Kupang, detakpasifik.com – Praktik jurnalisme di Indonesia masih terpengaruh kuat oleh budaya jurnalisme yang lemah verifikasi, mementingkan sensasi dan penuh clickbait. Hal itu disampaikan Wijayanto dalam webinar peringatan hari ulang tahun pertama media online Indodian.com dengan tema “Media: Antara Idealisme dan Pragmatisme” Senin, (9/5/2022). Selain itu, media-media lebih mementingkan perkataan figur yang membuahkan talking journalism.
Wijayanto, Direktur Pusat Media dan Demokrasi pada Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) pun menjelaskan, situasi ekonomi politik di Indonesia, di mana oligarki media atau pemilik media memiliki kedekatan dengan kekuasaan. Akibatnya, membuat lemahnya kritisisme kepada pemerintah, dan bahkan memprioritaskan pemerintah sebagai sumber berita sekaligus sumber kebenaran.
“Kombinasi keduanya melahirkan jurnalisme yang tidak menyampaikan kebenaran, dipenuhi bias, tidak membantu mempersiapkan masyarakat menghadapi krisis, tidak melakukan investigasi terhadap kinerja pemerintah dan menyajikan data pembanding yang valid,” jelas Wijayanto.
Media akhirnya tidak berfungsi sebagai penyampai kebenaran dan loyal kepada publik sebagai prioritas utama, dan tidak melakukan disiplin verifikasi serta memperjuangkan amanat hati nurani rakyat.
Situasi ini semakin memperburuk situasi demokrasi di Indonesia yang tengah mengalami kemunduran. Media gagal menjalankan fungsinya sebagai pilar keempat demokrasi.
Sementara itu, Made Supriatma, peneliti tamu (visiting fellow) pada ISEAS-Yusof Ishak Institute Singapore menyatakan, rendahnya praktik jurnalisme, rusaknya demokrasi, bukan lahir dari media arus utama. Media arus utama selalu berusaha memberikan informasi dan bergerak dalam standar jurnalisme yang sangat tinggi. Tetapi, disinformasi lahir dan masif melalui media sosial.
Menurut Made, sekarang, semua orang bisa menjadi jurnalis tanpa harus memiliki keahlian dan pemahaman mendalam tentang teknik-teknik dasar penulisan berita. ‘Tsunami informasi’ di media-media digital saat ini, yang tidak akurat karena kebanyakan diunggah tanpa terlebih dahulu diverifikasi.
Agar praktik jurnalisme tetap berkualitas, Wijayanto maupun Made Supriatma menyepakati pentingnya manajemen bisnis media yang tepat.
Made menganjurkan agar manajemen media tetap mengusung jurnalisme berkualitas. Dia meyakini, jurnalisme berkualitas akan menarik khalayak pembaca untuk berlangganan. Dan dari sanalah kita memperoleh keuntungan.
(dp/pj/kl)