Siapa yang memikirkan hal-hal ini dengan tepat kepada dialah seharusnya suara itu diberikan.
Oleh Pius Rengka
Tak lama lagi, rakyat Nusa Tenggara Timur akan dihadapkan pada sebuah keputusan besar, memilih di antara tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang paling layak memimpin. Begitu pula di 22 kabupaten dan kota seantero NTT, di mana setiap pilihan akan mencerminkan harapan dan masa depan yang mereka impikan. Dalam gelora demokrasi yang membara, langkah-langkah ini akan menjadi penentu arah perjalanan daerah yang penuh harapan dan tantangan.
Kepemimpinan yang terampil, bagaikan tangan yang cekatan merajut nasib, tak sekadar mengarahkan, tetapi juga sanggup mendengarkan bisikan rakyat yang terpinggirkan. Seorang pemimpin yang terampil bukan hanya tahu jalan, tetapi mampu menapakinya dengan hati yang sabar dan pikiran yang tajam. Ia adalah perwira yang memimpin dengan teladan, bukan hanya kata-kata. Terjun ke lapangan atau ke medan tempur masalah rakyat itu niscaya memberi cahaya harapan, betapa pun mungkin resistensi yang dihadapi.
Namun, kepemimpinan yang berkepribadian kuat adalah jiwa yang tak mudah goyah oleh badai, gelombang kritikan dan mungkin juga penolakan. Seperti pohon yang berakar dalam, ia teguh berdiri meski angin datang menghantam. Kepemimpinan ini mengalir dari hati yang jujur, keberanian yang tulus, dan visi yang jelas. Jangan pernah risau untuk berpikir besar bahkan mungkin akan dikesankan berbicara besar atau omong besar. Kepribadian yang kuat bukanlah kekakuan, melainkan kedalaman karakter yang mampu menginspirasi dan menyatukan hati. Keduanya, terampil dan berkepribadian kuat, adalah dua sisi dari satu mata uang yang tak ternilai harganya. Mereka berjalan seiring, menorehkan jejak yang tak akan lekang oleh waktu.
Kepemimpinan yang terampil adalah seni yang melibatkan lebih dari sekadar kemampuan teknis atau kecerdasan tak terbantahkan. Ini adalah kemampuan untuk menyelami kebutuhan zaman, tanda-tanda zaman, untuk membaca setiap gejolak hati rakyat, dan untuk memberikan arah yang tepat pada setiap langkah perubahan konteks. Seorang pemimpin terampil adalah mereka yang tahu kapan harus maju dan kapan harus mundur, tahu kapan kata harus diucapkan dan kapan diam menjadi kekuatan. Keterampilan ini dibentuk oleh pengalaman, konteks historis, dipertajam oleh kebijaksanaan.
Namun, keterampilan itu sendiri tak cukup untuk menuntun sebuah daerah menuju puncak kejayaan. Kepemimpinan yang sejati adalah kepemimpinan yang lahir dari kedalaman pribadi, dari kepribadian yang kokoh dan teguh. Kepribadian yang kuat bukanlah soal keberanian semata, tetapi tentang integritas yang tak tergoyahkan, ketulusan yang tak diragukan, dan komitmen yang penuh. Ia adalah pemimpin yang berdiri di depan dengan keteguhan hati, bukan demi kekuasaan, apalagi mengabdi pada pride kekuasaan itu sendiri, tetapi demi cita-cita yang lebih besar dari dirinya sendiri. Bahkan melampaui zaman yang tak semua orang sanggup melihatnya.
Kepemimpinan yang terampil dan berkepribadian kuat adalah dua kekuatan yang tak dapat dipisahkan. Seorang pemimpin yang terampil tahu bagaimana mengelola kekuatan itu, tahu kapan harus mendengarkan, kapan harus memberi, dan kapan harus memberi contoh. Di sisi lain, pemimpin yang berkepribadian kuat membawa keterampilan itu dengan nilai yang lebih luhur, dengan tekad untuk selalu memberi yang terbaik bagi orang banyak. Dalam harmoni keduanya, seorang pemimpin tidak hanya memimpin dengan otoritas, tetapi dengan hati yang penuh empati dan jiwa yang besar.
