Kupang, detak-pasifik.com – Komunitas Rumah Eina berkolaborasi dengan Mozza Cafe menggelar Festival budaya tarian khas manggarai di Kupang, Jumat hingga Sabtu (13-14/2/2025).
Festival itu dilaksanakan melalui kolaborasi dengan Mozza Cafe, sebuah kafe yang dikenal sebagai ruang kreatif bagi anak muda di Penfui, Kabupaten Kupang. Mozza Cafe tidak hanya menyuguhkan kuliner berbahan dasar daun kelor, tetapi juga berkomitmen untuk mendukung kegiatan-kegiatan budaya dan kreatifitas lokal.
Yuan, Ketua Panitia Festival mengungkapkan, acara ini merupakan jawaban bagi anak muda Manggarai yang telah lama merindukan ruang untuk mengekspresikan dan mengembangkan bakat mereka dalam bidang budaya.
“Banyak anak muda Manggarai yang memiliki minat besar untuk mengembangkan dan melestarikan budaya kita. Namun, selama ini mereka terkendala oleh minimnya ruang dan fasilitas untuk mengekspresikan itu. Festival ini kami hadirkan untuk membuka peluang dan menunjukkan bahwa budaya kita tetap hidup dan berkembang di tanah perantauan,” ujar Yuan.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga solidaritas di antara pemuda Manggarai, seraya mengajak mereka untuk terus bersatu dalam menjaga warisan budaya.
“Kami berharap melalui acara ini, pemuda Manggarai bisa semakin solid, saling mendukung, dan menjaga nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh leluhur kita,” tambahnya.
Seven, Ketua Umum Rumah Eina, menambahkan festival itu bertujuan mempererat ikatan persaudaraan di antara pemuda Manggarai yang ada di Kupang, sekaligus menyiapkan regenerasi penari-penari muda yang dapat membawa budaya Manggarai ke seluruh penjuru.
“Kami berharap festival ini tidak hanya menjadi kegiatan tahunan, tetapi juga menjadi ajang yang mampu memperkenalkan budaya Manggarai ke masyarakat lebih luas lagi,” ujar Seven dengan optimisme.
Salah satu inisiator kosep kegiatan ini, Frans Teo Keban menyatakan, Saya mengapresiasi semangat Komonitas Rumah Eina ini dalam menyelengarkan acara ini. Saya selaku dan juga merupakan pegurus Mozza Cafe bahwa keterlibatan saya dalam acara ini, sejalan dengan Visi dan Misi Cafe kami memberi ruang bagi anak muda di kota Kupang.
“Momentum ini terasa istimewa karena bertepatan dengan hari kasih sayang. Cinta dalam festival bukan hanya soal antar manusia, tetapi juga cinta dan kepedulian budaya. Budaya adalah identitas yang kita harus rawat bersama, “ungkap Frans.
Frans, yang berasal dari Flores Timur, juga menekan pentingnya membuka ruang kereatifitas bagi generasi muda. Budaya di Nusa Tenggara Timur sangat kaya ini adalah upaya nyata untuk mengingatkan generasi muda bahwa, budaya warisan yang harus di jaga, pungkasya.
Prof. Dr. Fransiskus Bustan, M.Lib, seorang tokoh masyarakat Manggarai, bertindak sebagai juri. Dalam sambutannya, Prof. Fransiskus menyampaikan harapannya agar kegiatan serupa dapat lebih sering dilaksanakan, terlebih mengingat pentingnya pendidikan budaya bagi anak muda.
“Acara seperti ini seharusnya lebih sering diadakan, tidak hanya pada momen Hari Kasih Sayang, tetapi juga pada momen lain, seperti Hari Pendidikan Nasional pada bulan Mei. Ini adalah langkah awal yang sangat positif,” ujar Prof. Fransiskus.
Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga nilai-nilai budaya leluhur dan berpesan kepada generasi muda untuk bangga terhadap identitas budaya mereka.
“Ada pepatah dalam budaya kita yang berbunyi ‘neka oke kuni agu kalo’, yang berarti anak muda harus menjadi penjaga dan penerus budaya yang diwariskan leluhur,” tegas Prof. Dr. Fransiskus Bustan, M.Lib.
Festival ini di ikuti oleh sembilan kelompok peserta dari berbagai Organisasi kepemudaan Manggarai di Kupang. Tiga juri yang menilai perlombaan ini adalah Aleks Saputra, Prof. Dr. Fransiskus Bustan, M.Lib, dan Melani Sintia**(Arsen Setiawan)