Salatiga, detak-pasifik.com- Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) kembali memperkuat perannya di ranah akademik global dengan menjadi tuan rumah program International Master in Diaconic Management (IMADM) yang berada di bawah naungan United Evangelical Mission (UEM). Program ini berlangsung pada 3–22 Maret 2025 di Fakultas Teologi UKSW dan diikuti oleh 14 mahasiswa internasional serta lima dosen dari berbagai negara, termasuk Rwanda, Kamerun, Namibia, Tanzania, Republik Demokratik Kongo, Ghana, Filipina, Belanda, Jerman, dan Indonesia.
Koordinator IMADM, Pendeta Irene Ludji, MAR., Ph.D., menjelaskan bahwa kerja sama antara Fakultas Teologi UKSW dan UEM bertujuan untuk memperkuat internasionalisasi UKSW serta mengembangkan jaringan akademik Fakultas Teologi dalam rangka mencapai visi dan misinya. Selain itu, program ini merupakan hasil kolaborasi dengan Universität Bielefeld, Fakultät für Geschichtswissenschaft, Philosophie und Theologie, serta Institut für Diakoniewissenschaft und Diakoniemanagement (IDWM).
Selama tiga minggu perkuliahan di UKSW, mahasiswa IMADM akan mendalami topik besar Diaconic Management, yang disampaikan oleh empat dosen dari UEM dan IDWM serta tiga dosen dari Fakultas Teologi UKSW. Dalam program ini, mahasiswa mempelajari diakonia dari tiga konteks berbeda, yaitu Asia (Indonesia), Eropa (Jerman), dan Afrika (Tanzania). Dengan akreditasi internasional dari Association for Theological Education in South East Asia (ATESEA), Fakultas Teologi UKSW memenuhi standar akademik yang memungkinkan kolaborasi dengan berbagai institusi global.
Keikutsertaan UKSW dalam program IMADM memberikan berbagai manfaat, baik dalam konteks akademik maupun penguatan jejaring internasional. “Fakultas Teologi UKSW mendapat kesempatan untuk menjalin kerja sama akademik yang lebih luas, sementara dosen dan mahasiswa memperoleh akses terhadap interaksi akademik lintas budaya,” jelas Pendeta Irene Ludji.
Dekan Fakultas Teologi, Pendeta Izak Y.M. Lattu, Ph.D., menegaskan bahwa IMADM sejalan dengan visi Fakultas Teologi dalam mengembangkan teologi kontekstual yang pluralis, oikumenis, dan nasionalis. “Kegiatan ini memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar langsung di tengah keberagaman, berdiskusi dengan dosen dan masyarakat, serta memahami bagaimana berteologi dengan menghargai penganut agama lain,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa pengalaman belajar bersama dengan civitas academica UKSW dan masyarakat sekitar menjadi aspek penting dalam program ini. “Kami ingin mahasiswa tidak hanya memahami teori, tetapi juga mengalami langsung bagaimana teologi kontekstual diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat membangun dialog antariman yang lebih nyata,” pungkasnya.
Belajar di UKSW dan Makna Diakonia
Para peserta IMADM berbagi pengalaman mereka selama mengikuti program di UKSW. Novita Hero Rosa dari Indonesia mengungkapkan bahwa ia sangat terkesan dengan suasana akademik UKSW yang mendukung serta keramahan komunitas kampus. “Diakonia adalah gerakan global yang harus dipahami dalam berbagai konteks. Pengalaman belajar di UKSW sangat membantu saya memahami keberagaman dan bagaimana mengimplementasikan diakonia dalam gereja kami,” ujarnya.
Senada dengan itu, Willem Gaweseb dari Namibia menyatakan bahwa pengalaman pertamanya di Indonesia begitu berkesan. “Saya merasakan kehangatan dan harmoni di UKSW. Budaya akademiknya sangat impresif, dengan fasilitas yang mendukung serta lingkungan yang mendorong diskusi lintas budaya dan agama,” katanya.
Selain mahasiswa, tiga dosen UEM turut berbagi kesan positif selama mereka mengikuti program ini di UKSW. Reverend Godwin Gladson Delase Ampony dari Namibia menuturkan bahwa UKSW dipilih karena atmosfer akademiknya yang kondusif serta fasilitas yang mendukung pembelajaran optimal. “Salatiga adalah kota yang tenang, ideal bagi mahasiswa untuk fokus belajar,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya Program IMADM dalam membekali pekerja gereja dengan keterampilan manajerial. “Tujuan utama program ini adalah mengasah kompetensi, pengetahuan, dan keterampilan dalam pelayanan diakonia,” ujarnya. Program ini membangun pekerja gereja yang tidak hanya berlandaskan spiritualitas tetapi juga menciptakan dampak sosial berkelanjutan.
Sementara itu, Prof. Dennis Solon dari Filipina melihat program IMADM sebagai sarana membentuk pemimpin yang mampu membawa perubahan. “Kami ingin bekerja dengan mahasiswa dan dosen yang berkomitmen untuk ‘membalikkan dunia’ dalam cara yang positif,” katanya. Dengan wawasan lintas disiplin dan pengalaman internasional, program ini memperkaya kapasitas mahasiswa dalam melayani masyarakat lebih efektif. Kehadiran mahasiswa dari berbagai negara turut memperluas cakrawala diakonia secara global.
Tak ketinggalan, Prof. Michael Wittland dari Jerman menekankan pentingnya kolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu di UKSW. “Kami ingin bekerja sama lebih luas dengan berbagai bidang di UKSW karena keberagaman ilmunya sangat mendukung pembelajaran,” jelasnya. Sebagai bagian dari program yang dilaksanakan di tiga negara, pengalaman belajar di UKSW diharapkan memberikan wawasan baru bagi mahasiswa dalam menghadapi tantangan global di bidang diakonia.
Dengan semakin berkembangnya kerja sama akademik ini, UKSW diharapkan terus memainkan peran strategis dalam pengembangan teologi kontekstual dan diakonia global, sekaligus memperkuat posisinya sebagai pusat studi teologi yang berorientasi internasional. Program ini menjadi bukti nyata kontribusi UKSW dalam mendukung Sustainable Development Goals (SDGs), terutama SDG 4 (Pendidikan Berkualitas), SDG 10 (Mengurangi Kesenjangan), SDG 16 (Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Kuat), serta SDG 17 (Kemitraan untuk Mencapai Tujuan).* (WT/RE)