Di dunia yang terus berubah ini, tantangan bagi seorang pemimpin kian kompleks. Namun, seorang pemimpin yang terampil dan berkepribadian kuat adalah mereka yang mampu mengubah tantangan itu menjadi kesempatan, yang mampu menginspirasi dan membawa orang-orang di sekitarnya untuk bersama-sama meraih masa depan yang lebih baik. Kepemimpinan ini bukan sekadar tentang melangkah lebih cepat, tetapi tentang memastikan setiap langkah itu bermakna resonant.
Dengan demikian, kepemimpinan yang terampil dan berkepribadian bukanlah dua hal yang berdiri terpisah, tetapi dua pilar yang saling menguatkan. Pemimpin yang sejati adalah mereka yang tidak hanya tahu cara memimpin, tetapi juga tahu bagaimana menjadi teladan yang baik bagi mereka yang dipimpinnya. Dalam diri mereka berpadu keterampilan yang dipadu dengan keteguhan hati, menciptakan pemimpin yang mampu membawa perubahan nyata bagi rakyatnya.
Dalam konteks NTT, di mana tantangan sosial, ekonomi, dan pendidikan masih menggunung, kepemimpinan yang terampil dan berkepribadian kuat menjadi sangat penting. NTT, yang terkenal dengan kemiskinan dan keterbelakangannya, menghadapi kenyataan bahwa rakyatnya masih bertarung dengan pendidikan yang rendah, tingkat kemiskinan yang tinggi, dan akses terhadap infrastruktur yang terbatas (darat laut dan udara). Namun, di balik segala keterbatasan ini, NTT menyimpan potensi yang luar biasa, seperti kekayaan alam yang melimpah, pariwisata yang menakjubkan, serta kekuatan sektor pertanian, perternakan, dan kelautan yang belum tergali maksimal. Waktu lima tahun memang tidak terlalu cukup, tetapi waktu tersebut dapat memberi arah getaran ke arah mana perubahan itu mesti diarahkan.
Kepemimpinan yang terampil di NTT harus mampu mengoptimalkan potensi-potensi ini dengan bijaksana. Pemimpin yang terampil tidak hanya melihat kekayaan alam sebagai komoditas untuk dijual, tetapi sebagai modal utama untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan membangun infrastruktur yang lebih baik. Ia harus mampu melihat potensi yang tersembunyi di balik kesulitan, memetakan sumber daya yang ada, dan merancang kebijakan yang dapat mendorong sektor-sektor unggulan daerah seperti pariwisata, pertanian, peternakan, dan kelautan, yang berkelanjutan dan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.
Di sisi lain, kepemimpinan yang berkepribadian kuat sangat diperlukan untuk membangun fondasi karakter di tengah keterpurukan tradisi serba santai ini. Pemimpin NTT harus menjadi simbol keteguhan dan integritas, seseorang yang tidak hanya pintar dalam merancang strategi, tetapi juga mampu memotivasi, mengeksekusi dan menginspirasi rakyatnya untuk bangkit dari keterbelakangan. Kepribadian yang kuat ini diperlukan untuk menumbuhkan rasa percaya diri di kalangan masyarakat, mengajak mereka berjuang bersama, bukan hanya untuk mengejar kemajuan material, tetapi juga untuk membangun kualitas hidup yang lebih baik, menghargai pendidikan, dan memperbaiki kesadaran sosial.
