Oleh Nadya Dwi Rahastuti, Mahasiswa Program Studi BK FKIP di UKSW Salatiga
Sebagai tenaga pendidik di Indonesia, bagaimana cara kita mengomentari atau berpendapat mengenai anak didik kita di masa sekarang? Kita akan selalu dihadapkan oleh suatu fenomena-fenomena yang luar biasa, fenomena-fenomena yang tidak kita pikirkan bahkan kita rasakan sebelumnya, suatu fenomena unik dan selalu baru oleh pengguna internet khususnya ialah para remaja.
Indonesia atau negeri kita selalu dituntut untuk selalu up to date di dalam segala bidang. Internet di Indonesia berkembang sangat pesat dalam beberapa tahun yang kita sadar dulu koneksi internet pertama adalah G, 2G, 3G, 3, 5G, 4G, dan jaringan yang sedang berkembang dan segera dirilis adalah koneksi internet generasi selanjutnya yaitu 5G.
Dengan adanya berbagai macam sarana atau wadah untuk terhubung ke internet seperti adanya ponsel, laptop, SmartTV. Minat masyarakat Indonesia khususnya remaja dalam memanfaatkan internet ini pun semakin berkembang, baik dengan menggunakan ponsel maupun komputer.
Kamus Wikipedia menjelaskan bahwa media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.
Obar J. A. (Triastuti, Endah dkk. 2017) mengartikan media sosial sebagai media yang memberikan fasilitas layanan jaringan online yang dapat menghubungkan orang-orang secara individu atau kelompok.
Menurut Andreas Kaplan dan Michael Haenlein (2018), media sosial adalah sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0, dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content. Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat di simpulkan bila media sosial adalah suatu media yang berupa situs atau aplikasi yang melibatkan teknologi berbasis internet. Dengan kata lain, media sosial yang berbasis internet tersebut memungkinkan penggunanya saling terhubung dengan siapa saja dan kapan saja, baik orang-orang terdekat hingga orang asing yang berada di tempat yang sangat jauh dan belum pernah di kenal sebelumnya.
Dari konsep tersebut, dapat kita juga dapat simpulkan bahwa aplikasi berbasis internet yang sangat digemari oleh remaja ini memungkinkan terjadinya pertukaran konten yang dapat berarti informasi, foto, video, dan hal-hal lain secara global yang mengakibatkan suatu konten dapat diakses atau didapatkan dari mana saja dan kapan saja di seluruh penjuru dunia yang menggunakan aplikasi berbasis internet ini.
Berdasarkan data WeAreSocial.net dan Hootsuite (Triastuti E., 2017) menjelaskan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang menggunakan media sosial adalah 106 juta jiwa dari total 262 juta jiwa populasi, yang 92 juta jiwa di antaranya mengakses media sosial dari perangkat ponsel. Dari data tersebut juga, dijelaskan bahwa pilihan media sosial terbanyak yang diakses di Indonesia yaitu, Facebook, Instagram dan Twitter. Selain itu alasan utama orang Indonesia mengunakan media sosial tersebut adalah untuk bersosialisasi. Dan aktivitas yang dilakukan di media sosial adalah memperbarui status, memposting foto dan membagikan artikel.
Hurlock, Elizabeth B (1980), awal masa remaja berlangsung kira-kira dari usia tiga belas tahun sampai enam belas atau tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia enam belas atau tujuh belas tahun, yaitu usia matang secara hukum. Dalam masa remaja juga disebut dengan masa yang labil di mana hasrat keingintahuan seseorang berada pada puncaknya untuk mencari jati diri anak remaja.
Dampak situs jejaring sosial mungkin lebih banyak dirasakan oleh kalangan remaja, karena sebagian besar pengguna jejaring sosial adalah dari kalangan remaja pada usia sekolah. Karena sangat mudah menjadi anggota dari situs jejaring sosial. Tidak butuh waktu lama akan menjadi kebiasaan untuk mengakses dan membuka situs-situs jejaring sosial tersebut, dan berinteraksi secara pasif di dalamnya. Akibatnya pengguna dalam hal ini peserta didik (siswa) bisa lupa waktu karena terlalu asyik dengan kegiatannya di dunia maya tersebut.
