Keberhasilan penanaman nilai etika Katolik di SMP Bonaventura Sentani tidak terlepas dari keteladanan yang tercermin pada perilaku kepala sekolah dan guru-guru di sekolah.
Oleh Wilhelmus Werong, Mahasiswa Prodi Magister Administrasi Pendidikan FKIP UKSW
Sebuah lembaga pendidikan didirikan untuk tujuan diadakan proses belajar mengajar. Gereja Katolik menyadari betapa pentingnya pendidikan, maka didirikan sekolah-sekolah Katolik di tanah Papua, salah satunya adalah SMP Bonaventura Sentani, di Kabupaten Jayapura, Papua.
Secara umum didirikannya sekolah Katolik di sini adalah untuk membangun karakter dan pemberdayaan manusia. Gereja mendirikan sekolah-sekolah karena gereja memandang sekolah sebagai sarana istimewa untuk memajukan pembentukan manusia seutuhnya. Karena sekolah merupakan pusat pengembangan dan penyampaian konsepsi tertentu tentang dunia, manusia dan sejarah. Karena sekolah merupakan tempat berlangsungnya proses pengajaran dan pembelajaran maka ini berkaitan erat dengan manajemen dan tanggung jawab yang dilakukan di sekolah.
Manajemen sekolah berkaitan erat dengan program kerja sekolah, pengorganisasian kegiatan sekolah, pelaksanaan program kegiatan sekolah, evaluasi program sekolah sehingga peserta didik akan mendapatkan manfaat yang maksimal dari proses pendidikan yang ada di sekolah.
Sekolah sebagai salah satu organisasi ternyata di dalamnya muncul masalah yang berkaitan erat dengan peserta didik yang menjadi perhatian utama kepala sekolah dan guru di sekolah. Kepala sekolah dan guru memiliki peran yang sangat besar dalam menciptakan lingkungan belajar di sekolah yang ramah, aman, nyaman, yang semuanya dapat berpengaruh pada proses pembelajaran, prestasi dan pembentukan karakter peserta didik.
Komunikasi dan kedekatan emosional seorang kepala sekolah dan guru membantu setiap peserta didik untuk menumbuhkembangkan perilaku baik, sehingga penanaman nilai etika Katolik dapat terjadi secara optimal sebagai basis karakter.
Keberhasilan penanaman nilai etika Katolik di SMP Bonaventura Sentani tidak terlepas dari keteladanan yang tercermin pada perilaku kepala sekolah dan guru-guru di sekolah. Karena penanaman nilai etika Katolik sebagai basis karakter melalui keteladanan seorang kepala sekolah, guru-guru dan seluruh warga sekolah lebih banyak keberhasilannya. Setiap interaksi kepala sekolah dan guru-guru dalam kegiatan manajemen sekolah memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi melalui keteladanan, mengajarkan nilai etika Katolik yang merupakan bagian dari akademik kurikulum.
Sekolah sebagai sebuah wadah penguatan pendidikan karakter yang berbasis keagamaan melalui momen belajar dan mengajar dapat memperkokoh kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga agama dan nilai-nilai keagamaan tidak terpisah dari denyut nadi pendidikan. Nilai etika Katolik yang terdapat dalam Kitab Suci yang menjadi landasan dasar karakter agama Katolik adalah cinta kasih, jujur, disiplin, tanggung jawab, rajin bekerja, rendah hati, bijaksana, tidak curang, gembira, damai/harmoni, baik, belas kasih dan adil.
Dalam ajaran Katolik, nilai yang sangat terkenal dan melekat yang mencerminkan perilaku yang luar biasa pada diri Yesus, yaitu ajaran cinta kasih yang menjadi penggerak dan tujuan etika Katolik, sebab cinta kasih mampu mengawetkan karakter kebaikan dasar dari tindakan-tindakan manusia yang dilakukan melalui kegiatan pembiasaan, kegiatan belajar dan manajemen sekolah.
Manajemen sekolah
Manajemen sekolah merupakan keterampilan kepala sekolah dan guru dalam menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kondisi sekolah yang nyaman untuk kegiatan belajar. Lingkungan sekolah yang baik menantang dan merangsang setiap peserta didik untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.
