Pelantikan Rikard Bagun dan Andreas Yewangoe Disambut Gembira Para Pengamat

fuornf8auaag3ol
Presiden Jokowi lantik Dewan Pengarah serta Kepala dan Wakil Kepala BPIP masa jabatan 2022-2027 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (7/6/22). Foto/Humasseskab/Jay.

Kupang, detakpasifik.comDisirami suasana hikmat, di Istana Negara Jakarta, pekan lalu, Presiden Joko Widodo melantik dua putra terbaik NTT, Rikard Bagun dan Andreas Anangguru Yewangoe sebagai dua dari sembilan Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) 2022-2027. Pelantikan dua putra terbaik NTT itu disambut gembira oleh kalangan pengamat politik dan pendidikan di Jakarta.

Bertindak sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP, Megawati Soekarno Putri yang adalah juga Ketua Umum PDIP. Anggota Dewan Pengarah BPIP masing-masing, mantan Wakil Presiden RI, Try Sutrisno, mantan Ketua PB NU Kiay Said Aqil Siradj, Wisnu Bawa Tenaya, Sudhamek AWS, Muhammad Amin Abdullah. Sedangkan Yudian Wahyudi dan Karjono masing-masing sebagai Kepala dan Wakil Kepala BPIP 2022-2027.

Ucapan proficiat datang dari mantan Dekan Fisipol Universitas Pelita Harapan (UPH), Jakarta, Prof. Dr. Aleks Jemadu. Melalui grup media WhatsApp The Indonesian Chesterton Society, Prof. Aleks menyampaikan proficiat dan selamat bertugas untuk Rikard Bagun.

Dosen Politik Hubungan Internasional UPH itu mengatakan, kita ikut berbangga Rikard menjadi bagian dari lembaga yang sangat penting di republik ini. Hanya orang-orang terpilih yang diangkat oleh presiden. Tanpa Pancasila sulit membayangkan republik ini bisa bersatu dan bertahan sampai sekarang. Ini temuan anak bangsa yang brilliant dan harus dirawat agar tetap lestari selamanya.

Meski demikian, tambah Prof. Aleks, pertanyaan penting untuk Pancasila adalah apakah lima sila itu dianggap sebagai objective moral laws dalam bernegara atau subjective moral values. Kalau objective dasar filosofisnya apa agar tidak subjective. Kalau subjektif, Orde Baru jilid II. Harus ada penjelasan bahwa 5 sila itu realitas objektif. Untuk itu hanya Plato yang bisa membantu kita meskipun dia hidup 24 abad yang lalu.

Klik dan baca juga:  Ribut-ribut Merah vs Biru

Senada dengan Prof. Aleks, dosen Universitas Bina Nusantara, Jakarta, Agustinus Bandur, Ph.D mengatakan kiranya kehadiran Rikard Bagun dan Andreas Yewangoe, dapat menarik benang merah kesamaan pikiran Chesterton dan nilai-nilai Pancasila. Chesterton adalah jurnalis yang filsuf yang merenungkan peran agama dalam kehidupan bersama di muka bumi ini. Chesterton adalah penulis buku Ortodoxy yang sangat terkenal itu.

Tak dapat diganti

Rikard Bagun, saat pertama dilantik sebagai anggota Dewan Pengarah BPIP 2020 silam, mengungkapkan Pancasila tidak bisa diganti dengan ideologi apapun. Karena, Indonesia tidak akan pernah ada tanpa Pancasila.

Hal tersebut disampaikan saat dirinya menjadi salah satu pembicara webinar dengan tema ‘Anak Muda Bicara Pancasila’ yang digelar Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI), Rabu (30/9) sebagaimana dikutip dari bpip.go.id.

