Berada dalam sebuah hubungan yang tidak memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini dianggap bermasalah dan disfungsional menurut definisi siapa pun.
Oleh Gery Karantzas, Professor in Social Psychology/Relationship Science, Deakin University
Perselingkuhan Barnaby Joyce dengan stafnya, Vikki Campion, dan kejatuhannya dari posisi Wakil Perdana Menteri Australia dan ketua Partai Nasional menjadi berita utama selama berminggu-minggu pada 2018. Hal ini tidaklah mengherankan. Dari politikus hingga aktor dan penghibur, kisah-kisah tentang orang-orang terkenal yang ketahuan berselingkuh dengan pasangannya sering menjadi berita utama.
Kita percaya bahwa satu pasangan romantis ada untuk memberikan kita cinta, kenyamanan, dan keamanan. Jadi, orang-orang dengan cepat membuat penilaian dan menyalahkan pelaku atas apa yang mereka lihat sebagai pelanggaran signifikan terhadap norma-norma hubungan dan pengkhianatan kepercayaan. Perselingkuhan menyoroti potensi kerapuhan hubungan terdekat dan terpenting kita.
Namun, terlepas dari kepercayaan umum bahwa perselingkuhan adalah hasil dari orang-orang yang tidak bermoral dan memiliki hasrat seksual yang berlebihan yang ingin mendapatkan kue dan memakannya juga, kenyataannya perselingkuhan jauh lebih beragam. Misalnya, perselingkuhan jarang sekali hanya tentang seks. Faktanya, jika menyangkut perselingkuhan yang murni karena seks, angka rata-rata kejadiannya dari berbagai penelitian adalah hanya sekitar 20% dari semua pasangan. Namun, angka ini meningkat menjadi sekitar sepertiga dari pasangan ketika kita memasukkan perselingkuhan emosional.
Perselingkuhan pada umumnya merupakan tanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam hubungan seseorang. Tanpa keterampilan yang diperlukan untuk menyembuhkan masalah, pasangan mungkin terlibat dalam perselingkuhan sebagai cara yang tidak tepat untuk memenuhi kebutuhan mereka – apakah itu untuk keintiman, untuk merasa dihargai, untuk merasakan lebih banyak seks, dan sebagainya.
Jadi, pasangan yang berselingkuh memandang hubungan dengan orang yang lain sebagai cara yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut daripada hubungan yang sudah ada.
Siapa pelakunya? Mengapa selingkuh?
Penelitian tentang mengapa orang berselingkuh sangat banyak dan beragam. Beberapa menemukan bahwa orang yang tidak memiliki sifat-sifat seperti kesesuaian dan ketelitian lebih cenderung untuk bermain seks bebas, seperti halnya mereka yang memiliki sifat-sifat neurotik dan narsistik yang lebih tinggi. Penelitian lain menemukan bahwa perselingkuhan lebih mungkin terjadi di antara orang-orang yang memiliki pandangan yang tidak terlalu ketat tentang seks, seperti bahwa kita tidak perlu membatasi diri pada satu pasangan seksual.
Faktor penting lainnya berkaitan dengan komitmen seseorang terhadap pasangannya dan kepuasan hubungan. Mereka yang memiliki nilai rendah dalam hal ini tampaknya lebih mungkin untuk berselingkuh. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa salah satu prediktor terbesar untuk berselingkuh adalah pernah berselingkuh sebelumnya.
Sebuah survei terhadap 5.000 orang di Inggris menemukan kesamaan yang mencolok antara alasan perselingkuhan laki-laki dan perempuan, dan hasilnya hanya sedikit selingkuh yang memprioritaskan seks. Lima alasan teratas bagi perempuan berselingkuh terkait kurangnya keintiman emosional (84%), kurangnya komunikasi antara pasangan (75%), kelelahan (32%), sejarah buruk dengan seks atau pelecehan (26%), dan kurangnya ketertarikan pada seks dengan pasangan saat ini (23%).
Untuk laki-laki, alasannya adalah kurangnya komunikasi antara pasangan (68%), stres (63%), disfungsi seksual dengan pasangan saat ini (44%), kurangnya keintiman emosional (38%) dan kelelahan atau kelelahan kronis (31%).
Jadi, jika kita mengalami kesulitan untuk benar-benar berkomunikasi dengan pasangan kita, atau mereka tidak membuat kita merasa dihargai, kita mungkin akan lebih mungkin untuk berselingkuh. Orang-orang perlu menginvestasikan waktu dan energi ke dalam hubungan mereka. Mengalami kelelahan kronis selama bertahun-tahun berarti kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan yang diperlukan untuk menjaga hubungan tetap kuat juga terganggu.
Sementara beberapa pasangan melaporkan alasan tambahan yang dapat mencakup keinginan yang lebih besar untuk berhubungan seks, sebagian besar berbicara tentang masalah yang berada di dalam pasangan atau di luar hubungan. Yang terakhir ini dapat berupa stresor yang menantang kemampuan pasangan untuk membuat hubungan tersebut berhasil.
Jika kamu mengalami kesulitan dalam hubungan, mencari bantuan dari seorang terapis mungkin dapat mengurangi faktor risiko yang dapat menyebabkan perselingkuhan.
Keterbukaan dan terapi
Beberapa orang memilih untuk merahasiakan perselingkuhan mereka karena mereka mungkin ingin perselingkuhan itu terus berlanjut, merasa sangat bersalah, atau merasa bahwa mereka sedang melindungi perasaan pasangan mereka.