Remaja harus menjadi aspek penting yang perlu kita perhatikan. Mengapa demikian? Karena remaja merupakan suatu aset masa depan yang harus kita lindungi perkembangannya dan kita harapkan untuk dapat menjadi seseorang yang baik, bijak, cerdas dan dapat membangun dan mengharumkan nama bangsa.
Ada lima dampak atau masalah yang sudah terjadi disebabkan oleh media sosial yang dapat merusak generasi remaja di masa yang akan datang, semuanya berkaitan satu sama lain.
Pertama, media sosial dapat merubah tahap perkembangan seseorang. (Detik News, 2018) anak perempuan kelas 5 SD diperkosa oleh sembilan teman sepermainannya di Tolitoli, Sulawesi Tengah. Sembilan orang tersebut melakukan persetubuhan terhadap korban karena sudah sering menonton film porno di handphone.
Dan kasus lain seperti yang dialami SA berusia lima belas tahun, warga Kecamatan Tabir Timur, Kabupaten Merangin, Jambi. Gadis tersebut menjadi budak pelampiasan nafsu dari kakak dan ayah kandungnya sendiri. Dan dari keterangan AG yang adalah kakak kandungnya itu mengaku bila dia mencabuli adiknya karena sering nonton video porno. Dan anak pertama dari adiknya adalah anaknya sendiri.
Studi Kominfo bersama dengan UNICEF pada tahun 2014 melakukan survei mengenai anak-anak dan remaja dalam penggunaan internet, hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa anak-anak dan remaja berbohong mengenai usia mereka untuk mendapatkan akses situs internet. Studi ini juga melaporkan bahwa anak-anak dan remaja berkomunikasi dengan orang asing ketika ada di dunia maya.
Dari penjelasan tahap perkembangan remaja tersebut, seharusnya kasus di atas tidak terjadi atau memang tidak seharusnya terjadi. Mengapa? Seorang anak pada dasarnya masih belajar cara berinteraksi dengan teman sebaya dan teman yang berlawan jenis, baru memahami peran jenis kelamin bukan memahami cara bereproduksi atau cara menghasilkan keturunan yang merupakan bagian dari tahap perkembangan dewasa.
Kejadian tersebut dapat disimpulkan bahwa media sosial dapat memicu kedewasaan seseorang melebihi tahap perkembanggan yang seharusnya. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana tahap perkembangan dari pada remaja yang ada dan berkembang dalam pola perilaku yang belum pada waktunya. Sehingga kasus yang terpapar merupakan suatu dampak yang terlihat dari media sosial yang tidak terbatas.
Kedua, media sosial mengakibatkan seseorang menjadi anti-sosial. Judul tersebut bermakna kontradiksi karena tidak salah dan tidak selamanya benar. Judul tersebut hanya salah satu dampak negatif dari penggunaan media sosial yang berlebihan. Karena bila media sosial digunakan dengan benar, maka dapat memberikan manfaat yang besar bagi penggunanya. Dan, tidak semua orang mengalaminya. Hanya orang-orang tertentu saja. Orang yang berlebihan ‘bermain’ dengan media sosial secara tidak sehat akan memiliki kecenderungan itu.
Merebaknya layanan media sosial tanpa dibarengi sosialisasi dampak penggunaannya akan berpengaruh terhadap perilaku orang. Khususnya anak muda yang jiwanya masih labil. Anak muda yang masih labil lebih memilih curhat di media sosial, daripada dengan orang tuanya. Padahal, peran orang tua salah satunya adalah menjadi teman bagi anaknya. Kesalahan bukan pada orang tua saja, tetapi juga anak. Kadang anak lebih nyaman untuk menceritakan masalah pribadinya di Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, atau media sosial lainnya.