Pada kesempatan tersebut Rikard Bagun menyatakan, tugas BPIP sesuai namanya adalah melakukan pembinaan. Apa yang dibina? Pertama adalah proses sosialisasi dan lebih jauh diharapkan proses internalisasi tentang nilai-nilai Pancasila.

rikard bagun
Rikard Bagun. Foto/BHA

“Ini bukan nilai asing, melainkan nilai yang berakar dan tumbuh dan menghidupkan kita semua di kita selama ratusan dan mungkin ribuan tahun. Nilai-nilai ini sudah terbukti dan punya reputasi, untuk menjaga kebersamaan yang membuat bangsa nusantara berkembang dan hidup bersama,” ujar Rikard mantan Pemimpin Redaksi Harian Umum KOMPAS itu.

Klik dan baca juga:  Kemenangan WNA di Pilkada Sabu Raijua Dibatalkan

Rikard mengatakan, Bung Karno dan generasinya dulu mengkonsolidasikan nilai-nilai yang telah ada ini, dalam rumusan yang disebut Pancasila. Inilah yang membuat nilai-nilai yang telah ada itu menjadi tersistematisasi. Nilai yang telah menjadi habitat dan kebiasaan sehari-hari itu adalah nusantara.

“Sehingga kita tidak bisa hidup tiba-tiba misalnya seperti di Eropa, karena habit kita sudah di nusantara. Begitu pun orang Timur Tengah misalnya, hidup dan habitatnya ya di Timur Tengah, karena pasti ada historinya. Penyelenggaraan Ilahi selalu menempatkan manusia dengan habit dan habitatnya. Dan kita diberikan habitat yang luhur, karena tidak lepas dari nilai spiritualitas. Dalam sila pertama Pancasila telah jelas, bahwa dalam setiap tubuh manusia Indonesia ada spiritualitas,” ujar pria kelahiran Wetik, Manggarai Barat ini.

Dikatakannya Pancasila juga mengandung sangat kuat nilai persatuan. Artinya masyarakat harus bersatu. Lalu ada demokrasi, karena dalam hidup bersama walaupun ada perbedaan tetap harus hidup bersama. Kemudian, ada ekonomi.

“Nah, BPIP sebenarnya ingin memberi kawalan, atau menjadi salah satu lokomotif, bersama lokomotif lain yakni civil society, untuk menjaga nilai,” ujar mantan Seminaris Pius XII Kisol, Manggarai Timur itu.

Lantas kenapa perlu dijaga? Menurut Rikard, karena ada gempuran dari luar dan juga dari dalam. ”Dari luar, misalnya sesuatu yang dari asing dan kita tidak tahu apa itu, sehingga harus difilter. Mana yang sesuai dengan nilai-nilai kita, atau bisa menghancurkan kita. Apalagi secara struktural kita katakan ini komitmen kita. Kalau Pancasila diganti, berarti NKRI tidak ada. Itulah sebabnya Pancasila tidak tergantikan. Ikatannya pada sejarah nilai, dan kehidupan manusia Indonesia dan nusantara akan selalu ada. Ini menjadi modal kita ke depan,” tegasnya.

Klik dan baca juga:  Pancasila Rumah Kita

Selain ancaman dari luar, juga ada ancaman dari dalam, sehingga harus melakukan penguatan-penguatan. Untuk memperkuat itu tentu saja, ada hal yang harus dilakukan. Misalnya, Pancasila dalam hal ekonomi, yakni kemandirian diri, seperti yang dikatakan Bung Karno.

Kecuali pernah mengenyam pendidikan di Seminari Pius XII Kisol hingga kelas VII di lembah, Rikard Bagun juga dipercayai oleh manajemen grup Kompas menjadi Direktur Utama Kompas TV Jakarta. Dia merajut kariernya dari bawah sebagai wartawan Harian Kompas urusan luar negeri.

Manajemen Kompas mempercayainya sebagai pemimpin redaksi. Liputan perang Teluk, Timur Tengah, menjadi salah satu pengalaman dramatis yang pernah dialaminya ketika dirinya dikepung para tentara gurun berbadan tinggi dan kekar di perbatasan jalur Gaza.

 

(dp/pr)