ini. Kalau bukan aparatur negara bergaji sangat besar, atau penegak hukum berpangkat besar atau politisi berposisi tinggi. Lalu apakah Prabowo serius sungguhan memberantas korupsi atau sekadar sejenis kepalsuan dengan bentuk lain?

Namun, belum lama ini, Presiden RI Prabowo Subianto berencana membangun penjara di pulau terpencil bagi koruptor. Rencana ini, tentu saja, memberi sungguh sangat sedikit cahaya harapan di lorong gelap problematika penuntasan korupsi di Indonesia. Bagaimana tidak.

Klik dan baca juga:  MK Putuskan Pemilu Proporsional Terbuka, Ini Bedanya dengan Sistem Tertutup

Menurut Prabowo, penjara yang dimaksud akan dibuat di tempat terpencil agar para maling berkaliber besar seperti koruptor Pertamina yang memiliki group WA “Kumpulan Orang Senang” itu, tidak bisa kabur angkat ekor seperti monyet luput dari kejaran pemburu labil. Hal ini disampaikannya saat menyinggung soal koruptor dalam acara peresmian mekanisme baru penyaluran tunjangan ASN di Kantor Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta, Kamis (13/3/2025) kemarin.

“Saya nanti juga akan sisihkan dana, saya akan bikin penjara yang sangat, pokoknya sangat kokoh di suatu tempat yang terpencil, mereka tidak bisa keluar malam hari,” ucap Prabowo di akhir pidatonya. Dalam kesempatan ini, Prabowo mengatakan korupsi hanya membawa kehancuran suatu negara. Pemotongan Anggaran Pendidikan Ancam Layanan Pendidikan Anak Bangsa.

Menurut Prabowo, tidak ada negara yang kaya jika korupsi. Mantan Menteri Pertahanan ini juga menekankan, dirinya tidak takut menghadapi koruptor.

“Saya tidak akan mundur menghadapi koruptor. Mereka harusnya mengerti saya ini siap mati untuk bangsa dan rakyat ini. Saya tidak takut mafia mana pun, saya tidak takut,” tegas Prabowo. Ujaran Prabowo disambut hangat.

Wacana ini didukung oleh Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Bagi Boyamin, koruptor tetap harus dimiskinkan agar jera. Artinya, ujaran tanpa tindakan nyata, sama dengan kebohongan.

“Ya, saya dukung penuh. Korupsi itu kan harus penjara yang lama, tempatnya terisolir dan dimiskinkan,” ucap Boyamin. Oleh karenanya, ia menilai perlunya Undang-Undang Perampasan Aset.
“Jadi, setuju saya dengan syarat, selain di pulau terpencil, maka harus segera disahkan Undang-Undang Perampasan Aset,” tuturnya.

Dia berpandangan sanksi kurungan di pulau terpencil tidak akan maksimal memberi efek jera jika koruptor tak dimiskinkan. Boyamin meyakini koruptor sangat takut dimiskinkan.

Klik dan baca juga:  Rehabilitasi Mangrove Sekaligus Meningkatkan Ekonomi Masyarakat

“Kalau cuma penjara terpencil, mereka masih berani korupsi. Tapi kalau dimiskinkan, betul-betul dirampas habis semua hartanya, sehingga anak cucunya sudah tidak bisa makan, jadi miskin, baru lebih takut,” kata dia.

Diketahui, perjalanan RUU Perampasan Aset dimulai pada tahun 2008, ketika Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mulai mengkaji kebutuhan perundang-undangan terkait perampasan aset dari hasil tindak pidana. Kajian ini dilatarbelakangi oleh upaya pemberantasan korupsi dan tindak pidana lainnya di Indonesia yang membutuhkan instrumen hukum yang lebih efektif. Setelah melakukan kajian selama beberapa tahun, pada tahun 2012, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana resmi diajukan ke DPR RI untuk dimasukkan dalam legislasi nasional.

Meski demikian, pembahasan RUU ini tidak berjalan mulus karena menghadapi berbagai kendala politik dan hukum. Selama bertahun-tahun, RUU ini mengalami berbagai penundaan. Meskipun sudah diajukan pada 2012, RUU Perampasan Aset tidak kunjung dibahas serius oleh DPR RI.

Di beberapa kesempatan, pembahasan RUU ini sempat muncul dalam diskusi. Namun, tidak ada kejelasan kapan akan dibahas atau disahkan. Situasi ini diperburuk dengan adanya perbedaan pendapat di kalangan anggota DPR mengenai urgensi dan substansi RUU tersebut.

Pada 29 Maret 2023, RUU Perampasan Aset sempat disinggung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), yang saat itu dijabat Prof. Mahfud MD. Dalam rapat dengan Komisi III DPR RI, Mahfud meminta Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul, untuk mendukung pengesahan RUU tersebut. Sebab, RUU tersebut dinilai akan mempermudah pemerintah untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

 

Menanggapi permintaan itu, sejumlah anggota Komisi III DPR mendesak pemerintah untuk mengirimkan surat presiden (surpres), naskah akademik, dan draf RUU Perampasan Aset Tindak Pidana agar bisa dibahas di Badan Legislatif (Baleg). Hingga akhirnya, 4 Mei 2023, pemerintah mengirim surat presiden terkait RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ke DPR RI. Namun, pembahasan RUU itu belum pernah dilakukan.

Klik dan baca juga:  Presiden Gelar Rapat Terbatas Bahas Stabilitas Harga Bahan Pokok dan Kelancaran Arus Mudik

Janji Prabowo penjarakan koruptor di pulau terpencil, akan kian mengecil jika tanpa langkah nyata dan terukur. Kita lihat apakah komplotan Riva Siahaan di Pertamina dan juga kejahatan sejenis di berbagai lembaga yang mengoleksi dana korupsi melampaui ribuan triliun akan segera diurus tuntas.

Dengan segala hormat, saya ragu. Karenanya saya bertanya, apakah janji Prabowo itu sungguhan atau sekadar jani palsu. Saya dan rakyat Indonesia menunggu.

Namun saya menawarkan dua pulau terpencil. Satu dibangun di Pulau Sabu Seba, pulau mungil nan indah di tengah jebakan samudra Hindia, karena itu pulau terpanas di negeri ini. Atau itu penjara dibangun di Ruteng, Flores, NTT karena itu daerah sangat dingin. Biarkan para koruptor itu merasakan betapa gerahnya hawa panas tanpa penerangan yang cukup, dan betapa menggigilnya dihukum di daerah dingin dengan alas tikar sobek penuh kutu busuk jauh lebih ringan kebusukannya dibanding perilaku para pembusuk negeri nyiur melambai-lambai ini. Semoga.