Menyelami Kekayaan Budaya Indonesia: 13 Mahasiswa KEIO University Membuat Tumpeng di UKSW

Salatiga, detak-pasifik.com- Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) melalui Language Training Center (LTC) kembali menjadi saksi perjumpaan budaya yang begitu kaya dan penuh warna, belum lama ini. Melalui Program Intensif Bahasa & Budaya Indonesia (PIBBI) KEIO, sebanyak 13 mahasiswa dari KEIO University, Jepang, menghabiskan dua minggu di Salatiga dan sekitarnya, menyelami bahasa serta budaya Indonesia dalam nuansa akademik yang intensif namun tetap menyenangkan.

Momen pembelajaran bahasa dan budaya mahasiswa Jepang di UKSW terasa istimewa. Mereka tidak sekadar belajar bahasa Indonesia dalam ruang kelas, tetapi juga mengalami budaya secara langsung. Kali ini, bersama mahasiswa UKSW, mereka diajak membuat tumpeng, ikon kuliner khas Indonesia yang sarat akan filosofi. Dengan teliti dan penuh antusiasme, mereka menata nasi berbentuk kerucut yang melambangkan harapan serta kesejahteraan, dihiasi beragam lauk yang kaya akan rasa dan makna.

Kei, salah satu mahasiswa peserta, berbagi pengalamannya, “Membuat tumpeng itu sulit, terutama membentuknya dengan sempurna. Tapi rasanya enak! Sedikit pedas, tapi saya sudah terbiasa. Secara umum, saya sangat menyukai makanan Indonesia,” katanya antusias.

Perjalanan mahasiswa Jepang ini dalam memahami budaya Indonesia tak dimulai hari ini. Sebelumnya, mereka telah menyusuri lorong-lorong pasar tradisional Salatiga. Pengalaman tawar-menawar dengan pedagang lokal menjadi pelajaran komunikasi yang tak didapatkan di ruang kelas.

Klik dan baca juga:  UKSW dan GPIB Perkuat Sinergi dalam Persidangan Sinode Tahunan 2025

Di minggu selanjutnya mereka akan mengunjungi Pura Adhya Dharma, menggali makna spiritual dalam keberagaman Indonesia. Lebih dari itu, program PIBBI KEIO juga menggelar sesi culture sharing dengan mahasiswa dari Program Studi (Prodi) Bachelor of International Primary Education (BIPE) UKSW. Mahasiswa UKSW akan memperkenalkan permainan tradisional seperti engklek dan gobak sodor, sementara mahasiswa Jepang memperkenalkan permainan khas dari Negeri Sakura.

Tidak hanya sekadar belajar bahasa, pengalaman tinggal bersama keluarga angkat atau homestay memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang kehidupan di Indonesia. Ayano, salah satu peserta program, menceritakan kesannya, “Saat saya sakit, nenek di homestay memasakkan bubur untuk saya. Saya sangat tersentuh. Orang Indonesia sangat baik,”katanya penuh haru.

Kepala Sub Bagian LTC R.P.N. Dian Widi Sasanti, S.Pd., menegaskan bahwa program PIBBI telah berjalan sejak 1973, sementara mahasiswa Keio mulai rutin mengikuti PIBBI sejak tahun 2008. “PIBBI mengombinasikan pembelajaran bahasa dengan budaya. Kami ingin mahasiswa Jepang tidak hanya memahami tata bahasa, tetapi juga menangkap esensi kehidupan masyarakat Indonesia. Mereka belajar tidak hanya di kelas, tetapi juga dari interaksi sehari-hari dengan mahasiswa UKSW,”jelasnya.

Dian juga berharap bahwa melalui program ini, mahasiswa Keio tidak hanya membawa pulang pengalaman menyenangkan, tetapi juga pemahaman yang lebih dalam tentang Indonesia. “Semoga akan ada lebih banyak lagi mahasiswa asing yang dapat merasakan pengalaman belajar di UKSW,” tutup Dian dengan penuh harapan.

Klik dan baca juga:  Pandemi Covid-19 Membuka Peluang Pengembangan Digitalisasi Pelayanan Publik

Visiting Associate Professor Keio University Petrus Ari Santoso, MA., menambahkan bahwa UKSW dipilih sebagai lokasi program bukan hanya karena kualitas akademiknya, tetapi juga karena Salatiga yang dikenal sebagai kota yang aman dan nyaman bagi mahasiswa asing. “Salatiga adalah kota yang sangat aman bagi mahasiswa internasional, terutama bagi mereka yang pertama kali datang ke Indonesia. UKSW juga sangat mendukung program ini, seperti misalnya membuka kelas gamelan sesuai permintaan kami,” jelasnya.

Lebih jauh, ia berharap program PIBBI ini dapat terus berkembang dan menarik lebih banyak peserta. “Mahasiswa Keio sangat antusias mempelajari bahasa Indonesia, meskipun bukan mata kuliah wajib. Program ini juga membuka peluang bagi mereka untuk melanjutkan studi di Indonesia melalui beasiswa Darmasiswa yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia. Mereka inilah nanti yang akan memperkenalkan budaya Indonesia kepada teman-temannya di Jepang,” tandasnya.

Dengan kegiatan yang semakin bervariasi dari tahun ke tahun, PIBBI KEIO di UKSW menjadi bukti nyata bagaimana bahasa dan budaya dapat menjadi jembatan yang mempererat hubungan antarbangsa. Harapannya, program ini terus berkembang dan mampu menarik lebih banyak peserta dari berbagai negara, sehingga semangat berbagi dan belajar tentang Indonesia terus menyala di hati para pelajar dunia.

Klik dan baca juga:  Sapta Windu Fakultas Teologi: UKSW Dukung Pluralisme dan Merangkul Perbedaan

PIBBI merupakan salah satu program internasional yang ada di UKSW, dan telah dimulai sejak tahun 1973. Sampai saat ini lebih dari 4.000 peserta asing datang dari berbagai belahan dunia untuk belajar bahasa dan budaya Indonesia di LTC UKSW. Program ini juga menawarkan kelas budaya yang menarik seperti membatik, memasak makanan tradisional, pencak silat, dan karawitan. Selain PIBBI KEIO, LTC UKSW juga menyelenggarakan PIBBI Australian Consortium for in Country Indonesian Studies (ACICIS), dan juga PIBBI Reguler.

Melalui kegiatan ini, UKSW mengukuhkan komitmennya dalam mendukung pencapaian Sustainable Development Goals(SDGs) ke-4 (pendidikan berkualitas), SDGs (berkurangnya kesenjangan), serta SDG ke-17 (kemitraan untuk mencapai tujuan).* (WT/DE)