Kupang, detakpasifik.com – Salah satu bahaya yang dikhawatirkan seiring menguatnya peran digital ialah ratio (akal budi) meminggirkan fides (iman). Kekhawatiran itu diungkapkan oleh Rektor Universitas Widya Mandira (UNWIRA), P. Philipus Tule, PhD, di Aula Rektorat, Penfui, Kupang, Rabu, 15 Januari 2025.
Pernyataan itu dikemukakan Rektor, saat islamolog dan antropolog ini merefleksikan 150 tahun karya St. Arnoldus Janssen dalam khotbah dan renungannya yang bersaksi tentang terang dari segala penjuru bagi setiap orang di depan para dosen, mahasiswa, karyawan dan para pengurus yayasan universitas dan undangan dari Bank NTT itu. Terkait kekhawatiran itu, Paus Yohanes Paulus II telah mengingatkan bahaya ini melalui Ensiklik Fides et Ratio yang dipublikasikan pada 14 September 1998 silam.
Ensiklik itu menekankan keserasian antara iman dan akal budi. Sri Paus percaya bahwa iman dan akal budi tak hanya sepadan, tetapi juga penting dan bermanfaat bagi satu sama lain.
Dikatakan, iman tanpa akal budi akan menjurus pada takhayul (supertisi). Akal budi tanpa iman akan menjurus pada kegelapan nihilisme dan relativisme. Karena itu kita harus awas terhadap godaan untuk menyamakan suatu aliran tertentu dengan filosofi seluruhnya. Dalam kasus-kasus tersebut, kita secara jelas berurusan dengan kesombongan filosofis yang berusaha mengajukan pandangan yang berat sebelah dan tidak sempurna sebagai suatu tafsiran lengkap akan semua kenyataan.
Terkait dengan konteks itu, spiritualitas ajaran seorang imam yang kudus dan pelindung UNWIRA, Arnoldus Janssen niscaya menginspirasi semua pihak di lingkungan UNWIRA melalui tema: Bersaksi Tentang Terang dari Segala Penjuru Bagi Setiap Orang. Hal itu menunjukkan bahwa UNWIRA dan segenap civitas academicanya tetap menempatkan spiritualitas Arnoldus sebagai pedoman hidup dan karyanya.
Arnoldus adalah seorang Pastor Bonus, romo diosesan dari gereja lokal yang mengglobal. Arnoldus adalah seorang guru matematika yang senantiasa merujuk pada sang Guru Ilahi Yesus Kristus, yang lemah lembut dan rendah hati, yang senantiasa membawa berita damai dan kasih serta keselamatan dari Allah. Dia mengajar matematika bukan demi matematika per se, tetapi telah dipikirkan relevansi etisnya dalam kehidupan nyata.
Pengetahuan tentang satu TAMBAH satu berarti tahu menghitung tambahan berapa sahabat/konfraters, dosen, pegawai, mahasiswa, bagaimana meningkatkan mutu komunitas, keluarga, dan lembaga. Pengetahuan tentang KURANG berarti sadar bahwa hidup manusia tak ada yang sempurna, tetapi senantiasa memiliki kekurangan.
Pengetahuan tentang PEMBAGIAN, berarti tahu BERBAGI, peduli dan berbela rasa dengan sesama yang berkekurangan sehingga mereka pun sungguh mengalami betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus yang melampaui keterbatasan dan dipenuhi dengan kepenuhan Allah.
Dalam diri Arnoldus dan diri semua pihak di komunitas UNWIRA para pencintanya tercermin cinta kasih Tuhan terhadap umat manusia. Devosi dan iman akan Allah Tritunggal, membuka ruang bagi kita untuk memikirkan nasib banyak orang di dunia tanpa batas suku, agama, ras dan golongan. Oleh karena itu, kita hendaknya berdiri di garis depan mewarisi spiritualitasnya: memperjuangkan kemanusiaan, memihak orang-orang kecil dan terpinggirkan yang hadir di sini melalui para mahasiswa/i kita, para korban kekerasan dan human trafficking, korban globalisasi dan teknologi digital, korban ketakadilan dan kesewenangan.
Rektor UNWIRA mengingatkan bahwa berhadapan dengan fenomena kemiskinan ilmu pengetahuan, rendahnya mutu pendidikan (akreditasi, rendahnya presentasi TKW dan tingginya drop out), khusus pendidikan nilai dan karakter di program studi dan fakultas, maka UNWIRA harus tampil konsisten dengan spiritualitas Arnoldian yang menjunjung tinggi keserasian antara laborare (bekerja), orare (berdoa) et immolare (berkorban) dan sesuai moto UNWIRA yaitu We Serve with Heart: Ut Vitam Habeant Abundantius (Colimus Corde: Ut Vitam Habeant Ambundantius) = We serve with heart, that they may have lives in abundance “Kita melayani dengan hati: Agar mereka memiliki hidup dalam kelimpahan” (Yoh. 10, 10).
Demi mewujudkan cita-cita itu, Rektor Philip Tule, SVD, mengajak semua pihak di lingkungan UNWIRA untuk tak hanya menyimak pesan Arnoldus dalam surat yang ditulisnya pada tahun 1907, dua tahun menjelang kematiannya, tetapi juga menghayati dan mengamalkannya dalam praktik kehidupan setiap hari.
Surat itu berbunyi begini: Mari kita maju terus bekerja tanpa kenal lelah bagi cita-cita Hati Kudus Yesus di mana pun di dunia maha luas ini, bagi semua tugas mulia yang dipercayakan kepada kita. Untuk karya yang sangat luhur ini kita pertaruhkan waktu, tenaga dan hidup: dan bila perlu darah kita bagi Allah dan sesama kita.