Agar semuanya dapat berjalan dengan baik maka kepala sekolah dan guru harus membuat manajemen sekolah yang di dalamnya termuat rentetan kegiatan sekolah untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi sekolah yang efektif, meliputi: tujuan pengajaran, pengaturan waktu, pengaturan ruangan dan peralatan serta pengelompokan siswa dalam belajar. Fungsi manajemen sekolah merupakan penerapan dari (1) perencanaan program kegiatan sekolah, (2) pengorganisasian kegiatan sekolah, (3) pelaksanaan program kegiatan sekolah, (4) evaluasi program kegiatan sekolah.
Fungsi perencanan program kegiatan sekolah merupakan proses yang melibatkan penentuan sasaran atau tujuan organisasi, menyusun strategi menyeluruh untuk mencapai tujuan sasaran yang ditetapkan, dan mengembangkan rencana kerja secara menyeluruh untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kegiatan sekolah. Perencanaan dalam program kegiatan sekolah memegang peranan penting karena menjadi penentu sekaligus memberikan arah terhadap tujuan yang ingin dicapai.
Fungsi pengorganisasian kegiatan sekolah merupakan rangkaian kegiatan dalam menentukan sumber daya dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi, merancang dan mengembangkan kelompok kerja guru yang mampu membawa organisasi sekolah pada tujuan yang berkaitan dengan tugas seorang kepala sekolah, guru dan kelompok guru dalam tanggung jawab tugas dan fungsi tertentu, mendelegasikan wewenang yang berhubungan dengan keluwesan dalam melaksanakan tugas manajemen sekolah. Dapat disimpulkan bahwa pengorganisasian kegiatan sekolah merupakan rangkaian aktivitas pembagian kerja yang cukup jelas dan terarah dalam rangka mencapai tujuan organisasi sekolah.
Fungsi pelaksanaan program kegiatan sekolah merupakan fungsi utama yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan program kegiatan dan kegiatannya berhubungan langsung dengan guru-guru dan kepala sekolah sebagai pelaksana dari kegiatan tersebut.
Menurut Terry dalam Ismaya (2015: 19), ”Pelaksanaan merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha mencapai sasaran organisasi sekolah dan sasaran organisasi sekolah tersebut para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut.” Sedangkan menurut Werang (2015: 7), “Pelaksanaan merujuk kepada manajemen organisasi untuk mengarahkan pelaksanaan program-program organisasi sekolah kepada visi dan tujuan yang sudah ditetapkan.” Jadi dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program kegiatan sekolah merupakan upaya untuk menjadikan sebuah rencana menjadi kenyataan, melalui berbagai arahan dan motivasi agar setiap guru dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya.
Fungsi evaluasi program sekolah lebih berkaitan dengan pelaporan. Evaluasi tidak terlepas dari rangkaian kegiatan yang bermula dari perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan suatu program. Mengevalusi berarti melihat tingkat kesesuaian antara proses, dengan rencana yang dibuat seberapa tinggi pencapaian dari proses tersebut juga kendala-kendala yang muncul, dan penyimpangan yang terjadi sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam rencana tindak lanjutnya.
Menurut Arikunto dan Jabar (2014: 20), “Evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.” Sedangkan menurut Fattah (2013: 107), “Evaluasi adalah pembuatan pertimbangan menurut suatu perangkat kriteria yang disepakati dan dapat dipertanggunjawabkan dengan tiga faktor penting, yaitu pertimbangan, deskripsi objek penilaian, dan kriteria yang bertanggungjawab.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa evaluasi program sekolah merupakan suatu usaha mengukur tahap pencapaian tujuan yang dirumuskan dan dapat dipertanggungjawabkan yang selanjutnya dapat dipergunakan untuk rencana tindak lanjut dalam mengambil dan menentukan sebuah keputusan.
Tujuan manajemen sekolah adalah titik akhir dari sebuah kegiatan dan dari tujuan itu juga sebagai pangkal tolak pelaksanaan kegiatan selanjutnya. Oleh karena itu kepala sekolah dan guru harus mampu menetapkan tujuan apa yang hendak dicapai dengan kegiatan manajemen sekolah yang dilakukannya.
