NTT  

Pupuk Langka di Pota, Petani Mengeluh

Petani di Pota dan sekitarnya kelimpungan karena pupuk langka. Padahal, musim tanam bawang dan jagung sudah di depan mata. Penyebabnya? Prosedur administrasi yang ribet dan harga pupuk bersubsidi (HET) yang bikin pengecer tekor. Alhasil, stok pupuk tersendat, petani gigit jari.

IMG 20250425 211547
Faalu Ja'far

Ruteng, detak-pasifik.com- Ratusan petani di Kelurahan Pota, Nanga Mbaur, dan Nanga Mbaling kini mengeluh menyusul kelangkaan pupuk di wilayah itu. Saat yang sama ladang petani telah siap memasuki musim tanam bawang, jagung usai panen padi bulan Mei ini.

Keluhan petani kian meluas menyusul kabar ada hambatan serius administrasi di para para pengecer pupuk. Pengecer diwajibkan mengisi berbagai formulir administrasi yang disiapkan pemerintah yang dianggap sangat rumit. Sementara di sisi lain, harga HET pupuk yang ditentukan negara Rp 112.500/karung. Harga HET ini jelas sangat tidak kompatibel dengan pengeluaran para pengecer pupuk setempat. Para pengecer rugi.

Di satu sisi, para petani merujuk ke harga HET karena dianggap murah. Sementara para pengecer tidak mungkin menjual dengan harga tersebut karena mereka telah menggelontorkan banyak ongkos mobilisasi pupuk dan membayar buruh untuk sirkulasi pupuk keluar masuk gudang.

Jika harga HET ini konsisten diterapkan di lapangan, maka para pengecer rugi besar. Akibatnya, Husen Adam, salah satu pengecer di Pota, dikabarkan telah mengundurkan diri. Tetapi, pengunduran dirinya tidak menyelesaikan krisis pupuk yang kini dinantikan para petani di Pota dan sekitarnya.

Faalu Jafar, salah satu petani di Pota yang dihubungi detakpasifik.com Jumat, 24 April 2025 melaporkan, kesulitan perolehan pupuk di Kelurahan Pota, Nanga Mbaur, dan Nangan Mbaling telah memancing krisis yang meluas. Bagaimana tidak.

Pasokan pupuk langka, karena kendala administrasi di level para pengecer, sementara petani telah menyiapkan lahan garapan untuk menanam bawang dan jagung usai panen padi Mei mendatang.

“Para petani sekarang sangat membutuhkan pupuk untuk mengantisipasi musim tanam yang segera tiba. Apalagi lainnya telah menyiapkan lahan mereka untuk menanam bawang dan jagung,” ujar Jafar.

Menurut Faalu Jafar, para petani Pota dan sekitarnya sangat mengandalkan tiga komoditi itu sejak gerakan Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) yang digelorakan oleh Gubernur NTT, Viktor Laikodat pada masa lalu. Sejak program TJPS itu digelorakan pemerintah, petani di Pota dan sekitarnya menyambutnya dengan sangat antusias sehingga sejak itu para petani sangat giat membersihkan ladang mereka untuk memasifikasi penanaman jagung, bawang dan padi.

Faalu Jafar mengakui, menyusul program TJPS itu banyak petani membuka mata. Program TJPS diterima luas di kawasan selatan Manggarai Timur, khususnya di Pota dan sekitarnya. Akibatnya banyak lahan baru yang dibuka sampai ke buktit-bukit.

Program TJPS itu disambut positif lantaran ada kepastian pasar. Produksi pertanian seperti jagung dan bawang memiliki pasar yang jelas karena ada kolaborasi setara antara petani, pemerintah, perbankan cq Bank NTT, dan pembeli hasil. Pembeli memastikan pasar sangat jelas. Tetapi, fakta krisis pupuk yang dialami kini membuat para petani lesu dan kecewa, sementara belum ada tanda-tanda ada gerakan dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini.

Para petani membutuhkan pupuk tersedia cepat dan tepat waktu sebelum musim panen padi usai. Menurut Lurah, Kelurahan Pota, Andi Hamid, dan pengecer Desa Nanga Mbaling, yang biasa dipanggil Ema, Pak Husen, sampai hari pasokan pupuk belum ada lantaran administrasi yang ruwet dan beban biaya yang tidak kompatibel dengan harga HET.

Kata Jafar, jumlah petani dari 13 kelompok tani di Kelurahan Pota yang ratusan itu saja sampai hari ini belum mendapatkan pupuk. Pupuk diperlukan untuk ladang bawang, jagung dan padi untuk penanaman di lahan sekitar ratusan hektar. Perluasan lahan garapan ini diakui Jafar disebabkan oleh kelanjutan program TJPS pada pemerintahan Viktor Laiskodat.

Harga jagung sudah cukup baik, yaitu Rp. 4000/kg dengan pembeli sudah sangat jelas. “Efek positif dari program TJPS banyak lahan yang telah dibuka, tetapi petani tidak boleh dhambat dengan masalah kelangkaan pupuk yang sulit diperoleh. Bulan Mei panen raya padi. Bawang dan jagung ditanam setelah panen padi. Tetapi, kesulitannya pada perolehan pupuk,” ujar Jafar yang melaporkan melalui telpon ke Redaksi detapasifik.com.

Kelangkaan pupuk di Pota dan sekitarnya terjadi lantaran perbedaan perolehan keuntungan antara petani dan para pengecer. Petani merujuk harga HET sekarang, sedangkan pengecer ikuti harga lama. Lalu apa langkah pemerintah. (dp)