PKS PT Flobamor-KLHK dan Implikasi Hukumnya

Foto: Edi Danggur.

Apakah benar PT Flobamor menaikkan upah jasa pemandu wisata tanpa persetujuan KLHK? Mungkinkah rekomendasi sidang pastoral tersebut akan diakomodir oleh KLHK dan PT Flobamor?

Oleh Edi Danggur

Pada tanggal 24 Maret 2023, PT Flobamor memberlakukan kenaikan upah jasa pemandu wisata di TNK. Untuk wisatawan WNI ditetapkan Rp 250.000 s/d Rp 500.000 per orang. Untuk wisatawan WNA ditetapkan Rp 400.000 s/d Rp 1.200.000 per orang sesuai aktivitas yang dilakukan oleh wisatawan (Vide SK No.01/SK-FLB/III/2023).

Menanggapi kenaikan upah jasa pemandu wisata tersebut, 67 pastor mengadakan sidang pastoral di Labuan Bajo pada hari Jumat, 21 April 2023. Mereka berasumsi bahwa PT Flobamor menentukan kenaikan upah jasa pemandu wisata di TNK secara sepihak, tanpa mengikuti ketentuan yang digariskan oleh Menteri LHK.

Para pastor merekomendasikan turunkan upah jasa pemandu wisata alam yang diterapkan oleh PT Flobamor di TNK tersebut. Mereka beralasan: (1) kenaikan tarif pemandu wisata tersebut dapat menghambat kemajuan pariwisata, (2) membebani wisatawan dan pelaku wisata, serta (3) menimbulkan konflik sosial (VictoryNews, 21 April 2023).

Apakah benar PT Flobamor menaikkan upah jasa pemandu wisata tanpa persetujuan KLHK? Mungkinkah rekomendasi sidang pastoral tersebut akan diakomodir oleh KLHK dan PT Flobamor?

Baca juga: 

PKS mengikat seperti UU

Para pastor tersebut memandang kedudukan KLHK dan PT Flobamor sebagai atasan dan bawahan. Atau, mungkin juga mereka berpikir, ini relasi biasa antara pemerintah selaku badan hukum publik dan PT sebagai badan hukum privat.

Klik dan baca juga:  PT Flobamor Setor Keuntungan RP 500 Juta di Tengah Pandemi Virus Corona

Akibatnya, ada simplifikasi klaim bahwa PT Flobamor menaikkan tarif pemandu wisata dengan mengabaikan ketentuan yang digariskan KLHK.

Simplifikasi klaim demikian adalah indikasi kurang memahami kesetaraan kedudukan antara kedua institusi tersebut. Secara hukum, kedudukan KLHK dan PT Flobamor sebenarnya sederajat, karena keduanya terikat dalam sebuah perjanjian kerja sama.

Kesetaraan kedudukan dimaksud tidak dapat dilepaskan dari Nota Kesepahaman antara KLHK dan Pemprov NTT tanggal 24 November 2021. Kemudian, Nota Kesepahaman itu ditingkatkan menjadi Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara BTNK mewakili KLHK dan PT Flobamor tanggal 30 Juli 2022.

PKS tersebut telah memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif sebagai sebuah perjanjian yang sah (Pasal 1320 BW). Sehingga, atas PKS itu berlaku adagium: pacta sunt servanda – perjanjian yang sah harus ditaati. Sebab, perjanjian yang sah berlaku mengikat seperti undang-undang bagi para pihak [Pasal 1338 ayat (1) BW].

Akibatnya, BTNK/KLHK tidak dapat membatalkan atau mencabut PKS tersebut secara sepihak. PKS hanya dapat dibatalkan atas kesepakatan kedua belah pihak [Pasal 1338 ayat (2) BW].

Dalam hal tidak ada kesepakatan untuk membatalkan PKS maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan pembatalan PKS tersebut ke pengadilan (Pasal 1266 BW). Pihak yang merasa dirugikan akibat pembatalan tersebut berhak mengajukan tuntutan ganti kerugian, bunga dan biaya (Pasal 1267 BW).