Sebagaimana dikatakan Djamarah dalam Wayani (2013: 64-65) bahwa tujuan manajemen sekolah adalah (1) untuk mendorong peserta didik mengembangkan tanggung jawab, membantu peserta didik mengetahui perilaku yang sesuai dengan tata tertib sekolah, dan membangkitkan rasa tanggung jawab untuk melibatkan diri dalam tugas dan pada kegiatan yanga diadakan, (2) untuk kepala sekolah dan guru mengembang pemahaman dalam penyajian pelajaran, menyadari kebutuhan peserta didik dan memiliki kemampuan dalam memberikan petunjuk secara jelas kepada peserta didik, mempelajari bagaimana merespon secara efektif terhadap tingkah laku peserta didik yang mengganggu, dan memiliki strategi remedial yang lebih komprehensif.
Menurut Karwati dan Priansa (2014: 28) tujuan manajemen sekolah adalah: (1) anak-anak memberikan respon yang setimpal terhadap perlakuan yang sopan dan penuh perhatian dari orang dewasa, (2) anak-anak akan bekerja dengan rajin dan penuh konsentrasi dalam melakukan sesuai dengan kemampuannya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan manajemen sekolah yang dilakukan kepala sekolah agar semua peserta didik yang ada di sekolah dapat belajar secara efektif, tertib dan efisien. Sedangkan kegiatan manajemen sekolah merupakan kegiatan mendayagunakan sumber daya sekolah dengan berusaha menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman dalam pembelajaran.
Menurut Mudasir (2011: 22-23) bahwa “Prinsip-prinsip manajemen sekolah adalah hangat dan antusias, tantangan, bervariasi, keluwesan, penekanan pada hal-hal positif dan penanaman disiplin diri.” Sedangkan menurut Alma (2014: 84) bahwa “Prinsip-prinsip manajemen sekolah adalah kehangatan dan keantusiasan dalam mengajar dapat menciptakan iklim yang menyenangkan dapat menggunakan kata-kata atau tindakan yang dapat menantang siswa untuk berpikir, guru dapat melakukan variasi, keluwesan guru dalam melaksanakan tugas perlu ditingkatkan, penanaman nilai disiplin diri sendiri merupakan modal dasar guru dan penekanan pada hal-hal yang bersifat positif perlu diperhatikan.”
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip manajemen sekolah dalam pelaksanaan program kegiatan sekolah adalah guru memiliki kehangatan dan keantusiasan memberi tantangan kepada peserta didik untuk berpikir, melakukan variasi, keluwesan, menanamkan disiplin diri kepada setiap peserta didik dan keteladanan sebagai model bagi peserta didik baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat.
Keberhasilan manajemen sekolah berbasis etika Katolik tidak terlepas dari 2 faktor, yaitu faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung dalam manajemen sekolah adalah kurikulum yang digunakan di sekolah sangat besar pengaruhnya terhadap aktivitas sekolah dalam mewujudkan proses belajar mengajar di sekolah, termasuk gedung dan sarana prasarana sekolah lainnya, tenaga pendidik yang mempunyai kualifikasi sesuai bidangnya dan potensi lainnya yang mendukung kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Sedangkan faktor penghambat manajemen sekolah adalah faktor yang datang dari kepala sekolah, guru dan juga dari peserta didik yang kurang sadar dalam memenuhi tugas dan haknya sebagai warga sekolah dan juga faktor lain seperti lingkungan keluarga yang menanamkan kebiasaan yang kurang baik, tidak tertib, tidak patuh pada disiplin, kebebasan yang berlebihan atau terlalu dikekang, hal ini menyebabkan peserta didik melanggar tata tertib sekolah.
Menurut Priansa (2015: 97-98) bahwa, “Kekurangan guru adalah (1) campur tangan guru berlebihan terhadap peserta didik, (2) kesenyapan terlalu lama, (3) ketidaktepatan memulai dan mengakhiri pelajaran, (4) penyimpangan, (5) penggunaan kata/kalimat bertele-tele, (6) pengulangan penjelasan yang tidak perlu, sedangkan masalah yang timbul dari peserta didik adalah perilaku mencari perhatian, perilaku mencari kekuasaan, perilaku mencari balas dendam, dan perilaku pasif.”
