Masyarakat Desa Lifuleo Mengadu ke DPRD NTT Tuntut Keadilan dari PLN dan PLTU Timor -1

Kupang, detak-pasifik.com- Puluhan warga Desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, menyampaikan keluhan di hadapan Komisi IV DPRD NTT pada Selasa, 14 Januari 2025. Mereka datang untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang terabaikan, terkait dampak negatif yang ditimbulkan oleh keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Timor-1 yang beroperasi di wilayah mereka sejak tahun 2017.

Pada awalnya, kedatangan PLTU Timor-1 yang menjual listrik ke PLN disambut penuh harapan oleh masyarakat Desa Lifuleo, termasuk Dusun Panaf yang terletak di pinggir laut. Dengan latar belakang investasi dengan nilai konstruksi 4,9 triliun rupiah dan kapasitas produksi listrik 100 megawatt, proyek ini dianggap sebagai harapan baru bagi peningkatan kesejahteraan warga. Proyek tersebut dijanjikan mampu membawa perubahan positif bagi kehidupan mereka.

Namun, setelah lima tahun beroperasi, masyarakat mulai merasakan dampak negatif. Pada tahun 2022, mereka mulai mengeluhkan kondisi lingkungan dan infrastruktur yang terpengaruh oleh aktivitas proyek tersebut.

Salah satu masalah terbesar adalah kerusakan jalan yang parah akibat kendaraan berat milik proyek, yang terus melintasi jalanan sempit yang tidak mampu menahan beban besar tersebut. Pada musim hujan, jalan menjadi berlumpur, sementara pada musim kemarau debu bertebaran, merugikan warga yang harus melewati jalan tersebut setiap hari.

Klik dan baca juga:  Jelang Pilgub NTT 2024, Warga Manggarai Raya Semakin Solid Dukung Putra Daerah

Tak hanya itu, warga juga mengeluhkan dampak terhadap mata pencaharian mereka. Rumput laut yang mereka tanam sebagai sumber pendapatan utama tercemar limbah dari pabrik, menyebabkan hasil panen mereka menurun drastis. Meskipun mereka sudah mengadu kepada kepala desa, camat, dan pemerintah daerah, keluhan mereka tidak kunjung mendapatkan tanggapan yang baik.

Puncaknya, pada November 2023, warga Desa Lifuleo mengambil langkah berani dengan menutup satu-satunya jalan yang dilalui oleh kendaraan perusahaan, baik milik PLTU Timor-1 maupun PLN. Aksi ini bertujuan untuk menekan pihak terkait agar mendengarkan aspirasi mereka. Keberanian masyarakat tersebut akhirnya membuahkan hasil, dengan kesediaan pihak perusahaan dan PLN untuk melakukan pertemuan guna mencari solusi.

Dalam pertemuan tersebut, yang melibatkan berbagai pihak, termasuk camat, Danramil, Kapolsek, serta perwakilan dari PT PLN dan PLTU Timor-1, disepakati tiga poin penting.

Klik dan baca juga:  Meskipun Hasil Visum Negatif Hingga Mundurnya Penasihat Hukum, BKH Tetap Rendah Hati Minta Maaf

Pertama, PLN berjanji untuk memperbaiki akses jalan menuju PLTU-1 dan PLTMG Kupang Peaker paling lambat pada 31 Juni 2025. Kedua, pemasangan lampu jalan di wilayah Dusun 1 Nefo sebagai penerangan jalan akan dilaksanakan paling lambat 31 Januari 2025. Ketiga, permohonan lainnya akan dibahas lebih lanjut dengan pihak terkait.

Namun, memasuki tahun 2025, janji PLN tidak kunjung ditepati. PLN belum memenuhi janji mereka terkait perbaikan jalan dan pemasangan lampu jalan, sementara kondisi jalan semakin rusak parah. Selain itu, masalah pencemaran limbah pabrik yang merusak hasil rumput laut terus berlanjut, menambah penderitaan warga yang berharap adanya perubahan nyata.

Tidak puas dengan hasil yang belum terealisasi, masyarakat Desa Lifuleo pun mendatangi gedung DPRD NTT pada Selasa siang. Mereka membawa lima tuntutan utama yang ingin disampaikan kepada anggota dewan untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi IV, Patris Lali Wolo, tersebut dihadiri oleh sejumlah anggota dewan.

Klik dan baca juga:  Demokrat Desak PLN Tangani Keluhan Masyarakat NTT Terkait Pemadaman Listrik Bergilir

Para anggota dewan pun dengan tegas menyatakan komitmen mereka untuk mendalami masalah ini dan akan segera mengundang pihak-pihak terkait, termasuk PLN dan PLTU Timor-1, untuk memberikan klarifikasi dan mempertanggungjawabkan tindakan mereka. Salah satunya disampaikan oleh Celly Ngganggus.

“Kelima tuntutan masyarakat ini juga akan menjadi tuntutan kami. Kami pasti akan berada di pihak bapak mama, dan kami akan meminta pimpinan DPRD agar segera memanggil pihak terkait untuk meminta pertanggungjawaban,” ujar Celly Ngganggus, anggota Komisi IV DPRD NTT. (Juan Pesau)