Dengan memahami alur pola pikir yuridis seperti di atas, kita bisa memahami mengapa KLHK seolah-olah begitu sulit mengatur PT Flobamor. Bahkan KLHK dan PT Flobamor tidak bergeming sedikit pun menanggapi demo dan mogok dengan tuntutan menurunkan upah pemandu wisata di TNK.

Klik dan baca juga:  Ribut-ribut Merah vs Biru

Izin usaha jasa wisata alam

Di samping PKS, PT Flobamor juga mempunyai NIB (Nomor Induk Berusaha) untuk bidang usaha jasa penyediaan jasa wisata alam pada kawasan konservasi TNK.

Izin usaha tersebut merupakan pelengkap dari PKS tersebut. Artinya, izin usaha wisata alam tersebut tidak mungkin diterbitkan jika tidak ada PKS antara PT Flobamor dan KLHK.

Dengan ijin usaha tersebut, PT Flobamor berhak menjalankan usaha jasa informasi wisata alam, jasa perjalanan wisata alam, jasa makanan dan minuman di TNK.

Guna menunjang pelaksanaan kegiatan usaha tersebut, PT Flobamor berhak menetapkan tarif jasa pelayanan wisata alam, termasuk tarif jasa pemandu wisata alam di TNK.

PT Flobamor yang yang sudah mendapatkan perizinan berusaha berbasis risiko dengan 5 (lima) nomor sertifikat standar tersebut, tidak dapat dicabut begitu saja oleh pejabat pemerintah.

Baca juga:

Jika pejabat pemerintah nekat mencabut izin usaha wisata PT Flobamor maka  tidak mungkin PT Flobamor berdiam diri saja.  Pasti pemerintah akan digugat ke PTUN.

Pemerintah tidak mungkin bersikap gegabah untuk membatalkan PKS dan mencabut izin usaha bidang wisata alam PT Flobamor. Sebab kalau ternyata pemerintah kalah di pengadilan maka pemerintah wajib membayar ganti kerugian kepada PT Flobamor.

Klik dan baca juga:  Tuntutan Turunkan Upah Jasa Pemandu Wisata di Sidang Pastoral

Pembayaran ganti kerugian tersebut pasti menyebabkan kerugian keuangan negara. Akibatnya, pejabat pemerintah tersebut dianggap melakukan tindak pidana korupsi.

Tanggung jawab bersama

Dalam seluruh konteks di atas, maka PT Flobamor dan KLHK dalam mewujudkan PKS pasti akan saling mendukung dalam beberapa aspek kerja sama mereka, yaitu:

Pertama, penguatan kelembagaan melalui peningkatan kuantitas, kualitas dan kapasitas SDM BTNK.

Kedua, perlindungan, pengamanan, patroli daratan dan perairan kawasan Pulau Komodo dan Pulau Padar di TNK sebagai warisan alam dunia.

Ketiga, pemberdayaan masyarakat berbasis wisata alam, perikanan dan budaya di Desa Komodo.

Keempat, perencanaan dan pengembangan pariwisata alam, promosi dan edukasi di Pulau Komodo dan Pulau Padar di TNK sebagai destinasi pariwisata super prioritas.

Jika dalam keempat aspek kerja sama tersebut dinilai positif dan dipuji maka pujian itu tidak hanya untuk KLHK saja, tetapi juga untuk PT Flobamor. Begitu pula kalau ternyata kerja sama tersebut dinilai buruk maka penilaian buruk itu ditujukan kepada keduanya. Baik buruknya sama: ular leleng mbangi, mbangi leleng ular, kata orang Manggarai.

Kalau ternyata para peserta sidang pastoral hanya memuji KLHK tetapi mencerca PT Flobamor, itu indikasi bahwa para peserta sidang pastoral itu memang kurang memahami persoalan yang ada. Atau, setidak-tidaknya belum ada analisis yang komprehensif mengenai persoalan kenaikan upah jasa pemandu wisata di TNK tersebut.

 

Penulis adalah praktisi hukum, tinggal di Jakarta.