Menengok Sepak Bola Argentina Sambil Belajar dari Javier Milei

Foto: Dokumentasi Istimewa.

Sepak bola lalu tak sekadar sebuah jenis olahraga pertandingan, tetapi sekaligus sebuah serial pentas seni yang menghibur otak, juga pelipur lara dari mata mereka yang didera duka.

Catatan Pius Rengka

Sepak bola, memang tak sekadar menendang bola asal ukur kuat. Tak sekadar bergaya menjinakkan bola yang lari liar di lapangan hijau. Bola disepak dari kaki ke kaki, dari tepi kiri ke kanan lapangan, melambung melengkung tepat ke kawan main, lalu digocek mengakali lawan tanding kemudian menggiring hingga hingga tiba di mulut gawang lalu melesat tendangan keras menjinaki penjaga gawang. Gooooooolll.

Sepak bola tentu saja, bukan asal uji postur dan kostum di lapangan hijau, dengan sepatu penuh jahitan luka. Atau asal sepak ke depan meski kawan main terpaksa lari kesetanan lintang pukang mengejar si kulit bundar. Gagal.

Sepak bola itu adalah pantulan cara berpikir para pemain yang menyatu padu dengan otak pelatih. Tarung kecerdasan banyak pihak. Termasuk penonton dari kursi tribun yang membuncah melonjak kegirangan.

Cerita sepak bola di tanah air nyiur melambai-lambai dinodai banyak jenis kenakalan orang dewasa. Juga kejahatan para iblis penjudi bola. Tetapi, kisah Lionel Messi berbeda.

Lionel Messi, pengocek dan pencetak gol presisi Argentina. Dia, mengingatkan kita pada banyak pesepak bola kelas dunia. Tentu saja, masih segar dalam ingatan kita bagaimana David Beckam, pesepak bola Inggris itu, mengoper bola dari rusuk kanan, melengkung persis di posisi kawan main di turbin mulut gawang. Dan, goooool.

Kita pun tahu tendangan super meledak ala Roberto Carlos. Kaki kirinya seperti punya otak dan mata. Gocekan berkelit Neymar, Vinicius Jr membuat lawan tanding bosan merawat kepandaiannya. Bahkan seperti baru belajar sepak bola.

Juga seperti Ronaldinho, pesepak bola indah kelahiran Porto Alegre Brasil itu seperti sedang menari, menendang bola sambil ia sendiri berpaling ke tempat lain sekali.

Wajahnya jauh dari tampan pria atletis, tetapi jutaan manusia dari seluruh penjuru bumi melihat teknik Ronaldinho mengalihkan perhatian ke tempat lain sambil bola dioper ke kawan main lalu dengan gampang menggulirkan si bundar masuk menusuk ke rusuk kiri gawang lawan dan goooolll.

Sekali waktu lawan terkecoh. Gol indah itu pun melesat tepat di rusuk kanan penjaga gawang Inggris. Tendang bebas itu melengkung jauh dan masuk ke jala gawang. Surat kabar dunia mengabarkan tendangan Ronaldinho itu seperti “daun jatuh”.

Penjaga gawang Inggris hanya melongo seperti kena bodoh. Bola tidak berkutik di bawah kakinya. Ronaldinho, diketahui dari nasib sejarah tidak datang dari keluarga kaya. Dia miskin melarat di masa kecil, seperti nasib kebanyakan anak orang kecil dari keluarga miskin di negara dunia ketiga.

Tetapi, namanya kemudian kesohor ke seantero jagat di masa muda hingga sepak bola di kaki Ronaldinho bagaikan sejenis tarian bola indah di lapangan hijau di tengah 22 saksi pemain yang berpeluh dengan sungguh. Riuh gemuruh tepuk tangan dan teriakan penoton seperti musik pengiring goyang samba ala Brasil.

Klik dan baca juga:  Spirit Kepemimpinan Ahok dan Gerakan Sosial Bupati dr Agus Taolin

Ronaldinho pun tersenyum di kulum sambil melambaikan tangan nan santun. Atau kita pun masih mahfum wibawa Zidane di lapangan dan kecepatan lari Kylian Mbappe dari Prancis.

Atau Christiano Ronaldo pemain elok asal Portugal. Dia pun mungkin jauh lebih populer dari siapa pun di jagat ini. Hingga kini Christiano Ronaldo bagai bintang layar lebar menjarah semua perhatian penghuni bumi. Dia kaya raya. Kantung pasokan gaji dan bayarannya hitungan miliar rupiah perpekan. Tetapi dia rendah hati, santun dan jauh dari kabar tak sedap.

Masih banyak nama lain yang membuat kita patut bertanya bagaimana mungkin para pemain hebat dunia itu mengolah bola begitu indah piawai di lapangan, seperti bola dungu itu mengikuti kehendak otak penendangnya? Sepak bola lalu tak sekadar sebuah jenis olahraga pertandingan, tetapi sekaligus sebuah serial pentas seni yang menghibur otak, juga pelipur lara dari mata mereka yang didera duka.

Tentu saja, sepak bola, tidak hanya menendang si kulit bundar menembus gawang yang dikawal ketat, tetapi seperti sebuah pentas tari kolosal di panggung dunia stadion kelas utama.

Kita sama ingat persis, ketika Argentina memenangkan Piala Dunia 2022 di Qatar. Lionel Messi berhasil memimpin tim negaranya kembali mengangkat trophy juara di tengah molek gadis-gadis jelita Timur Tengah.

Pria mungil ini, bukan saja postur tubuhnya mungil, tetapi liat dan terampil mengocek bola hingga lawan tanding di lapangan terkecoh habis. Dia amat jarang tersenyum. Tetapi, dia selalu dilacak jeli oleh para pelatih kelas wahid mana pun di bumi ini.

Rakyat Argentina bangga. Prestasi Argentina meraih trophy, bukan tanpa sejarah dan tidak nihil kisah pilu di negerinya. Perang Malvinas telah banyak dilukiskan sebagai perang saudara satu kepercayaan dua agama. Tetapi, sepak bola menyatukan pihak mana pun dalam satu jenis kompetisi adu taktik, adu kecerdasan ada argumentasi strategi di lapangan.

Maka, ketika tim pulang ke Argentina, rakyat menyambut mereka dengan luar biasa gegap gempita. Seluruh negeri itu gemuruh memeriahkan kemenangan itu seperti dunia ini baru saja diciptakan kemarin pagi.

Kala itu, Presiden Argentina, Alberto Gonzalez mengundang timnas Argentina untuk menerima penghargaan di istana Presiden, tetapi dengan komando sang kapten, timnas Argentina menolak datang dengan alasan tidak mau dijadikan alat politik bagi sang Presiden. Apa pasal?

Saat itu Argentina dihajar situasi ekonomi yang sulit bukan main. Inflasi mencapai 211%/tahun. Supermarket menaikkan harga barang jualan setiap hari sehingga daya beli masyarakat pun tumbang karena daya beli laju menurun. Pemerintah melakukan subsidi dan bansos sebagai alat pencitraan politik belaka. Korupsi merajalela di mana-mana di tiap tingkatan dan jenjang karier.

Klik dan baca juga:  Jalan Pulang Memang Harus Kita Lalui

Javier Milei seorang ekonom. Dialah anggota dewan yang mengeritik kelakuan pemerintah. Kritikannya tajam, pedas, sarkas kasar dan terkesan merendahkan, tetapi berguna bagi khalayak ramai. Tak ayal lagi, namanya pun meroket ke panggung politik Argentina hingga meluap ke seluruh dunia. Rakyat ikutan marah beraduk campur dengan gemuruh dukungan.

Tahun 2023, Javier Milei maju sebagai calon presiden dan menang. Para pesaing politiknya berpandangan, Milei, tukang kritik itu tak bakal berbeda dengan para pendahulunya. Dia pun dituding bakal melakukan korupsi sebagaimana kelakuan buruk pendahulunya. Mereka beralasan, membalikkan situasi ekonomi Argentina ke arah perbaikan, seperti mission impossible, omong kosong besar karena kerusakan ekonomi Argentina sudah begitu buruk, parah sekali.

Milei melakukan apa saja yang mirip dengan apa yang dikritiknya sebelumnya. Hal pertama yang dilakukan Milei adalah membongkar kemunafikan Peso dengan melakukan devaluasi. Dampaknya sangat buruk bagi rakyat. Tambah runyam. Reputasi Javier Milei bagi para pendukungnya, adalah revolusioner yang berani menantang status quo, tetapi bagi para kritikus, ia adalah pemimpin yang berisiko membawa Argentina ke ketidakstabilan yang lebih besar.

Keberhasilannya akan sangat bergantung pada apakah kebijakan ekonominya dapat memperbaiki situasi Argentina yang telah lama terperosok dalam ngarai krisis. Para pendukungnya melihatnya sebagai penyelamat yang akan membebaskan Argentina dari korupsi, hiperinflasi, dan kebijakan sosialisme yang dianggap merusak ekonomi.

