Menyambut 100 Hari Kerja, Melki Laka Lena Duduk Bersama Wartawan Tanpa Sekat

IMG 20250511 WA0023

Oleh Juan Pesau, Pemimpin Umum detak-pasifik.com

Sabtu pagi, 10 Mei 2025. Udara masih segar usai Car Free Day di Jalan El Tari, Kupang. Di Aula Rumah Jabatan Gubernur Nusa Tenggara Timur, suasana tampak ramai. Puluhan wartawan dari berbagai media TV, radio, cetak, hingga online telah lebih dulu memenuhi ruangan. Mereka menanti orang nomor satu di provinsi ini, Gubernur Melki Laka Lena.

Tepat pukul 07.00 WITA, tanpa seragam resmi dan dengan keringat sisa berolahraga, Gubernur Melki memasuki aula. Tidak ada iring-iringan, tidak ada formalitas berlebihan. Ia datang dengan langkah santai, senyum lebar, dan semangat yang tampak tulus untuk bertemu para jurnalis.

Yang menarik, Melki tak langsung menuju kursi depan yang sudah disiapkan protokoler. Ia justru memilih duduk di antara para wartawan. “Kursi yang di depan itu tidak usah dipakai, saya duduk di sini saja. Dengan wartawan ini santai saja,” katanya dengan penuh senyum di wajahnya. Keputusannya ini langsung memecah suasana jadi lebih cair. Beberapa wartawan tersenyum, ada yang langsung mengangkat kamera, dan sebagian lainnya menyodorkan tangan untuk bersalaman.

Hadir pula dalam pertemuan itu Sekretaris Daerah NTT, Kosmas Lana, serta sejumlah pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang tampak datang setelah gubernurnya. Dalam suasana informal itu, pertemuan dimulai. Gubernur Melki membuka acara dengan paparan sekitar 40 menit—tanpa teks, tanpa podium. Ia menyampaikan pencapaian-pencapaian awal pemerintahannya bersama Wakil Gubernur Johni Asadoma menjelang 100 hari kerja.

Melki menyampaikan berbagai hal: efisiensi anggaran, pembenahan birokrasi, hingga upaya membuka komunikasi lebih luas dengan masyarakat. Seusai ia bicara, satu per satu pimpinan OPD diberi ruang untuk mempresentasikan kegiatan di dinas masing-masing. Dari sektor pendidikan hingga pertanian, semuanya dibuka transparan di depan media.

Namun, ini bukan sekadar ruang satu arah. Para jurnalis pun diberi panggung. Mereka bergantian bertanya, mengkritik, dan memberi masukan. Mulai dari soal transparansi data, keterbukaan informasi publik, hingga harapan agar pemerintah tidak alergi pada kritik. Melki menyimak semua dengan sabar, mencatat, dan sesekali membalas dengan humor khasnya yang membuat ruangan kembali riuh tawa.

Pertemuan itu juga diselingi dengan makan bersama. Nasi kotak dan kopi panas disajikan tanpa prasmanan mewah. Semua terasa hangat, seperti obrolan yang terjalin akrab pagi itu.

Apa yang dilakukan Melki Laka Lena pagi itu mungkin terlihat sederhana. Tapi di tengah maraknya sekat antara pemimpin dan publik, kehadiran Melki di tengah wartawan seperti napas segar. Ia tidak hanya mendengar, tapi hadir dan menyatu. Dalam dunia politik yang penuh formalitas, sesi pagi itu adalah pengingat bahwa kepemimpinan juga tentang merendah untuk merangkul.

Menjelang 100 hari pemerintahannya, mungkin masih banyak PR yang harus diselesaikan. Tapi dari pertemuan Sabtu pagi itu, satu hal jelas: komunikasi yang terbuka adalah langkah awal untuk perubahan nyata.