Biasanya yang kita lakukan saat menunggu di loket, terminal, apotek, ruang tunggu di kereta atau tempat yang memberikan situasi untuk kita menunggu adalah kita pasti berusaha untuk berkomunikasi atau berbicara dengan seseorang di sebelah kita, kebanyakan hal itu kita lakukan untuk mengurangi rasa bosan saat menunggu. Namun mungkin berbeda dengan apa yang terjadi pada anak remaja saat ini, dalam kondisi tersebut, untuk menghilangkan rasa bosan, mereka lebih memilih menggenggam atau mengunakan ponsel mereka dan berkomunikasi dengan teman dunia maya, bermain game, atau stalking di media sosial. Contoh di atas merupakan contoh kecil di mana seseorang mementingkan dirinya sendiri tanpa peduli dengan lingkungan sekitar.
Bila saya bertanya masih ingatkah seperti apa masa kanak-kanak Anda, ketika smartphone dan tablet belum tercipta? Apa yang sering Anda lakukan di waktu senggang, seperti setelah pulang sekolah atau akhir pekan? Apakah Anda bermain di luar bersama teman di lingkungan rumah, dan sering bermain kejar-kejaran di halaman bersama saudara-saudara. Bisakah Anda sebutkan berapa banyak permainan masa kecil Anda bersama teman di lingkungan rumah, masih ingatkah? Atau Anda sering membaca dan mendengarkan dongeng dari kakek nenek?
Anak-anak di zaman sekarang memiliki masa kecil yang berbeda dengan kita. Mereka lahir di era teknologi. Gadget seperti smartphone dan tablet sudah menjadi ‘kawan’ sehari-hari. Bahkan hasil riset pada tahun 2015 yang ditulis lembaga riset Childwise yang berbasis di Inggris melakukan riset dan mengungkapkan bahwa anak masa kini rata-rata menghabiskan waktu 6,5 jam per hari untuk beraktivitas dengan gadget-nya
Sebuah survei yang diadakan pada hari Safer Internet Day menemukan bahwa 75 persen anak berumur 10 hingga 12 tahun telah memiliki akun media sosial meski umur minimal untuk membuat akun media sosial adalah 13 tahun. Sementara itu, 96 persen remaja berumur 13 hingga 18 tahun menggunakan media sosial. Menurut The Telegraph, media sosial yang menjadi favorit anak-anak di bawah umur 13 tahun adalah Facebook. 49 persen responden mengakui bahwa mereka menggunakan media sosial ini. Instagram juga merupakan platform lain yang cukup populer. 41 responden mengaku bahwa mereka menggunakan Instagram untuk berbagi foto.
Tak heran bila kita melihat anak balita sudah mahir menggunakan tablet atau ponsel untuk menonton kartun ataupun mendengarkan lagu kesayangannya. Sedangkan anak yang lebih besar, sudah lebih canggih lagi memanfaatkan gadget-gadget tersebut untuk bermain game dan berbagai macam kegiatan lain. Dan akibat dari hal ini adalah perilaku anak sejak kecil akan atau bahkan sudah terbiasa hidup sendiri dengan media sosialnya dan tidak memerlukan orang lain ada di sekitarnya. Sehingga tidak banyak waktu yang bisa digunakan untuk bersosial dengan kehidupan sekitar atau mengenal lingkungannya serta norma-norma yang ada dan berlaku di lingkungan sekitarnya. Tidak memiliki kenangan bermain dengan teman sebaya di masa kecilnya.
Jadi, alangkah baiknya jika kemajuan teknologi diiringi dengan kesadaran untuk memanfaatkan internet secara sehat. Pendidikan tentang media sosial secara sehat harus sudah dimasukkan dalam kurikulum sejak SD, termasuk pengetahuan akan penggunaan media sosial yang berkaitan dengan waktu dan penggunanya. Sehingga media sosial tidak lagi menyebabkan seseorang menjadi antisosial dan hanya memanfaatkan media sosial untuk kesenangan pribadi saja.
Ketiga, media sosial dapat menyebabkan gangguan kejiwaan. Dari judul ini, mungkin kita berpikir, apakah benar demikian? Atau bagaimana cara media sosial menyebabkan gangguan kejiwaan seperti pada judul?
