Oleh Pius Rengka
Calon wali kota-wakil wali kota di Kupang telah jelas. George Hadjoh dan Walde Taek, Jonas Salean dan Aloysius Sukardan, Chris Widodo dan Serena Francis, Jefri Riwu Kore dan Lusia Adinda. Dua incumbent dua pendatang baru. Silakan dipikir dan ditimbang baik-baik siapakah di antaranya yang layak dan pantas dipilih.
Andaikan saya ditanya, siapa gerangan pasangan calon wali kota dan wakil wali kota di Kota Kupang yang sebaiknya dipilih? Saya tidak pernah dan tidak akan pernah ragu menjawab, yang bakal saya pilih adalah pasangan calon yang pintar dan jujur. Pintar dan jujur ini, bagi saya mutlak perlu dan penting. Mengapa?
Pertama, calon yang pintar dapat dipastikan sanggup merumuskan masalah pokok Kota Kupang dengan tepat. Dia pun sanggup merumuskan metode atau cara memecahkan masalah. Rumusan masalah pokok itu tampak melalui aneka narasi dan janji politik yang diucapkannya kepada khalayak ramai.
Janji politik sejatinya adalah pantulan refleksi kritis sang calon terhadap masalah pokok tersebut. Aneka janji politik juga merupakan rumusan cara mengatasi masalah karena sebelum janji politik diucapkan atau dirumuskan, dia telah menemukan masalah pokok rakyat. Dengan mengatasi masalah pokok itu, maka masalah ikutan lain yang ditimbulkan oleh masalah pokok tersebut segera ikut teratasi.
Maka, syarat cerdas sangat perlu dan penting. Jadi, orang cerdas sanggup merumuskan masalah pokok, sekaligus dapat memecahkan masalah itu dengan aneka solusi yang tepat yang termaktub melalui dan di dalam janji-janji politiknya.
Kedua, orang cerdas pasti menolak menggunakan cara kotor dan busuk demi pemenangannya. Orang cerdas menolak menggunakan kampanye negatif dan kampanye hitam, karena kampanye negatif dan kampanye hitam sangat kontroversial. Selain merendahkan dirinya sendiri, tetapi juga menghina substansi kepintarannya.
Kampanye hitam dan kampanye negatif, juga menghina para pemilih, seolah-olah para pemilih adalah kumpulan orang bodoh. Kampanye negatif dan kampanye hitam sering kali tidak fokus pada isu-isu politik substansial malah justru memusatkan perhatian pada karakterisasi negatif lawan politik. Kampanye negatif adalah strategi pemasaran politik tatkala kandidat fokus menyerang lawan-lawannya. Tujuannya, untuk merusak reputasi lawan dan meningkatkan peluang kemenangan sendiri.
Sementara kampanye hitam adalah bentuk ekstrem dari kampanye negatif ketika informasi palsu, menyesatkan, atau bahkan fitnah digunakan untuk merusak reputasi lawan. Orang cerdas pasti tidak pernah dan tak bakal pernah menggunakan akun palsu atau akun yang dipalsukan karena disadarinya akun palsu selain memalsukan subjek akun, tetapi juga membiaskan isu atau tema substansi masalah.
Penggunaan akun palsu adalah awal dari perbuatan busuk. Dan, perbuatan busuk itu hanya sanggup dan mungkin dilakukan oleh penipu. Isu SARA tidak mungkin digunakan orang cerdas, karena orang cerdas fokus pada masalah dan solusi atas masalah.
Kampanye hitam melibatkan penyebaran desas-desus atau informasi yang tidak benar secara sengaja untuk mempengaruhi pemilih dan menciptakan keraguan terhadap lawan politik. Karenanya orang pintar tidak mungkin menggunakan cara demikian sebab orang cerdas adalah seorang edukator politik yang baik dan benar. Demi jangka panjang, edukasi politik itu dipakai sebagai metode penularan nilai-nilai keutamaan politik.
Ketiga, jujur. Calon jujur memastikan diri untuk mempromosikan dan menarasikan serta mengerjakan apa yang diucapkannya atau mengucapkan apa yang dikerjakannya. Dia dapat diandalkan karena dia selalu patuh pada ketentuan hukum. Dia tidak pernah tergoda melakukan tindakan melanggar hukum. Karena itu, dia sanggup terbuka menggelar dirinya, berani menarasikan pengalaman hidupnya, baik terhadap lingkungan keluarganya sendiri, maupun lingkungan kerjanya.
Dia tidak pernah, misalnya, memanipulasi dokumen jenis apa pun yang terpapar pelanggaran etis, moral dan hukum demi kepentingan dirinya sendiri atau demi kelompoknya sendiri. Korupsi atau perbuatan sejenisnya justru akan dilawannya. Orang jujur menolak semua jenis godaan buruk yang memanfaatkan kekuasaan dengan maksud memperkaya diri sendiri atau keluarganya dan atau teman-temannya. Orang jujur akhirnya selalu pasti mengorientasikan seluruh kerjanya untuk mengatasi masalah yang dijanjikannya dalam kampanye atau sejenisnya jika dia nantinya terpilih.
Maka track record calon menjadi urusan sangat penting digelar terbuka. Jangan takut dan risau untuk “telanjang” dan “ditelanjangi”. Sebagaimana ucapan John F. Kennedy mengutip Thomas Carlyle, lebih baik hidup secara jantan daripada mati secara terhormat.
Keempat, calon jujur pasti menolak semua cara dan bentuk money politics. Calon jujur anti membeli suara demi pemenangan elektoralnya. Karena baginya, membeli suara pemilih berarti mendistorsi atau memanipulasi kejujuran pemilih dengan cara membeli kedaulatan mereka, serentak dengan itu bernuansa membeli harga diri sendiri.
Padahal kedaulatan rakyat itulah yang senantiasa diperjuangkan dan ditegakkannya. Orang jujur tidak mungkin menggunakan cara tidak jujur demi pemenangannya. Jujur itu salah satu dari delapan nilai yang diperjuangkan oleh umat manusia di seluruh dunia. Politisi jujur, ingin menjadi bagian dari rombongan warga dunia yang baik dan benar.
Lebih berat lebih ringan
Empat calon wali kota, dua incumbent, dua pendatang baru. Incumbent Jonas Salean dan Jefri Riwu Kore. Pendatang baru George Hadjoh dan Chris Widodo.
Calon incumbent bekerja relatif lebih berat, terutama karena mereka harus mempertanggungjawabkan janji-janji politik sebelumnya. Mereka tidak hanya menarasikan apa yang telah dilakukan sesuai janji-janji politik di masa silam, tetapi secara moral mereka pun wajib mengisahkan kegagalan dan alasan yang masuk akal mengapa gagal dan mengapa berhasil.
Hal itu wajib dilakukan demi menghormati prinsip fairness dalam politik. Politik tidak pernah dan tidak boleh pernah dibelokkan maknanya melalui metode akal bulus atau akal busuk demi kepentingan pemenangan. Politik itu perihal kemuliaan cakrawala pandangan, juga kemuliaan tindakan demi dan hanya sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Pro bonum commune. Politisi itu makhluk terhormat. Di dalam tradisi politik Perancis disebut Noblesse oblige = kehormatan itu membawa serta tanggung jawab = kewajiban yang mulia. Itulah sebabnya di Indonesia ada sapaan “Yang Terhormat” kepada anggota DPR/D.
Jonas Salean dan Jefri Riwu Kore patut jujur menarasikan kembali janji-janji politik yang telah dipenuhi dan yang belum dipenuhi dengan alasan masuk akal. Hal itu diperlukan agar keduanya tidak mudah jatuh dalam lembah tudingan sebagai penipu atau sekadar pembual.
Baik Jonas Salean maupun Jefri Riwu Kore, sama mengalami memimpin Kota Kupang 5 tahun, sehingga jejak prestasi dan kekurangannya dapat dinarasikan kembali atas nama kejujuran sambil meyakini para pemilih tentang kepantasan keduanya dipilih kembali (reelection). Jika banyak janji telah terpenuhi, maka gampanglah mereka memenangkan pemilihan karena keduanya telah tepat janji. Janji itu utang, dan utang harus dibayar. Pacta sunt servanda.
Dua calon pendatang baru, George Hadjoh dan Chris Widodo, bekerja relatif lebih ringan. Keduanya dituntut harus cerdas menarasikan temuannya tentang masalah pokok Kota Kupang, sambil menarasikan solusi konkret. Solusi konkret, dapat dihitung, masuk akal, supaya mudah dicerna khalayak pemilih. Kerjaan keduanya diduga relatif lebih ringan karena track record yang diumumkan merupakan narasi pengalaman hidup masing-masing dalam arena sosial dan urusan privat mereka.
Keduanya memang dikenal oleh warga kota, tetapi track record mereka pun dipanggungkan sebagai bukti dokumen sejarah politik. Reputasi individual keduanya, tentu saja, sangat perlu diceriterakan demi hadirnya wajah kejujuran. Impian membangun Kota Kupang pun patut diwartakan demi kepentingan pemilihan. Sudahlah sewajarnya agar pemimpin merepresentasikan impian bersama rakyatnya.
Meski George Hadjoh, pernah setahun dipercayakan negara memimpin Kota Kupang, tetapi pengalaman setahun itu boleh dinarasikan kembali demi kejujuran pengalaman. Dia berpeluang memimpin Kota Kupang setahun, bukan karena produk dari mesin elektoral. Dia menerima tugas kenegaraan itu karena dia patuh dan disiplin menjalani tugas negara sebagai pemberi kepercayaan itu.
Chris Widodo juga begitu. Tokoh ini, diketahui terpilih dua kali dalam pemilihan umum. Dia diutus ke lembaga legislatif provinsi. Artinya, rakyat mengutusnya untuk memperjuangkan kepentingan rakyat Kota Kupang di level provinsi. Catatan reputatif politik ini, tentu saja, bukan sesuatu yang tidak diperhitungkan. Tak gampang seorang politik terpilih kembali dua periode menjadi anggota legislatif di tengah sengitnya persaingan elektorasi.
Namun, keduanya menghadapi tekanan yang sama. Warga Kota Kupang menuntut mereka untuk menjadikan ini kota sebagai kota pelopor demokrasi, kota budaya, kota contoh kebersihan, kota contoh antikorupsi, kota penuh kebaikan dan kebenaran. Sepertinya semua tuntutan dan keluhan rakyat itu ditimpakan ke atas pundak pendatang baru.
Kebersihan kota merupakan tampilan teras depan peradaban pemimpin. Contoh elegansi politik merupakan idioms politik yang memantulkan peradaban pemimpin kota. Ke arah sana itulah mereka berpikir.
Bagaimanapun, empat calon wali kota ini adalah sedikit manusia istimewa. Itulah mungkin salah satu bahkan satu-satunya alasan penting mengapa partai politik mendukung mereka. Empat calon ini pun manusia langka, karena faktanya tidak semua orang mendapatkan kepercayaan istimewa yang dicalonkan sebagai wali kota sekaliber Kota Kupang. Empat calon ini pun manusia unggul, sejenis residu dari ayakan sosial politik.
Karena itulah, hindarilah membuat tagline, yang menggunakan kata kerja tanpa keterangan (kata benda). Misalnya, khusus untuk para calon incumbent, hindari penggunaan tagline dengan kata, LANJUTKAN…, karena dikhawatirkan setelah kata LANJUTKAN itu ditambah kata kegagalan. Mungkin dimaksudkan “lanjutkan kesuksesan”, tetapi orang pun boleh bertanya kesuksesan apa?
Sebaiknya jauhkan diri dari tagline dengan diksi LANJUTKAN agar kata itu tidak dilanjutkan dengan kata lain yang justru kontroversial, satiris dan sinikal. Apalagi di kota ini banyak orang kritis, kritikus diksi. Banyak orang terpelajar berakal sehat. Sebaiknya para calon jauhkan diri dari kesan konyol, sesat pikir.
Saya tawarkan penggunaan diksi yang terkait dengan kata bernuansa cerdas dan jujur itu. Sebagai orang cerdas, pastilah tahu tagline apa yang pantas memantulkan kecerdasan dan kejujuran. Misalkan, “pilih saya karena saya handal untuk urusan birokrasi. Saya disiplin, saya antikorupsi. Saya jujur. Saya bermoral baik”.
Sebagai penonton setia baliho, saya berharap agar para calon menjauhkan diri dari melukai pohon dan tanaman di kota ini demi kepentingan sosialisasi diri. Saya juga bersaran agar baliho tidak ditayangkan di tikungan gelap, karena dikhawatirkan pelintas malam sepulang mete orang mati, kaget jatuh teroso motor ban gundul.
Disarankan agar partai pengusung calon menawarkan gagasan cerdas kepada kandidatnya. Banyak orang cerdas yang menghuni di rumah partai politik. Mereka pun orang baik dan jujur karena mereka tidak memungut bayaran saat pendaftaran para calon.
Sekian.