Tetapi, para kritikusnya menilainya sebagai sosok yang tidak stabil, tidak memiliki pengalaman memimpin negara, dan berpotensi memperburuk kesenjangan sosial serta merusak institusi negara. Javier Milei adalah seorang ekonom libertarian dan politikus yang terpilih sebagai Presiden Argentina pada tahun 2023. Reputasinya sangat kontroversial dan terpolarisasi, baik di dalam negeri maupun di kancah internasional.

Namun, itu lebih baik daripada menyimpan kebohongan. Selama ini anggaran habis hanya untuk subsidi dan bansos guna menutupi kebobrokan pemerintah yang korup. Bagi Milei, koruptor terbesar adalah bank central dan lebih buruk lagi karena kebijakan fiskal yang korup dan terdistorsi.

APBN dipangkas 40%, segala bentuk subsidi dihapus. Dampak kebijakan ini tentu saja menimbulkan biaya sosial yang besar, memicu resesi, peningkatan pengangguran, dan penurunan upah riil baik di sektor publik maupun swasta. Kemiskinan melonjak hingga 53 persen pada paruh pertama tahun 2024, naik dari 40 persen pada tahun 2023 – lonjakan tertinggi yang tercatat dalam dua dekade.

Sekali lagi Milei yakin dengan kebijakannya. Dia jalan terus, tegak lurus, tidak asal omong. Semua terukur dan Milei yakin dengan kebijakannya. Hasilnya?

Klik dan baca juga:  Moderasi Beragama: Mengulik Kekerasan Simbol Agama

APBN surplus. Ini kali pertama terjadi. Stabilitas ekonomi makronya mengubah persepsi Argentina di pasar. JP Morgan menilai indeks risiko negara, dari 2.000 menjadi 750. Terendah dalam lima tahun. Inflasi bulanan pada November 2024, berada pada angka 2,4 persen. Ini merupakan angka terendah dalam lebih dari empat tahun. Belanja konsumen dan manufaktur menunjukkan peningkatan. Pada bulan September 2024, pertumbuhan upah melampaui inflasi selama enam bulan berturut-turut.

Secara keseluruhan, Bank Dunia memperkirakan resesi tahun 2024 menghasilkan ekspansi ekonomi sebesar 5 persen pada tahun 2025. Tentu angka inklusif bukan absurd seperti sebelumnya. Luar biasa memang.

Argentina itu punya sumber daya alam yang sangat besar. Selama sekian dekade ekonomi diurus oleh para oportunis dan tentu saja para jagal uang negara. Tetapi, sekali lahir pemimpin benar, tidak butuh lama untuk recovery. Nothing to impossible bagi Argentina.

Kehebatan Milei dalam mengelola ekonomi Argentina dari terpuruk menjadi bangkit dengan percaya diri telah menjadi inspirasi banyak pemimpin dunia. Bahkan, Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump, berulang kali memuji Milei, menyebutnya sebagai “presiden favoritnya”.

Elon Musk dan Vivek Ramaswamy terobsesi mengikuti gaya kepemimpinan Milei yang punya nyali besar merampingkan APBN dan sekaligus mampu memitigasi dampak politik dari kebijakannya dan tentunya karena dia cepat sekali bisa membuktikan janjinya.

Menengok sepak bola Argentina sambil belajar dari Javier Milei, saya kembali mengenang Indonesia. Usai Joko Widodo memimpin ini negeri 10 tahun, ekonomi memang berjalan stabil, tetapi korupsi masih merajai ceritera dari hari ke hari dari waktu ke waktu. Korupsi seperti sejenis minat seni temuan baru di tanah air. Tak hanya pejabat eksekutif, tetapi melibatkan banyak pihak, termasuk aparat penegak hukum.

Kisah kejahatan masif tak lepas dari keterlibatan aparat negara. Ceritera oligarki serakah tak jauh dari persekongkolan jahat dengan aparatur negara. Sementara itu, perkembangan sepak bola di negeri nyiur melambai-lambai itu kian mekar. Pelatih diganti, presiden pun telah berganti. Angin musim telah berganti. Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memimpin negeri ini dengan dukungan legitimasi yang penuh.

Janji berantas korupsi mesti menyata. Kenyataannya, dua bulan setelah dilantik, petugas hukum di Mahkamah Agung diringkus. Dia makelar kasus. Diharapkan banyak kasus lain mesti diurus hingga tuntas. Prabowo membawa janji. Sepantasnya beliau tidak hanya menjadi Bapak Perjanjian bagi bangsa yang menyedihkan ini. Belajar dari Javier Milei. Selamat bekerja Bapak Presiden.