High risk high profit
Guido Fulbertus, salah satu dewan pengurus Yayasan UNWIRA, mencermati renungan dan refleksi Rektor Philip Tule, SVD itu dalam cahaya konteks dan perspektif profesionalitas pengelolaan institusi pembentuk kaum profesional. Menurut Guido, renungan dan refleksi yang disampaikan Rektor UNWIRA itu sungguh sangat jelas karena renungan dan refleksi itu sangat mendasar dan mendalam.
Signifikansi, relevansi dan urgensinya kian diperlukan dalam konteks pengelolaan universitas sebagai pembentuk dan pembina kaum profesional manusia NTT. UNWIRA menurutnya, hidup dalam konteks sejarah lokal, nasional dan dunia, tetapi juga UNWIRA terpanggil untuk sanggup membuat sejarah menciptakan dunia.

Menurutnya, dalam konteks global dan profesional, perguruan tinggi dengan spiritualitas Katolik terpanggil untuk memacu kinerja semua pihak yang terarah dan mengarah pada profesionalitas global yang dihayati melalui terang Arnoldian yang berbasis ajaran dan teladan Yesus sendiri.
Dalam konteks itu, pilihan-pilihan tindakan untuk menerima kelimpahan tidak mungkin dilakukan secara sangat biasa dan biasa-biasa saja. Tetapi, pilihan tindakan untuk menentukan sekaligus mengambil risiko yang tertinggi karena pilihan itu niscaya koheren dengan profit yang mungkin diraih.
Secara profan dapat disebutkan bahwa UNWIRA mau tidak mau pergi ke Betlehem untuk mengambil risiko yang tertinggi demi meraih profit yang tertinggi pula atau dalam bahasa kaum profesional disebut to take the high risk in order to get high profit (mengambil risiko yang tinggi supaya mendapatkan keuntungan yang tinggi juga).
Dia menganalogi perjuangan penciptaan kualitas perguruan tinggi (pengetahuan, moral dan keterampilan) seperti membangun gedung bertingkat, semisal, gedung 30 tingkat. Untuk mengecat dinding luar gedung setinggi itu saja, dibutuhkan para tukang cat yang profesional dan berkeahlian yang khusus.
Karena itu, juru cat harus memiliki moral dan keahlian khusus karena dengan moral dan keahlian khusus demikian, para juru cat mendapatkan keuntungan besar baik secara ekonomis tetapi juga secara sosial dan moral dalam ancaman risiko yang sangat tinggi. “Keuntungan besar itu tidak hanya pada gatra ekonomi dan sosial politik, tetapi juga moral dan spiritualitas Arnoldian yang pada gilirannya menjadi terang bagi setiap orang yang disentuhnya dan bagi dunia,” ujar pebisnis dan pengamat politik NTT ini.
Dia mengatakan, UNWIRA hingga kini meraih sejumlah capaian yang progresif dan berbeda dengan perguruan tinggi lain di Indonesia Selatan. Dalam pandangan Guido Fulbertus, capaian yang kini diperoleh UNWIRA sangat positif, tetapi kita tidak boleh berpuas diri karena UNWIRA masih menyimpan banyak tugas sejarah seperti terpantul dalam spirit moral Arnoldian.
“Tugas sejarah itu ialah membebaskan kaum tertindas dari rantai belenggu penderitaan umat manusia,” ujar tokoh bisnis dan politik NTT itu. Tugas semua pihak di UNWIRA menurut Guido Fulbertus sambil mengutip renungan Rektor, tidak hanya berhenti di-mentransformasikan ilmu pengetahuan, tetapi juga menciptakan kebaikan bagi semua orang melalui tindakan dan opsi keilmuan. Tidak berhenti pada berdoa (orare), tetapi juga bekerja (laborare) sungguh-sungguh supaya menggenapi panggilan berkurban (et Immorale) demi memuliakan kehidupan manusia dan alam semesta.
Guido Fulbertus optimis, UNWIRA dengan semangat Arnoldian, sanggup mencapai kebutuhan konteks sejarah, termasuk mengarahkan era digital ini ke dalam jalan yang memuliakan sejarah ziarah kemanusiaan.
Tampak hadir pada kesempatan itu, para dosen, dekan, wakil rektor, pengurus yayasan, dan mantan Provinsial SVD Timor, Pater Didi Nay, SVD yang kini bertindak sebagai Ketua Dewan Pembina Yayasan Arnoldus yang menaungi Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.
Universitas Katolik Widya Mandira (UNWIRA) di Kupang, Nusa Tenggara Timur, menempati posisi yang signifikan dalam pemeringkatan universitas, baik di tingkat nasional maupun regional. Berikut adalah beberapa peringkat UNWIRA menurut berbagai sumber:
Menurut versi UniRank 2024, dalam Peringkat Nasional: UNWIRA menempati urutan 279, Peringkat Internasional: 9.211, sedangkan peringkat di Nusa Tenggara Timur: UNWIRA berada di posisi kedua setelah Universitas Nusa Cendana (peringkat nasional 148).
Sementara itu sumber EduRank 2024: Peringkat Nasional: UNWIRA menempati urutan 257 dari berbagai universitas swasta di Indonesia. Peringkat Internasional: 9.824. Di Kupang, UNWIRA berada di posisi kedua setelah Universitas Nusa Cendana (peringkat nasional 72). Versi UniRank 2023: Peringkat Nasional: 233, Peringkat Internasional: 8.796, UNWIRA menempati posisi pertama di antara universitas swasta di NTT.
Pemeringkatan universitas dapat berbeda antara satu lembaga pemeringkat dengan yang lain, tergantung pada kriteria dan metodologi yang digunakan. Meskipun demikian, UNWIRA konsisten menempati posisi teratas di antara universitas swasta di Nusa Tenggara Timur.
(dp/pr)