Profesor Christina Maya: Perjalanan Mengemban Amanah sebagai Guru Besar Hukum Pidana

Salatiga, detak-pasifik.Com- Menjadi seorang Guru Besar bukan sekadar pencapaian akademik, tetapi juga amanah besar untuk berkontribusi bagi kemaslahatan masyarakat. Prinsip inilah yang dipegang teguh Prof. Dr. Christina Maya Indah Susilowati, S.H., M.Hum., Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), yang memiliki kepakaran dalam bidang Hukum Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak. Bersama empat Guru Besar baru UKSW lainnya, Prof. Maya—sapaan akrabnya—akan dikukuhkan pada Kamis (27/02/2025) di Balairung Universitas.

Bagi wanita kelahiran Salatiga 52 tahun silam ini, pencapaian tertinggi dalam Jabatan Akademik Dosen (JAD) bukan sekadar prestasi pribadi, melainkan kesempatan untuk memberikan pengabdian yang lebih luas bagi dunia pendidikan dan hukum di Indonesia.

“Pencapaian ini adalah amanah Tuhan untuk berkarya bagi kemaslahatan. Saya meyakini bahwa keberhasilan ini bukan hanya hasil perjuangan pribadi, tetapi juga berkat penyertaan Tuhan,” ujar Prof. Maya, yang telah mengabdikan dirinya sebagai dosen di UKSW sejak tahun 1997.

Perjalanan Akademik dan Dukungan Keluarga

Perjalanan akademik Prof. Maya tidak lepas dari dukungan keluarga. Sebagai sulung dari tiga bersaudara, putri pasangan FX. Sugeng Sumardi dan Theresia Sunarti ini dikenal sebagai pribadi energik. Selain mengajar dan meneliti, ia juga memiliki hobi menyanyi, tenis, dan golf. Bahkan, sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), ia sudah tergabung dalam sebuah band.

Perjalanan hidupnya mempertemukannya dengan Ir. Stevanus Wdyatmoko, alumnus Fakultas Pertanian UKSW, yang kemudian menjadi pendamping hidupnya sejak tahun 2002. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai seorang putra dan seorang putri.

Klik dan baca juga:  Guru yang Bermutu Harus Gila

Prof. Maya mencetak sejarah sebagai guru besar wanita pertama di Fakultas Hukum UKSW. Prestasi ini bukan hanya kebanggaan pribadi, tetapi juga inspirasi bagi akademisi perempuan lainnya untuk terus berkarya di dunia pendidikan tinggi.

Perjalanan akademiknya dimulai di Universitas Diponegoro, tempat ia menyelesaikan pendidikan dari jenjang S1 hingga S3 dengan predikat Cumlaude. Setelah meraih gelar Sarjana Hukum pada tahun 1995, ia melanjutkan studi S2 dalam bidang Sistem Peradilan Pidana (1998–2001), dan menyelesaikan program doktoralnya pada tahun 2010.

Tak hanya di dalam negeri, Prof. Maya juga memperluas wawasan akademiknya melalui berbagai program internasional. Ia mengikuti “Mediation Program: Conflict Resolution and The Law” di Arizona State University College of Law pada tahun 2006 serta pelatihan di Fakultas Hukum Leiden University, Belanda.

Sebagai akademisi, Prof. Maya aktif dalam penelitian, publikasi ilmiah, dan berbagai organisasi profesi. Tercatat, lebih dari 15 jurnal nasional, lima jurnal internasional, dan tiga jurnal internasional bereputasi telah menerbitkan hasil penelitiannya. Ia juga menulis beberapa buku yang membahas perlindungan korban dan penafsiran hukum yang berkeadilan.

Selain berkontribusi dalam dunia akademik, Prof. Maya juga memiliki pengalaman luas sebagai ahli hukum pidana. Ia telah lebih dari 150 kali menjadi saksi ahli dalam kasus-kasus yang ditangani oleh penyidik maupun pengadilan. Ia juga dipercaya sebagai ahli hukum pidana di Direktorat Reserse Kriminal Umum, Direktorat Reserse Kriminal Khusus, dan Direktorat Reserse Siber Polda Jawa Tengah serta jajaran Polres di bawahnya.

Klik dan baca juga:  Program Studi Pembangunan UKSW Promosi Doktor ke 83

Dalam pengukuhan sebagai Guru Besar, Prof. Maya akan menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Refleksi Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Hukum Pidana: Antara Wacana Gender dan Keadilan yang BerkeTuhanan.”

Ia menyoroti problematika hukum pidana terkait perlindungan perempuan dan anak, termasuk tingginya angka kekerasan terhadap kelompok rentan ini serta fenomena gunung es akibat banyaknya kasus yang tidak dilaporkan.

Menurut Prof. Maya, diperlukan reformasi legal culture dalam perspektif keadilan yang berkeTuhanan. Ia menekankan bahwa hukum sejatinya merupakan refleksi dari integritas dan akuntabilitas para penegaknya. Tanpa adanya reformasi budaya hukum, perlindungan terhadap perempuan dan anak akan sulit terwujud secara optimal.

Bagi Prof. Maya, menjadi Guru Besar bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan awal dari tanggung jawab yang lebih besar. Ia berharap dapat terus berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan kualitas akademik di Indonesia.

“Saya ingin terus mengembangkan ilmu, menghasilkan karya akademik yang berkualitas, serta berdedikasi dan berkomitmen tinggi dalam bidang akademik,” ujarnya. Saat ini, Prof. Maya juga menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum serta Ketua Pusat Kajian Hukum Pidana dan Kriminologi FH UKSW.

Klik dan baca juga:  Kelas Menengah dalam Perspektif Pendidikan

Dengan semangat dan dedikasinya yang tak pernah surut, Prof. Maya terus berusaha memberikan sumbangsih terbaik bagi dunia hukum dan pendidikan di Indonesia. Ia adalah bukti nyata bahwa ketekunan, dedikasi, dan amanah dapat membawa seseorang pada puncak kesuksesan yang bermanfaat bagi banyak orang.

Komitmen UKSW dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan

Saat ini, UKSW telah memiliki 29 Guru Besar dalam berbagai bidang keilmuan, yang menunjukkan komitmen perguruan tinggi ini dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan memajukan pendidikan. Ke-29 Guru Besar ini menjadi pilar dalam perjalanan UKSW menuju World Class University.

Sebagai perguruan tinggi swasta terbaik kedua di Jawa Tengah versi Webometric, UKSW memiliki 15 fakultas dan 63 program studi dengan jenjang pendidikan beragam. Kampus ini dikenal dengan keberagamannya serta semangat inovasi yang tercermin dalam julukan “Creative Minority,” sebagai agen transformasi dalam masyarakat.* (WT/RE)