Kepemimpinan yang terampil di NTT harus memahami betul kondisi sosial masyarakat yang mayoritas hidup di pedesaan dengan tingkat akses terhadap pendidikan yang rendah. Oleh karena itu, seorang pemimpin yang berkepribadian kuat harus menumbuhkan budaya pendidikan yang inklusif, yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat di tingkat akar rumput. Ia harus mampu menyentuh hati masyarakat yang terpinggirkan, mendorong mereka untuk menghargai pendidikan sebagai gerbang perubahan, dan memberikan mereka peluang yang lebih baik di masa depan melalui sumberdaya pertanian.
Sebagai contoh, dalam sektor pertanian yang menjadi tulang punggung perekonomian NTT, seorang pemimpin yang terampil harus dapat mengarahkan kebijakan yang mendukung modernisasi pertanian dengan cara yang sesuai dengan kondisi lokal, tanpa menghilangkan kearifan tradisional yang telah lama berkembang. Hal ini bisa dilakukan dengan memperkenalkan teknologi pertanian yang ramah lingkungan, meningkatkan sistem irigasi yang lebih efisien, serta memberikan pelatihan kepada petani agar mereka lebih mandiri dan produktif. Kepemimpinan semacam ini bukan hanya berfokus pada peningkatan hasil pertanian, tetapi juga pada kesejahteraan petani dan pemberdayaan masyarakat desa secara keseluruhan.
Begitu pula dalam sektor kelautan, yang menyimpan potensi luar biasa, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Pemimpin yang terampil harus dapat mengembangkan sektor perikanan dan kelautan dengan memperkenalkan cara-cara yang ramah lingkungan, meningkatkan kualitas produk, serta memperluas pasar ekspor. Di samping itu, ia juga harus mengembangkan kebijakan untuk melindungi ekosistem laut yang rapuh, agar potensi kelautan bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan tanpa merusak alam yang telah memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat pesisir.
Kepribadian yang kuat dalam konteks ini juga harus mampu menanggulangi permasalahan sosial yang ada, seperti kemiskinan, ketimpangan pembangunan antarwilayah, dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Pemimpin NTT harus menjadi pemersatu yang mampu menjembatani perbedaan, menyatukan visi, dan bekerja keras untuk menciptakan pemerataan pembangunan. Ia harus merangkul seluruh lapisan masyarakat, memberi suara kepada mereka yang selama ini terabaikan, dan memberikan harapan bahwa perubahan yang lebih baik itu mungkin terjadi.
Namun, di balik semua keterampilan dan kepribadian kuat itu, yang terpenting adalah visi besar untuk NTT yang lebih maju dan sejahtera. Kepemimpinan yang terampil dan berkepribadian kuat di NTT bukan hanya tentang mengelola potensi sumber daya alam, tetapi juga tentang membangun karakter manusia. Seorang pemimpin harus mampu memandu rakyatnya untuk lebih mengutamakan pendidikan, menghargai keberagaman budaya, serta bekerja keras dan bersama-sama demi masa depan yang lebih cerah. Visi ini harus diterjemahkan dalam setiap kebijakan, dalam setiap langkah yang diambil, agar NTT tidak hanya dikenal karena keindahan alamnya, tetapi juga karena kecerdasan, kedewasaan, dan daya saing warganya.
Dalam dunia yang penuh tantangan ini, NTT membutuhkan pemimpin yang tidak hanya berfokus pada hasil jangka pendek, tetapi juga pada penciptaan fondasi yang kokoh untuk generasi mendatang. Kepemimpinan yang terampil dan berkepribadian kuat adalah kunci untuk membuka potensi besar yang dimiliki oleh NTT, membawa provinsi ini menuju masa depan yang lebih sejahtera, lebih mandiri, dan lebih berkeadilan.
Tahun 2014, Maria Amaryan menulis disertasi doktoral dengan topik The traits and skills of effective political leaders. Dia menyelidiki hubungan antara ciri-ciri dan keterampilan kepribadian dengan kepemimpinan politik yang efektif.