Yustinus Semiun (2006) menjelaskan kesehatan mental merupakan kemampuan untuk menyesuaikan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan masyarakat di mana dia hidup. Hal ini merupakan bentuk ideal dari seseorang pada semestinya. Sosial media dapat menjadi pengaruh hilangnya konsep kesehatan mental remaja. Menjadi suatu hal yang bermasalah bila konsep tersebut tidak ditemukan pada diri seseorang ataupun remaja.
Sosial media secara perlahan-lahan namun efektif membentuk pandangan masyarakat terhadap bagaimana seseorang melihat pribadinya dan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan dunia sehari-hari walau sudah melenceng dari tahap perkembangan jiwa maupun norma-norma yang berlaku. Buruknya hal tersebut tidak dianggap sebagai suatu kesalahan. Sosial media ini juga bisa berdampak kepada gangguan kejiwaan dan gangguan mental yang tanpa disadari oleh pengguna sosial media tersebut. Mengapa?
Lestari Rahmah (2016), seorang dokter memberikan pernyataan mengenai sembilan gangguan mental yang bisa terjangkit oleh sosial media ialah: Attention Deficit Hyperactivity Disorde (ADHD), merupakan gangguan perkembangan yang umumnya ditemui pada anak-anak dan remaja. Gejalannya berupa timbulnya perasaan selalu gelisah, tidak bisa tenang, serta mudah teralihkan pikiran dan perhatiannya. Sehingga, penderitanya tidak akan bisa fokus dalam belajar atau bekerja.
Depresi merupakan istilah umum untuk menggambarkan perasaan sedih yang mendalam, atau tertekan secara berlebihan. Depresi dapat menyebabkan hilangnya minat dan semangat di dalam diri, malas beraktivitas, gangguan pola tidur, bahkan mampu mendorong kamu untuk melakukan bunuh diri.
Obsessive-compulsive Disorder (OCD), merupakan gangguan psikologis yang membuat penderitanya selalu merasa cemas akan berbagai hal secara berlebihan. Bahkan, penderitanya dapat melakukan suatu hal yang sama secara berulang-ulang tanpa alasan yang jelas.
Narcissistic Personality Disorder (NPD). Penderita NPD akan menjadi orang yang arogan, egois, dan tidak bisa berempati dengan orang lain. Mereka selalu mengharapkan pujian dan kekaguman dari orang-orang di sekitarnya. Mereka jadi sulit menjalin hubungan dengan orang lain dan rentan terancam depresi. Gejala NPD orang suka pamer foto dirinya sendiri dengan berbagai gaya di sosial media.
Hypochondriasis, yang merupakan salah satu gangguan psikologis ketika penderitanya merasakan cemas yang berlebihan terhadap kesehatan tubuhnya, atau merasa menderita penyakit serius. Padahal, sebenarnya penyakit tersebut hanya ada di dalam khayalannya.
Schizoaffective dan Schizotypal Disorder, merupakan penyakit mental yang membuat penderitanya mengalami halusinasi, pikiran yang membingungkan, depresi, hingga gangguan ingatan. Bahkan penyakit mental ini mendorong potensi bunuh diri, bahkan membunuh orang lain.
Body Dysmorphic Disorder, yaitu seseorang yang memiliki rasa takut dan cemas yang berlebihan terhadap suatu kelainan pada bagian tubuhnya. Bukan hanya memperhatikan bagian-bagian tubuh, mereka juga tidak dapat berhenti memikirkan penampilannya, dan selalu ingin terlihat sempurna. Jika menemukan kelainan atau kekurangan pada bagian tubuhnya, mereka akan merasa tertekan dan mengalami depresi.
Voyeurism, diartikan sebagai perilaku suka mengintip. Namun, dalam konteks sosial media, voyeurism merujuk kepada sikap penasaran yang berlebihan terhadap seseorang, sehingga melakukan stalking secara mendalam, hingga benar-benar terobsesi pada orang tersebut secara tidak wajar.
Addiction, berarti ketagihan. Semakin sering melakukan berbagai aktivitas di media sosial, seseorang akan ketagihan dan ingin melakukannya lagi, secara terus-menerus, dan tanpa henti. Ketagihan ini tentu membuat pola hidup yang normal menjadi berantakan.
