NTT  

Pemerintah NTT Terus Berusaha Turunkan Angka Stunting

img 20210504 wa0001
Muhadjir Effendi saat meninjau penanganan stunting di NTT. Foto/menkopmk.

detakpasifik.com – Menjaga asupan gizi seimbang terutama pada 1000 hari pertama kehidupan sangat penting untuk mencegah stunting dan menciptakan generasi masa depan Nusa Tenggara Timur yang sehat, cerdas dan produktif.

Stunting harus dicegah sejak dini. Dan salah satu yang perlu dilakukan ialah dengan pemberian Tablet Tambah Darah (TTD). Sebab, berdasarkan Riset kesehatan Masyarakat (Riskesdas) tahun 2018, masih terdapat 48,9% anemia pada ibu hamil, 32% anemia pada usia 15-24 tahun, dan 26% anemia pasa usia 5-14 tahun. Anemia pada ibu hamil dan remaja putri akan meningkatkan risiko lahirnya bayi yang stunting.

Selain itu, memastikan kecukupan gizi bagi ibu hamil, pemberian ASI eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, dilanjutkan dengan pemberian MP ASI yang sesuai rekomendasi serta tetap menjaga kesehatan.

Stunting tidak hanya terganggu pertumbuhan fisik yang ditandai anak terlalu pendek untuk seusianya, tetapi juga mengganggu perkembangan otak yang mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas serta kreativitas di usia produktifnya.

Di Indonesia, angka stunting terus menurun. Di tahun 2021 prevalensi stunting 24,4%. Meski masih jauh dari target nasional, ini menjadi satu titik keberhasilan sekaligus sebagai pemicu semangat untuk menurunkan angka stunting hingga 14% pada tahun 2024 mendatang.

Strategi pencegahan stunting melalui intervensi gizi spesifik harus fokus dilakukan pada 1000 hari pertama kehidupan dan remaja.

Beberapa intervensi yang dilakukan di antaranya promosi dan konseling pemberian makananan bayi dan anak, promosi dan konseling menyusui. Pada pelaksanaannya, intervensi spesifik perlu didukung dengan sinergi dan peran berbagai lintas sektor di antaranya penyediaan sanitasi dan sarana air bersih, peningkatan ketahanan pangan, memastikan bantuan sosial serta pendidikan, pemberdayaan masyarakat.

Bertekad turunkan stunting

Kondisi stunting Provinsi NTT terus menurun. Hal itu terjadi karena kerja nyata dan inovasi di berbagai kabupaten. Pada tahun 2020 hasil pengukuran terhadap 374.524 anak, terdapat 90.602 anak stunting (24,2%). Kemudian berdasarkan Laporan Sementara Data e-PPGBM/hasil pengukuran bulan Agustus tahun 2021 terhadap 394.383 anak, kasus anak stunting berjumlah 80.760 anak atau 21,0%.

Jika dibandingkan capaian 2020, maka terjadi penurunan stunting 3,2%. Cakupan pengukuran bulan Agustus mencapai 97,7%. Pemerintah provinsi terus mendorong agar cakupan pengukuran terhadap anak di tingkat kabupaten/kota mencapai 100% pada tahun mendatang.

Dalam menurunkan stunting di Nusa Tenggara Timur, para pemimpin NTT pun telah melaksanakan pertemuan konsolidasi kekuatan politik kesehatan di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Senin (11/10/2021). Mereka bertekad menurunkan angka stunting di daerah masing-masing (kabupaten) hingga 10 persen.

whatsapp image 2021 10 11 at 13.52.13
Gubernur Viktor B Laiskodat bersama bupati/wali kota se Nusa Tenggara Timur bertekad memerangi stunting.

Hadir pada kesempatan itu antara lain, 9 bupati, 6 wakil bupati, 5 sekretaris daerah dan dua asisten, Kepala Bappeda/Bappelitbangda kabupaten dan kota, pimpinan perangkat daerah provinsi, kepala dinas kesehatan kabupaten kota, perwakilan BKKBN Provinsi NTT, pimpinan lembaga mitra, Satgas Stunting Sarah Lerry Mboeik dan tiga Staf Khusus Gubernur NTT, masing-masing dr Stef Bria Seran, Dr David Pandie dan Anwar Pua Geno, S.H.

Pertemuan yang dipimpin langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan NTT, dr Messerassi B V Ataupah itu bersepakat agar NTT keluar dari status sebagai provinsi stunting. Kondisi eksisting 21,9 persen kini akan tersisa 12,3 persen pada tutup tahun 2022. Tekad itu disampaikan dalam kesepakatan rapat yang dibabtis dengan nama “Rapat Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting Provinsi NTT 2021”. Kesepakatan itu kemudian ditandatangani masing-masing pihak dengan Gubernur Viktor B Laiskodat.

Masalah kemanusiaan

Memang, diperlukan komitmen untuk menurunkan stunting sebagai masalah kemanusiaan yang mendasar berkaitan dengan pengakuan, penghargaan, pemenuhan dan perlindungan hak-hak asasi anak secara universal. Karena itu, diperlukan konsolidasi untuk melakukan percepatan pencegahan dan penanganan stunting secara sistematis dan berkelanjutan menuju stunting 0 (zero stunting) di NTT. Komitmen yang disepakati adalah sebagai berikut:

Pertama, melaksanakan program konvergensi percepatan penurunan stunting (zero stunting) untuk menciptakan Generasi Muda Unggul NTT 2045-2050 dan bonus demografi.

Baca juga: Gubernur dan Wali Kota/Bupati se-NTT Bertekad Turunkan Stunting 10 Persen

Kedua, bersepakat untuk masing-masing kabupaten/kota menurunkan stunting sampai 10%.

Ketiga, mendesign system pendeteksian gejala stunting dan pendataan stunting pada ibu hamil dan anak dalam 1000 kelahiran pertama hidup yang mutakhir dan akurat melalui pengukuran tinggi dan berat badan 100% serta pemberian makanan tambahan.

Keempat, mengalokasikan anggaran yang memadai untuk mendukung program konvergensi percepatan penurunan stunting.

Kelima, membangun kolaborasi kelembagaan pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan) swasta, LSM serta lembaga agama dan adat dalam konvergensi percepatan penurunan stunting.

Keenam, mengintegrasi percepatan penurunan dan penanganan stunting dengan program penanggulangan kemiskinan nasional dan daerah.

Ketujuh, pendayagunaan berbagai potensi lokal sebagai menu bergizi untuk makanan tambahan bagi ibu dan bayi.

Kedelapan, melakukan peningkatan kapasitas kelembagaan dan aparat pemerintah yang profesional dalam pencegahan dan penanganan stunting.

Kesembilan, melakukan supervisi, monitoring-evaluasi, dan pengawasan secara berkala dan berkelanjutan terhadap implementasi program konvergensi stunting.

 

(dp)