Kepribadian berperan dalam menjelaskan perilaku pemimpin dan efektivitas pemimpin; Keterampilan pemimpin politik juga berkontribusi terhadap efektivitas mereka; Budaya memengaruhi kepemimpinan, dan, oleh karena itu, gaya dan praktik kepemimpinan yang efektif dalam satu budaya belum tentu efektif di budaya lain. Memang, ciri-ciri kepribadian memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepemimpinan politik. Misalnya, ditemukan bahwa harga diri merupakan salah satu sifat terpenting yang harus dimiliki seorang pemimpin.
Selain itu, seorang pemimpin diharapkan memiliki karisma, tetapi sifat ini tidak diperlukan dalam semua situasi. Mengenai keterampilan, disimpulkan bahwa komunikasi, pemecahan masalah, dan negosiasi merupakan keterampilan terpenting untuk kepemimpinan politik yang efektif. Selain itu, perlu ditunjukkan bahwa gaya kepemimpinan politik yang efektif akan bervariasi sesuai dengan situasi di mana pemimpin tersebut berada.
Disimpulkan bahwa budaya suatu daerah dapat memiliki pengaruh besar pada gaya kepemimpinan yang ditunjukkan oleh seseorang. Misalnya, seorang pemimpin Rusia yang efektif diharapkan akan berperilaku secara otoriter. Sebaliknya, seorang pemimpin politik Skandinavia yang efektif kemungkinan besar akan menunjukkan gaya partisipatif. Maria Amaryan menyimpulkan bahwa cara terbaik untuk “menguji” seorang pemimpin adalah dengan melihat kinerjanya dari waktu ke waktu dalam berbagai situasi.
Di dunia saat ini, salah satu hambatan terbesar bagi efektivitas kepemimpinan adalah sikap dan perilaku pemimpin. Dalam jangka pendek, tipe pemimpin yang revolusioner diperlukan untuk membawa perubahan yang dibutuhkan. Namun, dalam jangka panjang, masyarakat sendiri memikul tanggung jawab yang signifikan.
Emmanuel Castells (1996, 2009), mencermati kepemimpinan era sekarang melalui lensa perubahan sosial yang menohok, menyentuh saraf-saraf teknologi, serta memetakan kekuatan-kekuatan yang berinteraksi dalam dunia maya yang penuh kabut. Era ini, adalah dunia di mana teknologi, terutama jaringan internet, telah mengubah struktur kekuasaan dan komunikasi. Kepemimpinan yang ada sekarang bukan lagi hanya soal kekuasaan yang terpusat, tetapi lebih pada kekuasaan yang tersebar, seperti akar pohon yang bercabang-cabang, menghujam dalam-dalam ke dalam lapisan kehidupan manusia.
Kepemimpinan kini, tidak bisa lagi dibatasi oleh batasan geografis dan temporal yang telah ada sebelumnya. Castells berbicara tentang “jaringan” – suatu bentuk tatanan sosial yang tersebar di seluruh dunia. Pemimpin masa kini tidak hanya berkuasa lewat politik formal atau ekonomi semata, melainkan lebih banyak menggunakan media dan informasi sebagai alat yang sangat ampuh, bagaikan sihir dalam dunia yang serba digital ini. Di sini, kepemimpinan kian fluid, fleksibel, dan terikat dalam jaringan, di mana komunikasi lebih mengalir bebas tanpa sekat.
Namun, di balik semua kecanggihan ini, terdapat pula ancaman terhadap demokrasi. Kepemimpinan yang muncul bisa jadi tidak lebih dari ilusi kekuasaan yang dikendalikan oleh sedikit tangan di balik layar teknologi. Dalam dunia yang terhubung erat ini, pemimpin bisa jadi kehilangan jejak dari rakyatnya, terperangkap dalam pusaran data dan informasi yang begitu besar, di mana kepentingan pribadi atau golongan lebih mudah menguasai. Castells mengingatkan kita akan pentingnya kesadaran kritis, agar dalam dunia yang serba transparan tetapi rapuh ini, kita tidak terjerumus ke dalam perangkap manipulasi teknologi.
Kepemimpinan zaman ini, bisa menciptakan kedalaman sosial baru, atau justru menyisakan jurang yang lebih dalam antara yang berkuasa dan yang tertinggal. Maka, dunia kepemimpinan era sekarang ini bukan hanya soal kekuasaan yang terlihat, tetapi lebih kepada seni mengelola jaringan dan membangun hubungan di dunia yang semakin terfragmentasi. Hanya dengan memahami tatanan sosial yang kompleks dan penuh nuansa ini, pemimpin sejati dapat muncul—bukan sebagai penguasa, melainkan sebagai pelayan yang tahu kapan mendengar, kapan harus bertindak, dan bagaimana menjaga keseimbangan dalam dunia yang terus bergerak cepat.
Castells membahas secara mendalam tentang bagaimana jaringan komunikasi dan teknologi informasi mengubah struktur sosial dan ekonomi, serta bagaimana kekuasaan dan kepemimpinan beroperasi dalam dunia yang semakin terhubung ini. Castells mengemukakan konsep “network society”, di mana kekuasaan kini tersebar dalam jaringan yang saling berhubungan. Dia menunjukkan bagaimana kepemimpinan tidak lagi hanya terpusat pada struktur hierarkis tradisional, melainkan juga terbentuk melalui interaksi yang terjadi dalam jaringan global.
Kepemimpinan modern, dalam pandangan Castells, sangat dipengaruhi oleh media digital dan teknologi informasi, di mana siapa yang mengendalikan informasi dan jaringan ini memiliki kekuasaan yang besar. Dalam “Communication Power” (2009), Castells menguraikan bagaimana kekuasaan komunikasi telah menjadi komponen utama dalam pembentukan kepemimpinan di dunia kontemporer, di mana media massa dan platform digital memainkan peran yang semakin dominan.
Saya menyarankan tiga langkah yang tak boleh diabaikan, yang mungkin menjadi kunci pembukaan gerbang kemakmuran bagi NTT.
Pertama, mari kita renungkan serius tentang jagung, yang telah dimasifkan di 16 kabupaten sejak pemerintahan sebelumnya. Jagung ini bukan sekadar tanaman biasa; jagung adalah simbol dari sebuah rencana besar yang melibatkan pabrik pakan ternak. Pabrik ini bukan hanya akan menciptakan peluang kerja, tetapi juga memungkinkan aliran dana triliunan yang seharusnya tidak jatuh ke tangan kapitalis dari luar NTT. Sebaliknya, jagung bisa mengalir di tanah kelahiran kita, memperkaya daerah ini dengan kemandirian yang lebih terjaga.
Kedua, mari kita angkat potensi pariwisata sebagai penggerak utama perekonomian—dengan 45 destinasi yang tak ternilai, NTT memiliki sebuah permata yang tak terbantahkan dalam sektor ini. Pariwisata bukan hanya sumber pendapatan, tetapi juga jendela dunia yang mengenalkan kekayaan alam dan budaya kita kepada dunia.
Ketiga, laut dan perikanan—dua hal yang saling terhubung dengan kekayaan tak terhingga yang terkandung dalam lautan NTT. Di sini, ada potensi besar untuk menjadi pusat protein utama bagi Indonesia, sekaligus memainkan peran penting dalam mengurangi impor garam industri yang membebani negeri ini.
Lebih dari semua itu, kita harus menyambut dengan tangan terbuka era Pasifik yang kian mendekat dan pekat. Di tengah gelombang itu, muncul pertanyaan besar: Apa peran NTT dalam memori besar Pasifik ini? Ini adalah saat yang tepat untuk menggali potensi kita lebih dalam, menyusun langkah yang tegas, dan meraih masa depan dengan penuh keyakinan. Siapa yang memikirkan hal-hal ini dengan tepat kepada dialah seharusnya suara itu diberikan.