Etika Katolik sebagai basis karakter merupakan konsep dasar nilai kehidupan dan pandangan hidup yang dimiliki seseorang atau kelompok orang Katolik mengenai kehidupannya. Apa yang disebut nilai adalah sesuatu yang dipandang berharga dalam kehidupan manusia kristiani yang mempengaruhi sikap hidupnya. Pandangan hidup yang mengandung nilai bersumber dan terikat dengan ajaran agama Katolik sebagai sistem keyakinan yang mendasar, sakral dan menyeluruh mengenai hakikat kehidupan yang pusatnya ialah keyakinan yang bersumber pada ajaran Yesus yang tertulis dalam Kitab Suci.
Artikel ini tidak membahas tentang agama tetapi lebih pada nilai etika Katolik yang menjadi basis karakter yang dimiliki dan dikembangkan pada SMP Bonaventura Sentani, dalam mendidik peserta didiknya menurut Kitab Suci, antara lain: (1) cinta kasih, merupakan keutamaan pokok yang menjadi dasar semua tindakan orang kristiani termasuk dalam pendidikan dan pengajaran di komunitas sekolah Katolik. (2) jujur, diartikan dengan lurus hati, tidak curang, (3) disiplin, dalam ajaran agama Katolik merupakan kesadaran dari setiap individu kepada Tuhan, seperti berdoa, berpuasa, amal, menepati janji.
(4) bertanggung jawab, merupakan kesadaran diri manusia atas sikap dan perbuatannya, juga menerima tugas dan segala konsekuensinya kemudian melakukan dengan setia, (5) rajin bekerja, merupakan keuletan dan tekad bekerja dan belajar keras demi menyelesaikan suatu tugas, (6) rendah hati, merupakan salah satu indikator dari tingginya kecerdasan spiritual seseorang, (7) bijaksana, merupakan suatu kepandaian dalam menggunakan akal budi, bertindak sesuai dengan pikiran dan akal sehat sehingga menghasilkan perilaku yang tepat, yang penuh kebijaksanaan dalam menjalankan tugas.
Sumber utama data dalam artikel ini adalah kata-kata dan tindakan warga sekolah yang diwawancarai, selebihnya seperti dokumen berupa foto, data tertulis dan statistik. Data yang digunakan dalam artikel ini adalah data primer dan sekunder, pemilihan data primer berdasarkan pengalaman langsung dari penulis di SMP Bonaventura Sentani, sehingga sangat akurat. Sumber utama data primer adalah pastor, suster, kepala sekolah, guru mata pelajaran, tata usaha, pengelola lab. komputer dan lab. IPA, cleaning service dan dari peserta didik.
Sedangkan data sekunder diperolah dari Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik Provinsi Papua (YPPK). Proses pengumpulan data lainnya diperoleh dari buku-buku sumber berdasarkan pendapat para ahli. Artikel yang dibuat ini berdasarkan analisis data kualitatif, mengikuti konsep Miler dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Dari hasil wawancara dengan kepala sekolah, guru mata pelajaran tentang nilai etika Katolik yang diterapkan di lingkungan SMP Bonaventura Sentani, antara lain: nilai saling mengasihi, menghargai, jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, persaudaraan, tidak curang, tekun, tidak sombong, doa bersama, peduli kepada sesama dan peduli pada lingkungan.
Etika Katolik tersebut menjadi basis karakter diintegrasikan ke dalam setiap mata pelajaran sehingga memberikan pengalaman bagi peserta didik untuk memahami, menginternalisasikan, dan mengaktualisasikan proses pembelajaran sehingga nilai etika Katolik dapat terserap secara alami lewat kegiatan sehari-hari, sehingga membawa peserta didik mengenal nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara efektif, dan akhirnya ke pengenalan nilai secara nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Secara spesifik, artikel ini lebih membahas etika Katolik yang menjadi salah satu manajemen utama di sekolah ini, etika Katolik menjadi salah satu basis karakter di lingkungan SMP Bonaventura Sentani yang bersumber dari ajaran Yesus yang terdapat dalam Kitab Suci maupun dari dokumen-dokumen ajaran Gereja Katolik.
Berbicara etika Katolik berarti berbicara tentang menanamkan sebuah kebiasaan dengan menunjukkan keteladanan dan perilaku positif yang terus dikembangkan dan didiskusikan oleh kepala sekolah dan seluruh warga sekolah sehingga kemudian menjadi budaya sekolah.
