Kupang, detakpasifik.com – Hingga pekan ketiga Oktober 2022, kasus anak stunting di NTT tersisa 17,7 persen dari 22,5 persen pada periode yang sama tahun silam. Kasus anak stunting terus menurun lantaran kerja kolaborasi semua pihak di provinsi, kabupaten dan kota.
Laporan data kasus stunting di NTT disampaikan Kepala Dinas Kesehatan dan Kependudukan NTT, Ruth Laiskodat, pada rapat koordinasi dinas dan organisasi perangkat daerah level provinsi, di ruang rapat Sekda NTT, lantai 2 Kantor Gubernur NTT, 26 Oktober lalu.
Rapat dipimpin Erni Usboko, Asisten Pemerintah Sekda NTT. Hadir pada kesempatan itu antara lain, para staf khusus Gubernur NTT, dr Stef Bria Seran, Tony Djogo, Anwar Pua Geno dan Pius Rengka.
Hadir pula delegatus Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas Perikanan, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dinas Pemerintahan Desa, BKKBN, dan Badan Pusat Statistik Perwakilan NTT.
Dalam presentasi yang disampaikannya, Ruth Laiskodat menyebutkan, sejak penimbangan masif anak-anak dan bayi di semua kabupaten kota di NTT, tampak jelas kecenderungan kasus stunting terus menurun.
Penurunan itu cukup ekstrem di Kabupaten Sumba Barat Daya. Hal itu terjadi karena pemerintah cq Bupati Kornelis Kodi Mete sangat kuat memberi pengaruh kepada semua elemen kunci di daerah itu.
Penurunan kasus stunting di beberapa kabupaten, meski penurunannya kecil, tetapi beberapa kabupaten lain di NTT kasus stunting tersisa satu digit.
Kata Ruth Laiskodat, target besarnya ialah Agustus 2023, kasus anak stunting di NTT tersisa 9,1 persen. Target itu sama sekali tidak bombastis.
Sangat masuk akal jika pendekatan serius sistematis, masif dan terstruktur dari berbagai elemen. Langkah kolaborasi sebagaimana ditunjukan sejak September 2021 diteruskan sampai stunting di NTT tersisa satu digit bahkan nol persen.
Dari pengalaman penimbangan sistematis dan masif, diperoleh data mengejutkan. Anak-anak yang ditimbang 463.000 lebih, sehingga 98,5 persen anak di NTT telah ditimbang.
Meski diakui 2,78 persen kabupaten atau setara dengan tiga kabupaten yang belum menampakkan perkembangan signifikan. Pemerintah provinsi akan terus pantau kinerja para pemimpin wilayah dan dinas terkait di daerah kasus stunting tersebut.
Data Badan Pusat Statistik NTT nyaris setara dengan data Dinas Kesehatan NTT. Badan Pusat Statistik menyodorkan data 84 persen anak sudah ditimbang. Secara statistika, data Dinas Kesehatan dan BPS secara relatif sama.
Artinya, kecenderungan masifikasi penimbangan berimplikasi pada pengetahuan objektif atas realitas kasus stunting kian terang dan masifikasi solusi telah tampak melalui data tersebut.
Bukan hanya urusan dinkes
Mantan Kepala Dinas Kesehatan NTT dua periode dan Mantan Bupati Malaka, kini Staf Khusus Gubernur NTT bidang kesehatan, dr Stef Bria Seran, menyebutkan, penyelesaian kasus anak stunting di NTT bukan hanya melulu urusan atau tanggung jawab Dinas Kesehatan.
Urusan stunting bermatra ganda. Pertama, bersifat spesifik 30 persen dan kedua bersifat sensitif 70 persen. Artinya mengatasi kasus anak stunting menjadi urusan semua pihak. Karena 70 persen terjadinya kasus stunting disumbangkan dinas dan lembaga lain non Dinas Kesehatan. Maka urusan mengatasi kasus stunting adalah urusan semua dinas terkait sejak calon anak itu di rahim ibunya.
Meski demikian dr Stef gembira. Perolehan atau capaian data yang dipresentasikan Dinas Kesehatan dan Badan Pusat Statistik relatif sama. Kegembiraannya itu terutama karena koordinasi pendataan itu sangatlah penting. Dengan data jelas, solusi pun menjadi terang.
“Kita harus memiliki data dan metode yang sama untuk mengukur dan mendata kasus anak stunting di NTT, supaya tidak ada simpang siur data,” ujar dokter cerdas ini.
Hal sanada disampaikan Tony Djogo. Kata Tony, data sangatlah penting sebagai dasar untuk mengonstruksi kebijakan publik. Salah data salah kebijakan.
Karena itu, perlu dirinci daerah mana di dalam satu kabupaten yang tinggi atau rendah kasus stunting. Harus ditelusuri mengapa rendah dan mengapa tinggi. Data tentang itu sangat penting agar pendekatan pembangunan kena sasaran.
Staf Khusus Gubernur, mantan Ketua DPRD NTT, Anwar Pua Geno menambahkan, kerja kolaborasi dan sinergi lintas sektor dan dinas badan merupakan keniscayaan terbaik untuk solusi kasus stunting di NTT.
Kerja kolaboratif lintas dinas dan badan, merupakan sistem kerja yang selalu didorong Gubernur Viktor Laiskodat. Karena kerja kolaborasi membuahkan perubahan keadaan NTT.
Sementara Pius Rengka berpendapat, data statistik yang ditampilkan Dinas Kesehatan dan BPS NTT, merupakan cerminan atau pantulan kinerja politik birokrasi dalam skema penyelesaian masalah multidimensional di NTT.
Data itu berupa angka statistik yang dapat merepresentasikan narasi politik untuk menjelaskan wajah kinerja birokrasi dan pengorganisasian birokrasi di NTT.
Misalnya, mengapa kasus stunting di Sumba Barat Daya cenderung turun dramatis dan persis sebaliknya dengan kabupaten tetangga Kabupaten Sumba Barat, kasus stunting justru cenderung naik?
Jawaban terduga berdasarkan data, ialah karena pemimpin politik sanggup menggerakkan semua elemen negara, pasar dan civil society dalam perspektif kolaborasi dan sinergitas produktif.
(dp/pr)