Dan untuk penegasan beliau mengungkapkan bahwa penggunaan sosial media secara berlebihan membuat dampak yang tidak baik bagi kesehatan jiwa dan mental. Makanya, mulai sekarang, perlu himbauan untuk menggunakan sosial media secara wajar sesuai keperluan. Selain itu, jangan terhanyut oleh berbagai aktivitas sosial media yang bisa bikin kamu terkena salah satu gangguan jiwa dan gangguan mental tersebut di atas.
Hasil penelitian para ahli mengungkap bahwa 1 dari 8 pengguna sosial media terutama Facebook adalah penderita gangguan jiwa dan mental.
“Media sosial dianggap lebih adiktif dibanding rokok dan alkohol. Ini adalah cara media sosial masuk ke dalam kehidupan orang muda,” kata Shirley Cramer (dalam Endah Triastuti 2017). Dari penjelasan ini kita sebagai tenaga didik diharapkan sadar dan siap akan kemungkinan bahaya yang mengancam anak-anak dan remaja. Kini menjadi tugas kita untuk memberikan layanan-layanan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Lalu bagaimana caranya?
Mendukung Peran Pemerintah
Menteri Kominfo Tifatul Sembiring pada tangal 18 Februari 2014 telah memberikan studi berjudul “Digital Citizenship Safety among Children and Adolescents in Indonesia” (Keamanan Penggunaan Media Digital pada Anak dan Remaja di Indonesia) bertujuan untuk menyediakan informasi-informasi penting tentang cara-cara kelompok usia tersebut menggunakan media sosial dan teknologi digital, motivasi mereka menggunakan media komunikasi tersebut, dan potensi risiko yang mereka hadapi dalam dunia digital.
Indonesia dengan kepemilikan telepon selular mencapai 84 persen dari total penduduk, mendorong UNICEF untuk bermitra dengan Kementerian Kominfo serta Berkman Center for Internet and Society, Harvard University, untuk melakukan survei ekstensif terhadap perilaku digital generasi muda.
Djoko Suyanto (2004), Menteri Kominfo mengatakan bila kemajuan teknologi informasi dan komunikasi atau IPTEK harus dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Teknologi tersebut merupakan alat untuk mewujudkan bangsa yang cerdas dan maju. Internet dapat memberikan manfaat besar bagi pendidikan, penelitian, niaga, dan aspek kehidupan lainnya. Jadi kita harus mendorong anak-anak dan remaja untuk menggunakan internet sebagai alat penunjang yang penting untuk membantu pendidikan, meningkatkan pengetahuan, dan memperluas kesempatan serta keberdayaan dalam meraih kualitas kehidupan yang lebih baik.
Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo pada tanggal 7 Agustus 2018 telah melakukan suatu program yang sangat baik, yaitu penghapusan media atau situs-situs yang mengandung konten-konten negatif di mesin pencarian Google. Gatot S. Dewa Broto (2018), Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo, menyatakan, kegiatan pemblokiran situs-situs yang meresahkan masyarakat terkait konten perakitan bom, pornografi, perdagangan obat dan makanan yang tidak berizin, perdagangan bursa komoditi, saham dan investasi yang tidak berizin, muatan perjudian, kegiatan terkait SARA dan kegiatan ilegal lainnya.
Pertama, kita diharapkan untuk mendorong dan mendukung program pemerintah supaya anak untuk dapat menggunakan internet secara positif, yakni untuk membantu dalam pendidikan dan meningkatkan kualitas hidup. Kita juga diharapkan mampu menunjukkan sisi positif dari media sosial dan bagaimana penggunaan yang baik dan benar.
Mendukung Peran Sekolah
Kartini Kartono (2000): pengalaman awal sekolah merupakan hal yang kritis dalam mempersiapkan keberhasilan atau kegagalan remaja di masa depan. Guru yang memiliki posisi yang sangat penting dan strategi dalam pengembangan potensi yang dimiliki peserta didik. Pada diri gurulah kejayaan dan keselamatan masa depan bangsa dengan penanaman nilai-nilai dasar yang luhur sebagai cita-cita pendidikan nasional dengan membentuk kepribadian sejahtera lahir dan batin, yang ditempuh melalui pendidikan agama dan pendidikan umum. Oleh karena itu harus mampu mendidik diberbagai hal, agar ia menjadi seorang pendidik yang proporsional. Sehingga mampu mendidik peserta didik dalam kreativitas dan kehidupan sehari-harinya.
Maka dari itu, guru yang memiliki peran yang sangat besar diperlukan untuk meningkatkan profesionalisme pendidik dalam pembelajaran. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara:
(1) meningkatkan kualitas sebagai pengajar,
(2) meningkatkan kualitas materi,
(3) menigkatkan dalam pemakaian metode,
(4) mengkatkan sarana metode atau teknik,
(5) peningkatan kualitas belajar.
Kedua, kita perlu mendukung dan mendorong peran sekolah sebagai tenaga pendidik, mengalami kemajuan dalam pendidikan, yang terutama ialah guru harus memikirkan cara supaya pembelajaran di sekolah menjadi menarik. Seperti juga kita tahu sekarang, hampir di setiap sekolah memberikan kebijakan untuk boleh membawa ponsel atau laptop di dalam kegiatan belajar mengajar. Dan juga kita tahu bila pada tahapan remaja, mereka lebih menyukai hal yang menarik perhatian mata untuk dilihat. Sehingga tantangan yang timbul adalah bagaimana cara memberikan atau menyampaikan materi pembelajaran yang menarik bagi siswa yang kita kaitkan dengan remaja sehingga dalam posisinya, pendidikan atau proses belajar mengajar lebih menyenangkan dari pada media sosial yang ada di ponsel mereka.
Adapun Menteri Pendidikan Indonesia juga menegaskan bahwa pendidikan seharusnya menyenangkan peserta didik.
Mendukung Peran Orang Tua
Orang tua merupakan lapisan terdepan yang berhubungan dengan anak atau remaja, karena orang tua seharusnya menjadi orang yang paling dekat untuk mendengarkan, menasihati, membimbing dan menjadi kawan bagi mereka sendiri.
Namun pada kenyataannya banyak orang tua menghilangkan fungsi dari orang tua tersebut. Kebanyakan orang tua kurang mengerti bila anak di bawah usia tiga belas tahun merupakan tanggung jawab orang tua. Kurangnya pengawasan orangtua terhadap anak, meskipun orangtua tidak selalu bersama sang anak karena pekerjaan, hendaknya orang tua bisa untuk menyempatkan waktu sedikit bertemu dengan anaknya dan memperhatikan tumbuh-kembangnya serta memberikan kasih sayangnya, karena hal tersebut memiliki efek yang bagus untuk tumbuh kembang anak dan juga memiliki perasaan diperhatikan oleh orangtuanya.
Papalia, Diane E. dan Sally Wendkos Old (2009) menyatakan bahwa anak-anak yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya itu selalu merasa tidak aman, dan merasa kehilangan tempat berpijak atau tempat bernaung.
Saat mereka tidak mendapatkan hal tersebut, mereka sengsara di hati, sedih, malu atau merasakan penderitaan batin lainnya kemudian akan mengembangkan reaksi kompensatoris terbentuk dendam dan sikap bermusuhan dengan dunia luar. Anak anak ini akan mulai hilang dari rumah, lebih suka berada di dunia luar, di mana mereka merasa diterima dan merasakan kenyamanan.
Lalu, kurangnya respon dari orang tua ketika anak bertanya ataupun bercerita, itu akan membuat anak merasa lebih nyaman bercerita dengan orang lain dan bukan dengan orang tua karena mereka merasa diacuhkan dan itu akan mengurangi rasa percaya anak terhadap orang tua. Lantas apa salahnya bila anak lebih suka bercerita di media sosial? Dengan teman dunia maya mereka merasa lebih dipedulikan dan diperhatikan, cerita mereka selalu ditanggapi dan hal ini yang akhirnya terjadi fungsi orang tua dalam mendengarkan digeser oleh media sosial.
Namun untuk menyukseskan generasi muda kita memerlukan bantuan orang tua atau orang yang lebih dewasa seperti Anda dan saya untuk membantu anak remaja ke arah yang lebih baik. Pentingnya peran orang tua terhadap pendidikan anak bukanlah hal yang sepele karena pendidikan adalah modal utama yang harus dimiliki oleh setiap individu yang hidup agar dapat bertahan menghadapi perkembangan zaman.
Seperti saat ini orang tua semakin menyadari pentingnya memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak-anak mereka sejak dini. Keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak-anak terbukti memberikan banyak dampak positif bagi anak. Banyak yang mencapai kesuksesan setelah mereka menginjak usia dewasa dan terjun ke dalam dunia sosial yang sebenarnya. Peran aktif orang tua tentu saja perlu didukung oleh komunikasi yang baik antara orang tua dan pihak sekolah. Seperti orang tua yang terlibat di Sekolah Dasar (SD) akan menuai efek positif yang akan berlangsung seumur hidup anak. Jadi tidak hanya peran guru dan lingkungan yang penting tetapi peran orang tua juga memegang peranan yang sangat penting dalam prestasi belajar anak.
Penutup
Untuk mewujudkan suatu gambaran remaja yang ideal seperti yang dipaparkan di atas, kita memerlukan uluran tangan dari semua pihak, baik itu pemerintah, sekolah dan orang tua untuk melindungi generasi yang siap menyambut masa depan. Peran guru yang profesional dan orang tua yang selalu dekat dan menyayangi anaknya merupakan hal utama.
Media sosial tidak selamanya memberikan dampak yang buruk, namun untuk meminimalisir terjadinya hal tersebut alangkah baiknya kita tahu dan paham mengenai potensi dan dampak dari media sosial itu sendiri supaya tidak ada generasi yang hilang karena dampak yang mengancam dari media sosial tersebut.
Daftar Pustaka
Kartono, Kartini. 2000. Hygiene Mental. Bandung: Penerbit Radar Maju
Hurlock, Eliszabeth B. 1980. Developmental Psysology (di terjemahkan oleh Istiwida Yanti dan Soedjarwo. Edisi Lima. Jakarta: Penerbit Erlangga
Papalia, Diane E. dan Sally Wendkos Old. 2009. Human Development. Edisi sepuluh. Jakarta: Selemba Humanika.
Triastuti, E., Prabowo, A, I. & Napis H. V. 2017. Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet. Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO) Republik Indonesia.
Triastuti, Endah. 2017. Kajian Dampak Menggunakan Media Sosial Bagi Anak dan Remaja. Cetakan Pertama. Jakarta: FISIP Universitas Indonesia.
Semiun. Yustinus. 2006. Kesehatan Mental. Edisi Satu. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Kominfo. 2018. Berita kemeninfo pastikan mesin pencari bebas konten porno. http://citypost.id/berita-kemkominfo-pastikan-mesin-pencari-bebas-konten-porno.htm diakses terakhir pada tanggal 8 Oktober 2018. Jam 20.15 WIB.
Kominfo.2014. Internet untuk remaja. https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3835/Kominfo+Dorong+Anakanak+Remaja+gunakan+internet+untuk+membantu+pendidikan/0/berita_satker terakhir diakses pada tanggal 8 Oktober 2018. Jam 20.20 WIB.
Detik News. 2018. Siswi sd di perkosa teman sebayanya. https://news.detik.com/berita/d-4155496/bejat-siswi-sd-diperkosa-9-temannya-berkali-kali-di-sulteng terakhir diakses pada tanggal 8 Oktober 2018. Jam 20.20 WIB.
Wikipedia. 2018. Media Sosial. https://id.wikipedia.org/wiki/Media_sosial terakhir diakses pada tanggal 7 Oktober 2018. Jam 21.30 WIB.
Rahmah, Lestari. 2016. Pengaru Sosial Media terhadap Masyarakat. https://www.korpasiana.com/lestarirahmah/584abb31b793730a32643b59/gangguan-kejiwaan-akibat-pengaruh-sosial-media-di-kehidupan-masyarakat terakhir diakses pada tanggal 6 Oktober 2018. Jam 16.20 WIB.