Dari hasil wawancara di SMP Bonaventura Sentani dapat disimpulkan bahwa nilai etika Katolik yang dikembangkan di sekolah ini meliputi: (1) taat ibadah kepada Tuhan, (2) cinta kasih, (3) disiplin, (4) jujur, (5) adil, (6) tanggung jawab, (7) rajin belajar, (8) persaudaraan, (9) belas kasihan, (10) amal kasih, (11) damai, (12) tidak curang, (13) cinta lingkungan.
Dari 13 nilai etika Katolik di atas, dapat diketegorikan menjadi empat kelompok, antara lain: (1) moral, (2) prestasi, (3) berbangsa dan bernegara, (4) intelektual. Semuanya dapat dikembangkan di sekolah melalui: (1) dapat diintegrasikan dalam seluruh mata pelajaran, (2) diintegrasikan dalam kegiatan sehari-hari di lingkungan sekolah, (3) diintegrasikan ke dalam program sekolah, (4) diintegrasikan ke dalam kegiatan ekstrakurikuler, (5) diintegrasikan dengan membangun komunikasi dengan orang tua peserta didik.
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen sekolah berbasis etika Katolik pada SMP Bonaventura Sentani dilakukan dengan baik.
Kesimpulan secara khusus manajemen sekolah berbasis etika Katolik adalah: 1) Perencanaan program kegiatan sekolah di SMP Bonaventura Sentani telah dilaksanakan dengan baik. 2) Pengorganisasian kegiatan sekolah sudah sesuai dengan visi, misi dan tujuan sekolah.
3) Pelaksanaan program kegiatan sekolah sudah dilaksanakan dengan baik, yang berkaitan dengan sarana prasarana, administrasi sekolah, administrasi guru, mengatasi hambatan, menciptakan ketertiban sekolah, memberi motivasi dan bimbingan, membiasakan berdoa sebelum dan setelah selesai pelajaran, membangun dan mengembangkan suasana sekolah dengan prinsip-prinsip ajaran etika Katolik dan menanamkan nilai etika Katolik sebagai basis karakter melalui contoh dan keteladanan guru, kepala sekolah, pengintegrasian ke dalam program sekolah, pengintegrasian melalui kegiatan ekstrakurikuler, dan pengintegrasian melalui komunikasi dan kerja sama yang baik antara orang tua peserta didik dan sekolah.
4) Evaluasi program sekolah dalam mewujudkan manajemen sekolah berbasis etika Katolik di SMP Bonaventura berjalan dengan baik. 5) Faktor pendukung dan penghambat manajemen sekolah. Faktor pendukung sarana prasana yang memadai, letak sekolah yang sangat strategis, tingkat kepercayaan orang tua menyekolahkan anaknya pada SMP Bonaventura Sentani cukup tinggi, guru-guru memiliki kemampuan dan dedikasi dalam mendidik dan membina cukup tinggi dengan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip etika Katolik, mengajar dengan semangat kasih.
Berdasarkan kesimpulan tersebut maka dapat diberikan beberapa saran:
1) Perencanaan program kegiatan sekolah, hendaknya kepala sekolah melibatkan guru dan staf.
2) Pengorganisasian kegiatan sekolah hendaknya melihat keragaman siswa, mengelola partisipasi peserta didik sesuai dengan nilai etika Katolik, visi, misi serta tujuan sekolah.
3) Pelaksanaan program kegiatan sekolah hendaknya betul-betul terintegrasi dalam semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, dan dalam setiap kegiatan di sekolah sehingga betul-betul menjadi budaya sekolah yang tercermin dalam perilaku, kebiasaan dan sikap seluruh warga sekolah.
4) Evaluasi program sekolah, sebaiknya kepala sekolah mengambil kebijakan untuk melakukan supervisi dan monitoring yang berkelanjutan supaya guru dapat melaksanakan tugasnya dan mengamalkan nilai etika Katolik agar terjadi perubahan sikap yang nyata dari guru.
5) Kepala sekolah sebagai pemimpin yang bertanggungjawab dalam kemajuan sekolah dan dalam mengelola budaya sekolah, hendaknya memfungsikan guru dan seluruh warga sekolah sebagai komunitas moral yang bertanggungjawab dalam penanaman nilai etika Katolik sebagai karakter, dan melakukan kerjasama dengan orang tua sebagai mitra dalam usaha penanaman nilai karakter kepada peserta didik.