Menarasikan Kembali NTT: “New Tremendous Treasures”

whatsapp image 2021 10 13 at 21.01.06
Gabriel Mahal. Foto/fb/gabrielmahal.

Oleh Gabriel Mahal

Saatnya kita narasikan kembali NTT. Bukan sebagai nusa tertinggal karena keterbelakangan dan kemiskinan, tetapi sebagai satu nusa penuh harapan, impian dan optimisme untuk berpacu maju menuju masyarakat adil, makmur, sejahtera dalam kesatuan dan keutuhan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menarasikan kembali NTT yang penuh harapan, impian dan optimisme itu tidak berarti kita mengabaikan atau menutup mata terhadap masalah keterbelakangan, kemiskinan, yang merupakan realitas yang kita hadapi. Kita tetap buka mata lebar-lebar terhadap realitas keterbelakangan dan kemiskinan itu. Kita melihat tidak lagi dengan mata penuh genangan air mata lamentatif sambil pasrah “Nanti Tuhan Tolong”. Tidak lagi begitu!

Dalam penarasian kembali NTT, kita melihat realitas keterbelakangan dan kemiskinan sebagai tantangan (challenge) yang menghadirkan peluang (opportunity) untuk berpacu dalam kemajuan menuju masyarakat NTT yang makmur sejahtera.

Dalam penarasian kembali NTT itu kita menerima tantangan itu, dan memilih untuk terus maju dan menikmati perjalanan perubahan ke tujuan yang lebih baik, seperti gambaran kehidupan yang diungkapan Roy T Bennett penulis buku “The Light In the Heart: Inspirational Thoughts for Living Your Best Life” (2020), bahwa kehidupan itu adalah menerima tantangan-tantangan sepanjang perjalanan kehidupan itu, dan memilih untuk terus maju sambil menikmati perjalanan tersebut.

Klik dan baca juga:  Menguatnya Tema Denasionalisasi Negara

Setiap tantangan yang Anda hadapi hari ini, kata Bennet, membuat Anda semakin kuat di hari esok. Tantangan kehidupan itu dimaksudkan untuk bikin Anda lebih baik, bukan lebih buruk.

Kita melihat tantangan itu. Kita menghadapi tantangan itu dengan kesadaran bahwa kunci ke kehidupan itu adalah menerima tantangan-tantangan yang selalu hadir bersamaan dengan peluang (opportunity) untuk perubahan ke arah yang lebih baik. Peluang itu besar sebesar modal yang kita miliki.

Dalam penarasian kembali NTT kita melihat NTT sebagai “New Tremendous Treasures” – harta kekayaan luar biasa yang baru – yang selama ini terkubur dalam narasi NTT sebagai propinsi miskin dan tertinggal.

Kita bisa melitanikan “New Tremendous Treasures” itu mulai dari kekayaan alam NTT dengan segala narasi keindahan dan keunikannya yang merupakan modal ekenomi (economic capital) sampai dengan kekayaaan adat budayanya yang merupakan modal sosial (social capital) yang kesemuanya memberikan peluang besar untuk maju sejahtera.

Klik dan baca juga:  Kemendagri Menilai Enam Kabupaten Minus Inovasi di NTT

Sumber daya manusia di NTT tidak kalah hebatnya juga. Masyarakat NTT itu adalah masyarakat yang cerdas dan kreatif. Kita tidak akan melihat kain-kain tenun dari setiap suku bangsa di NTT jika masyarakat tidak cerdas dan tidak kreatif.

Apa yang kita perlukan untuk menghadapi tantangan kemiskinan dan keterbelakangan, serta memanfaakan peluang dengan memanfaatkan modal (Tremendous Treasures) yang kita miliki?

Perubahan mental, perubahan mindset, dan perilaku (attitude). Kita harus bersama-sama mengubah mental, mindset, perilaku kita dari manusia lama yang terperangkap dalam narasi kemiskinan dan keterbelakangan jadi manusia baru sebagai arsitek perubahan (the architect of change).

Setiap kita mampu jadi arsitek perubahan, mulai dari keluarga kita, lingkungan kita, dan masyarakat luas. Arsitek perubahan itu ditandai dengan kecerdasan bertindak (the intelligence of action). Tidak pasif menunggu datangnya perubahan, tetapi cerdas bertindak untuk melakukan perubahan.

Klik dan baca juga:  Sambo cs, Barabas dan Krisis Pengadilan Pilatus

Harold Wilson, mantan Perdana Menteri Britania Raya, mengatakan, “He who rejects change is the architect of decay. The only human institution which rejects progress is the cemetery” – Dia yang menolak perubahan adalah arsitek kebusukan. Satu-satunya institusi manusia yang menolak kemajuan adalah kuburan/makam.

Kita orang NTT bukanlah penghuni institusi kuburan/makam yang menolak kemajuan tempatnya para arsitek kebusukan (the architect of decay). Kita orang NTT adalah manusia-manusia hidup yang tinggal dalam institusi peradaban manusia. Maka, setiap kita adalah arsitek perubahan.

Menarasikan kembali NTT berarti menarasikan NTT sebagai “New Tremendous Treasures” dengan manusia-manusianya sebagai arsitek perubahan  dalam diri, keluarga, masyarakat untuk mencapai kehidupan yang makmur sejahtera lahir dan batin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *