Saling Klaim Warisan Tanah Konay, Surat Sakral 1955 Dibuka Salah Satu Pihak

Army Konay dan Marten Konay memperlihatkan surat putusan Mahkamah Agung tahun 1955. Keluarga Konay menyebut surat putusan itu sebagai surat sakral.

Kupang, detakpasifik.com Saling klaim tanah warisan keluarga Konay di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur masih juga terjadi. Tanah yang telah dikuasai oleh Marten Konay, Army Konay dkk itu diklaim juga oleh keturunan dari Victoria Anin, yaitu Victoria Oebetan, Tidoris Frans Samadara, Adriana M Samadara dan Yavet Kolloh. Sementara itu, Marten Konay dan Army Konay menyebut klaim keturunan Victoria Anin adalah konyol dan merupakan hasil rekaan saja.

Melalui kuasa hukum dari Tim Bantuan Hukum Kopi Johny Hotman Paris Jakarta, M Rikhardus Joka dan Kores Tambunan saat konferensi pers di Hotel Sotys Kupang Minggu, (28/3/2021) lalu, keempat keturunan Victoria Anin mengklaim sebagai ahli waris Konay yang sah.

“Bahwa ibu Victoria Anin berdasarkan silsilah garis keturunan keatas adalah sebagai ahli waris Konay yang sah sebagai pemilik bidang tanah yang dikenal sebagai tanah Pagar Panjang seluas 250 ha dan tanah Danau Ina seluas kurang lebih 100 ha, terletak di Kelurahan Oesapa dan Kelurahan Lasiana, Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur,” kata kuasa hukum dari kelompok bantuan hukum Kopi Johny Hotman Paris dalam pres rilisnya.

Sementara itu, Army Konay saat konferensi pers di rumah adiknya Marten Konay di Kuanino, Belakang Pos Polisi Kanaan, Selasa (30/3/2021) menyebutkan pihaknya telah mengantongi setidaknya 8 putusan pengadilan yang menguatkan mereka sebagai pemilik sah warisan keluarga Konay.

Army Konay yang juga adalah wakil bupati Timor Tengah Selatan (TTS) lantas menunjukkan salah putusan asli Mahkama Agung tahun 1955 atas perkara tanah seluas kurang lebih 350 ha itu yang disebutnya sebagai surat sakral.

Klik dan baca juga:  Calon Bupati Paket Joss Dilaporkan ke Bawaslu NTT Terkait Dugaan Penistaan Agama dan Money Politik

“Kami berani memperlihatkannya untuk ini kali saja. Minta maaf ini tidak untuk dikopi, dilihat saja. Ini tidak pernah keluar ini. Kami menyebutnya surat sakral. Hanya orang-orang yang telah berperang atas tanah itu saja yang boleh memegangnya,” ujar Army Konay yang juga mantan DPRD NTT dua periode itu.

Pengacara Army Konay dan Marten Konay, Fransisco Bernando Besi mengatakan, klaim keturunan Victoria Anin adalah konyol dan dan merupakan hasil rekaan saja. Ia berpesan agar kuasa hukum dari kelompok bantuan hukum Kopi Johny Hotman Paris Jakarta dan kliennya membaca putusan nomor 65 tahun 1993, putusan nomor 70 tahun 2005 sampai dengan putusan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.

“Itu senior-senior saya itu (kuasa hukum kelompok bantuan hukum Kopi Johny). Di sana mereka tidak dapat data yang akurat. Kalau mereka dapat data yang akurat mereka pasti tidak akan jauh-jauh datang dari Jakarta sampai ke Kupang,” ujar Sisko Besi.

“Sejarah yang mereka tunjukkan dengan foto, cap basah tahun “tidak enak” ada semua di sini dan ini sudah diuji di Mahkamah Agung, mereka sudah kasih masuk, sudah ada di sini. Sehingga menurut saya sangat berlebihan dan konyol makanya saya pernah bilang ini sudah selesai kalaupun ada seperti ini biar masyarakat tahu mereka itu sudah kalah perkara, sudah ada, sudah diuji mau putusan dari tahun 51 orang tua mereka sudah kasih masuk kalah, historis panjang-panjang seolah-olah kita tidak tahu, sudah ada,” sambung Sisko.

Klik dan baca juga:  Klaim Tim Pemenangan Melki-Johni Didukung oleh Kekuatan Negara Picu Kontroversi
Pengacara Francisco Bernando Besi (Berjas Motif Manggarai) menunjukkan salah satu surat putusan pengadilan.

Dari empat orang ahli waris, Tedoris Frans Samadara, Yafet Kollo, Victoria Samadara dan Adriana Samadara tahun 1993, ayah mereka sudah kalah perkara dengan Esau Konay sebagai penggugat.

Pasca putusan nomor 65 tahun 1993 itu, Yunus Daniel Samadara dan Pilipus Kolloh, ayah dari Yafet Kolloh, Victoria Samadara, Tedoris Frans Samadara dan Adriana Samadara mengajukan gugatan lagi tahun 2005 dengan pihak penggugat Dominggus Konay. Putusan pengadilan mengatakan gugatan keduanya kalah.

“Ada asas hukum namanya Ne Bis In Idem (terhadap perkara yang sama tidak dapat diadili untuk kedua kalinya),” kata Sisko.

Sisko menjelaskan putusan hukum tahun 2005 itu dimenangkan oleh Dominggus Konay. Gugatan hingga ke Mahkamah Agung oleh Yunus Daniel Samadara dan Pilipus Kollo ditolak sehingga yang dipakai adalah putusan Pengadilan Tinggi Kupang yang menolak gugatan Yunus Daniel Samadara dan Pilipus Kollo.

“Oleh karena itu yang terkahir dari saya, apabila mereka rekan-rekan saya advokat dari tim bantuan hukum Kopi Johny dan ahli waris berbicara tentang ahli waris semua ada semua di sini,” ujarnya.

Klik dan baca juga:  Mengenal Meteran Exim dan Sistem On Grid: Inovasi SPK untuk Pembangunan Berkelanjutan di NTT

Detakpasifik mendapat kesempatan mengutip cuplikan putusan 65 tahun 1993 pertimbangan hukum di halaman 18 pagaraf 1, 2 dan 3 terkait hubungan Victoria Anin dan tanah warisan keluarga Konay.

Berikutnya cuplikan putusan itu;

Keputusan pengadilan negeri menimbang bahwa kemudian pengurusan tersebut dilanjutkan oleh Maria Fonay dan Victoria Anin, menimbang bahwa menurut hukum adat Timor bahwa tentang hak suku Unikaso harta suku ulayat anak perempuan hanya diberi hak menikmati saja semasa hidupnya yang dalam istilah hukum adat orang Timor disebut ukit susu dan setelah meninggal harta berupa tanah tersebut kembali kepada marga Konay

Menimbang, bahwa oleh karena itu Maria Fonay atau Victoria Anin Kedudukannya terhadap harta benda Yohanis Konay 1 yang menjadi objek sengketa perdata nomor 8 tahun 1951 adalah sekedar hak menikmati saja atau uki susu dan tidak boleh diwariskan kepada anak-anaknya .* (Juan Pesau)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *