Kupang, detakpasifik.com – General Manager (GM) Koperasi Kredit Swasti Sari, Yohanes Sason Helan, adalah seorang profesional handal. Dia merajut manajemen Swasti Sari NTT hingga koperasi ini berhasil mendapuk aset 2 triliun. Jumlah anggota 200.000. Maka institusi ekonomi ini telah fungsional menjadi salah satu elemen bisnis kunci penggerak ekonomi rakyat NTT.
Kesimpulan ini terkuak tatkala diskusi buku Biografi Yohanes Sason Helan digelar di aula pertemuan Kristal Hotel Kupang, Sabtu, 5 Agustus 2023 yang dihadiri ratusan anggota dan undangan serta para narasumber pembedah buku. Tak ayal lagi, koperasi yang dirintis tahun 1990an ini dibangun di atas landasan sangat kokoh. Bagaimana tidak.
Spiritualitas iman sungguh sangat kental mencahayai seluruh kultur kerja karyawannya. Spiritualitas ini ditaburi nilai-nilai keutamaan bisnis, seperti kejujuran dan sikap profesional para pengurusnya. Karenanya, sekat-sekat sosial yang kerap dituding banyak kalangan di banyak institusi sejenis atau institusi lain, bukanlah hambatan serius. “Di Swasti Sari berlaku prinsip tim kerja tanpa sekat, tetapi tim kerja bekerja profesional. Kerja profesional artinya kerja menurut aturan main, jujur dan menyenangkan,” ujar Yohanes Helan yang kerap disapa Pak John ini.
Akibatnya, Koperasi Kredit Swasti Sari kini termasuk salah satu koperasi yang bertumbuh sangat pesat, sehat dan progresif. Kini Sawsati Sari menyebar tidak hanya di seluruh pelosok NTT, tetapi juga merambah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pulau Bali, Jawa Timur, Kalimantan Timur dan kepulauan Riau Sumatera.
Semua capaian ini diakui banyak kalangan diperoleh lantaran contoh sikap GM sendiri. Yohanes Sason Helan sebagai GM selalu tampil kerja keras, kerja tuntas dan cerdas. Teladan kerja seperti ini ditularkannya kepada 500 karyawan Swasti Sari. Karena itu, taklah heran jika kini Koperasi Kredit Swasti Sari menjadi salah satu institusi ekonomi handal. Itu semua merupakan buah manis dan berkat kerja keras seluruh elemen.
Yohanes Sason Helan sendiri percaya bahwa NTT itu pada dirinya sendiri sesungguhnya tidaklah miskin, tetapi NTT belum mengerjakan semua jenis harta kekayaannya sebagaimana sering diucapkan Gubernur NTT Viktor Laiskodat berkali-kali saat melakukan kunjungan kerja ke daerah-daerah.
Dalam sesi kesaksian sejarah hidupnya, Yohanes Sason Helan menyebutkan, demi kemajuan Swasti Sari, dirinya amat kerap meninggalkan keluarga kecilnya yang tercinta. Hal itu harus dilakukannya lantaran Yohanes Sason Helan berjuang agar orang-orang kecil, petani, peternak, nelayan dan pelaku atau penggiat UMKM bergabung berjalan seiring dengan koperasi Swasti Sari.
Dia sangat meyakini bahwa uang manusia NTT seringkali menguap ke luar wilayah NTT. Padahal uang para petani, peternak, nelayan dan pelaku bisnis kecil menengah tidak boleh mengalir keluar NTT (ekstraksi dana), melainkan uang harus berputar di NTT demi memacu perekonomian masyarakat NTT sendiri.
Baca juga:
Agus Adil: NTT Tidak Miskin, Tetapi NTT Belum Mengerjakan Seluruh Kekayaannya
KAGAMA NTT Harus Berperan Aktif dalam Pembangunan di NTT
Jika uang berputar di NTT, maka ekonomi NTT terpacu maju. Jika uang berputar di NTT, maka rakyat NTT lekas keluar dari belenggu rantai kemiskinannya. Disebutkan sebagai contoh antara lain banyak kelompok UMKM yang telah bergabung dengan Swasti Sari terdorong lantaran semangat ini. Bahkan katanya, banyak petani kecil, orang-orang kecil telah berhasil membiayai sekolah putra-putri mereka hingga meraih gelar sarjana.
Karena itu, Kopdit Swasti Sari bukan saja sebuah institusi bisnis untuk kaum kecil, tetapi juga telah berubah menjadi sejenis fenomena ekonomi pembebas manusia-manusia sederhana. Option for the poor. Fenomena itu misalnya, tampak dalam dinamika sosial ekonomi. Swasti Sari dalam dirinya sendiri tergerak untuk menggerakkan masyarakat agar mereka ikut bergerak demi melakukan perubahan sosial ekonomi.
Rahim kebersamaan
Gubernur NTT, Dr. Viktor Bungtilu Laiskodat, S.H., M.Si, dalam sambutan tertulis di buku biografi ini menyebutkan, Kopdit Swasti Sari lahir dari rahim kebersamaan para guru dan pegawai sekolah yang berada di bawah naungan Yayasan Swasti Sari, Keuskupan Agung Kupang. Mereka berusaha mengatasi kesulitan finansial yang mereka hadapi. Secara bersama-sama mereka berpikir bagaimana mengatasi kesulitan-kesulitan hidupnya. Temuan mereka bermuara pada pembentukan Koperasi Kredit.
Kopdit lalu mulai bertumbuh dan berkembang menjangkau begitu banyak orang, keluarga dan masyarakat. Dari Swasti Sari inilah, tulis Viktor Laiskodat, kita banyak belajar untuk mengatasi kesulitan hidup secara bersama. Koperasi ini pun tak bebas dari sejarah kesulitan hidup, jatuh bangun untuk terus maju mencapai cita-cita dan harapannya.
Seperti juga telah banyak ditulis oleh Amartya Sen, bahwa krisis ekonomi dan pengalaman pahit yang menimpa kaum miskin mendorong mereka bangkit dari penderitaannya. Salah satu cara ialah kerja sama dan bekerja sama-sama. Aksi publik merupakan salah satu penciri untuk melepaskan belenggu rantai kemiskinan itu. Intinya kerja sama dan bekerja sama-sama. Hal itu tampak dalam artikel public action and the quality of life in developing countries (Sen, A., 1981).
Buku Biografi Yohanes Sason Helan ditulis oleh salah satu cendekiawan NTT, Kanisius Teobaldus Deki, S.Fil., M.Th. Dia seorang sarjana filsafat jebolan STFK Ledalero, yang kemudian tahun 2000 mengikuti program International Carmelite Studies for Formation di Haifa dan Jerusalem-Israel.
Tahun 2005 menyelesaikan program S2 dengan predikat kelulusan cum laude. Pria kelahiran Tenda, Manggarai, Flores, 1 Juli 1976 ini, menyelesaikan penulisan buku biografi setebal 330 halaman ini, antara lain mengisahkan masa kecil Yohanes Sason Helan. Masa kecil GM Swasti Sari ini telah mengajarkan dirinya untuk bekerja keras, kerja tuntas, tetapi harus jujur, dan setia pada pekerjaan.
Tampil sebagai pembedah adalah Dr. Fritz O. Fanggidae dan Romanus Woga, Wakil Bupati Sikka. Selain para anggota Koperasi Swasti Sari, hadir antara lain para cerdik cendekia NTT dari Undana dan para pengamat sosial dan ekonomi.
(dp/pr)