Namun, rahasia hanya akan melanggengkan pengkhianatan. Jika seseorang serius untuk memperbaiki hubungan mereka yang ada, maka pengungkapan diperlukan, bersama dengan mencari bimbingan profesional untuk mendukung pasangan melalui masa-masa sulit menuju pemulihan.
Sebagian besar terapis hubungan menunjukkan masalah seputar perselingkuhan dapat diperbaiki melalui terapi. Tapi mereka juga melaporkan bahwa perselingkuhan sebagai salah satu masalah yang paling sulit untuk diatasi dalam hal membangun kembali sebuah hubungan.
Ada berbagai pendekatan berbasis bukti untuk menangani perselingkuhan, tetapi sebagian besar mengakui bahwa tindakan tersebut dapat dialami sebagai bentuk trauma oleh orang yang dikhianati karena telah dilanggarnya asumsi dasar tentang pasangan mereka. Hal ini termasuk kepercayaan dan keyakinan bahwa pasangannya ada untuk memberikan cinta dan rasa aman, bukan untuk menyakiti.
Namun, bukan hanya orang yang dikhianati yang dapat mengalami masalah kesehatan mental. Penelitian telah menemukan bahwa, ketika perselingkuhan terungkap, kedua pasangan dapat mengalami masalah kesehatan mental termasuk kecemasan, depresi, dan pikiran untuk bunuh diri. Bisa juga terjadi peningkatan kekerasan emosional dan fisik dalam pasangan.
Jadi, pasangan seharusnya mencari bantuan profesional untuk menangani akibat dari perselingkuhan, tidak hanya untuk memulihkan hubungan mereka, tetapi juga untuk kesehatan psikologis mereka sendiri.
Ada banyak pendekatan untuk konseling pasangan setelah perselingkuhan, tetapi secara umum, ini adalah tentang mengatasi masalah yang memicu dan melanggengkan perselingkuhan. Salah satu metode yang paling komprehensif untuk membantu pasangan memperbaiki masalah ini adalah dengan menangani dampak awal dari perselingkuhan, mengembangkan pemahaman bersama mengenai konteks perselingkuhan, memaafkan, dan melanjutkan hidup.
Merespons perselingkuhan: bertahan atau pergi
Secara keseluruhan, terapi tampaknya berhasil untuk sekitar dua pertiga pasangan yang pernah mengalami perselingkuhan. Jika pasangan memutuskan untuk tetap bersama, mereka harus mengidentifikasi area-area yang perlu diperbaiki dan berkomitmen untuk memperbaikinya.
Penting juga untuk membangun kembali kepercayaan. Terapis dapat membantu pasangan untuk mengakui area-area hubungan di mana kepercayaan telah dibangun kembali. Kemudian pasangan yang dikhianati dapat secara progresif dihadapkan pada situasi yang memberikan kepastian lebih lanjut bahwa mereka dapat memercayai pasangannya tanpa harus terus-menerus memeriksanya.
Namun, jika terapi berhasil untuk dua pertiga pasangan, maka sepertiga lainnya tidak mengalami perbaikan. Lalu bagaimana? Jika hubungan ditandai dengan banyak konflik yang tidak terselesaikan, permusuhan, dan kurangnya kepedulian satu sama lain, mungkin yang terbaik adalah mengakhirinya. Pada akhirnya, hubungan memiliki fungsi untuk memenuhi kebutuhan keterikatan kita akan cinta, kenyamanan, dan keamanan.
Berada dalam sebuah hubungan yang tidak memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini dianggap bermasalah dan disfungsional menurut definisi siapa pun.
Namun, mengakhiri sebuah hubungan tidak pernah mudah karena keterikatan yang kita kembangkan dengan pasangan romantis kita. Meskipun dalam beberapa hubungan, kebutuhan keterikatan kita cenderung tidak terpenuhi, hal itu tidak menghentikan kita untuk percaya bahwa pasangan kita akan (suatu hari nanti) memenuhi kebutuhan kita.
Akhir sebuah hubungan yang akan datang membuat kita mengalami apa yang disebut sebagai “tekanan perpisahan”. Kita tidak hanya bersedih karena kehilangan hubungan (tidak peduli seberapa baik atau buruknya), tetapi kita juga bersedih karena tidak tahu apakah kita akan menemukan orang lain yang dapat memenuhi kebutuhan kita.
Periode kesedihan karena perpisahan berbeda-beda pada setiap orang. Beberapa orang mungkin percaya bahwa ada baiknya merayakan berakhirnya hubungan yang beracun, tetapi mereka akan tetap mengalami kesedihan dalam satu atau lain bentuk. Jika pasangan memutuskan untuk mengakhiri hubungan dan masih dalam terapi, terapis dapat membantu mereka mengatasi keputusan mereka dengan cara yang meminimalkan perasaan sakit hati.
Jadi, perselingkuhan bukanlah tentang seks dan lebih banyak tentang masalah hati dan pencarian yang salah arah untuk memenuhi kebutuhan hubungan seseorang. Masalahnya adalah bahwa beberapa orang memilih untuk mencari kebutuhan hubungan mereka dalam pelukan orang lain daripada memperbaiki hubungan mereka yang sudah ada.
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
Demetrius Adyatma Pangestu dari Universitas Bina Nusantara menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.
Redaksi detakpasifik.com mendapatkan izin republikasi dari tim The Conversation Indonesia.