Kupang, detakpasifik.com – Ragam produk berbahan dasar kelor sejak dicanangkan Gubernur NTT Viktor B. Laiskodat dua tahun silam, telah meramaikan pasar domestik di tanah air.
Keterangan itu diperoleh detakpasifik.com dari Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan NTT, Mohamad Natsir Abdullah, di ruang kerjanya dua pekan silam. Menurut Natsir, sejak awal kepemimpinan pasangan Viktor B. Laiskodat dan Josef A. Nae Soi, kelor telah dipatok sebagai komoditas unggulan di NTT, meski harus diakui prosesnya masih lamban karena banyak sebab.
Namun, Natsir mengakui, justru sejak kepemimpinan Viktor Laiskodat harga diri kelor sebagai tanaman multiguna naik daun. Viktor menjadikan kelor popular di tanah air.
“Orang kebanyakan tahunya kelor merupakan satu jenis tanaman unggulan di NTT. Karenanya kelornisasi dijadikan program khusus Gubernur,” ujar Kepala Disperin kelahiran Pulau Solor ini.
Moringa Oleifera atau yang lebih dikenal sebagai daun kelor secara ilmiah diidentifikasi sebagai superfood bila dikonsumsi. Kandungan nutrisi pada daun kelor sangat kaya dengan protein dan vitamin sehingga disebut sebagai green super food.
Kelor pun sebagai sumber kalsium yang baik, mengandung antioksidan, membangkitkan sistem kekebalan tubuh, memperlancar metabolisme tubuh, dan menstabilkan berat badan.
Katanya, tiap gram di dalam nutrisi moringa (daun kelor) = 2x protein dalam yogurt, 4x vitamin A dalam wortel, 3x potasium dalam pisang, 4x kalsium dalam susu, 7x vitamin C dalam jeruk.
Untuk produk teh kelor, dibuat dengan menggunakan standar pengelolaan pengeringan daun organik tanpa menggunakan panas matahari. Dengan proses pengeringan alamiah kandungan nutrisi di dalam daun tetap terjaga dengan baik. Produk ini biasanya digunakan untuk minum teh sehari-hari.
Demi kepentingan itu, Mohamad Natzir Abdullah yakin, lambat laun tradisi menanam kelor tidak lagi hanya sebagai kegiatan sampingan rumah tangga, tetapi berubah menjadi kultur tanam wajib bagi masyarakat karena manfaatnya tak hanya bagi kepentingan kesehatan manusia, juga memiliki pasar luas sampai ke negeri jauh. Bahkan informasi yang diperoleh menyebutkan, permintaan pasaran di Jepang justru sangat tinggi sehingga NTT sendiri tidak sanggup melayani permintaan tersebut.
Menurut Natsir, fase persiapan telah matang, tetapi datanglah badai Covid-19, persiapan infrastrukturnya tetap fit, tetapi kendala mobilisasi masih agak terhambat.
Daun kelor Indonesia per hari ini tembus pasar dunia Rp. 250.000/kg. Jepang bahkan minta sedikitnya 40 ton perminggu. Jelas NTT akan sampai ke sana.

Ia juga menyebutkan, varian daun kelor telah diubah ke dalam aneka macam bentuk, antara lain teh daun kelor, kue kelor, bubur kelor yang semuanya dimodifikasi sedemikian rupa sebagai skema menggampangkan rakyat mengkonsumsinya.
“Yang sekarang kita produksi berupa, teh kelor, kue kelor, sayur kelor dan jenis kreasi lainnya yang murah dan harganya dapat dijangkau pasar rakyat dengan kemasan yang terus dipercantik. Produk ini juga diolah secara alamiah, aman dikonsumsi bagi mereka yang vegetarian dan sumber pengelolaan tanaman kelor dilakukan dengan pola tanam organik. Teh celup pun disediakan untuk mempermudah pada saat mengkonsumsi, secara efektif dan efisien,” kata Natsir.
Ke depan, lanjutya, kelor tetap digalang dengan produk-produk variatif agar masifikasi kelor menjanjikan perubahan sosial ekonomi bagi kepentingan rakyat.
“Hari ini memang akibat kelornisasi belum tampak sebagai bom besar yang meledak di petani NTT, tetapi saya percaya, kelor satu saat nanti, tidak terlalu lama lagi NTT menjadi provinsi kelor dengan keragaman produk dan kualitas yang kompetitif di pasar,” ujarnya menutup dialog dengan detakpasifik.com.* (ius)