Oleh Umbu Rauta, Guru Besar Hukum Tata Negara dan Direktur Pusat Studi Hukum & Teori Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Putusan MK No. 62/PUU-XXII/2024 yang menyatakan norma Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum patut diapresiasi dan dipatuhi oleh segenap masyarakat dan lembaga negara, sebagai bagian dari penghargaan dan perwujudan prinsip negara hukum yang demokratis.
Putusan dimaksud merupakan keberanian Mahkamah Konstitusi untuk bergeser dari pandangan atau pendirian sebelumnya yang menyatakan bahwa norma atau kaidah tentang ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU Pemilu merupakan delegasi konstitusi yaitu Pasal 6A ayat (5) UUD NRI 1945, sehingga dimaknai sebagai kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pembentuk undang-undang.
Pergeseran pandangan Mahkamah Konstitusi memiliki basis teoretik dengan istilah over rulling, sebagaimana pernah dipraktikan dalam beberapa putusan MK belakangan ini. Pergeseran pandangan bermakna bahwa dalam teori dan hukum konstitusi, yang menjadi batu uji utama yaitu konstitusi, sehingga terbuka kemungkinan putusan-putusan terdahulu dapat dikoreksi dan bahkan dikesampingkan manakala ada alasan konstitusional baru yang lebih relevan dan tepat.
Selain sebagai sebagai perwujudan prinsip judicial activism, putusan MK tersebut merupakan koreksi terhadap kinerja pembentuk undang-undang, yang diduga mengutamakan pertimbangan politik jangka pendek dan pragmatis dalam pembentukan undang-undang. Apalagi dengan bangunan koalisi yang demikian gemuk, ada kekuatiran terjadinya “oligarki” dalam pengambilan kebijakan legislasi (pembentukan undang-undang) sehingga menafikan partisipasi publik. Dugaan dan kekuatiran ini merupakan ancaman bagi pembentukan undang-undang yang demokratis.
Pembentuk undang-undang (baik DPR dan Presiden) harus menghargai dan menjalankan putusan MK, dengan memperhatikan 5 (lima) catatan dalam pertimbangan putusan. Putusan ini dapat dijadikan momentum perbaikan perundang-undangan bidang politik (baik UU Parpol, UU Pemilu dan UU Lembaga Perwakilan Rakyat) dalam bentuk UU (omnibus tematik).