Sekeping Kisah Pemimpin Lalim

Pius Rengka. Dokpri.

Sebaiknya tuturkan saja rencana kerja masing-masing calon sambil mengajak para sahabat dari mana saja untuk memilih calon yang tepat, terutama yang JUJUR.

Oleh Pius Rengka

Pada awal abad 18, tepatnya tahun 1828. Di Kota Tananarive, Madagaskar yang kini disebut Malagasi, hiduplah seorang ratu lalim. Ranavalona namanya.

Demi meraih kekuasaan, Ranavalona merajut rencana licik. Dia menempuh cara curang. Pertama-tama, dia menyingkirkan semua keluarga Raja Radama I yang dikenal bijak dan dicintai rakyatnya.

Tatkala Baginda Sri Raja Radama I menghembuskan nafas terakhir setelah dirajam penyakit yang menderanya, maka sejak saat itu, bibit gelora nafsu kekuasaan Ranavalona mekar dan tumbuh menjulang hingga tak sanggup dibendung.

Dia lalu mencari cara licik dan curang untuk meraih kursi kerajaan. Satu-satunya cara tercepat yang dipilihnya ialah dengan membunuh semua keturunan Raja Radama I. Dia bersama komplotannya menyingkirkan semua pembesar kerajaan yang diduganya masih setia dengan Raja Radama I. Tak ayal lagi, Ranavalona berhasil meraih kursi kerajaan di Kota Tananarive, Malagasi.

Singkat ceritera, Ranavalona sah menjadi Ratu di Pulau Malagasi. Dia menyusun tim kerja yang menjadi pejabat kerajaan. Di lingkaran para pejabat kerajaan diisi oleh orang-orang yang mutlak patuh kepadanya.

Mereka ini saban hari seperti hanya bertugas mengipas bara api pujian. Mereka belajar menjilat lidah api pujian demi melambungkan sebongkah keangkuhan Sang Ratu. Ranavalona pun menampung pujian itu ke dalam lumbung keangkuhannya sendiri yang tidak pernah penuh jua.

Namun, demi langgengnya kekuasaan Sang Ratu, mereka perlu mencari anasir gerakan sosial yang mungkin akan menggerogoti kursi kerajaan diam-diam dan dari dalam. Salah satu unsur yang ditemukannya ialah komunitas orang Kristen yang telah menerima identitas ajaran pencerahan yang rutin mengabarkan tentang betapa baiklah hidup damai, dan mencari keheningan sunyi untuk mendengar betapa riuhnya suara Sang Sabda.

Klik dan baca juga:  Tuhan Ada di Sini di dalam Jiwa Ini

Memang pada saat itu, pengikut Kristen kian mekar bertumbuh karena mereka terpesona oleh ajaran-ajaran kabar keselamatan. Bahkan saat itu, Raja Radama I, telah menitahkan untuk membangun sekolah di mana-mana di Malagasi, karena Malagasi masih hidup di bawah selimut kegelapan buta huruf. Tetapi, mendirikan sekolah artinya mendirikan daya nalar. Membangun daya nalar artinya membangun kritisisme.

Dan, memang, kritisisme mulai mekar meluas dan bahkan ujungnya menuntut kebebasan. Ratu Ranavalona bergidik. Dia tidak mau. Dia ingin ajaran itu harus jauh dari lingkungan Pulau Malagasi. Kristen harus padam. Pengikut Kristus harus punah dari pulau itu.

Pukulan telak yang kedua yang dilakukannya ialah menyingkirkan semua orang dengan kepercayaan Kristen, karena Kristen adalah sebuah identitas yang identik dengan pemekaran cahaya intelektual di tanah itu. Semua orang Kristen dibasminya karena sarang kecerdasan dan kebaikan ternyata kian mekar di komunitas itu. Bagaikan amuba yang menjamakkan diri dan melebarkan wilayah pengaruh, pengikut Kristus membludak.

Syahdan, meski upaya pemusnahan pengikut Kristus saban hari kian gencar dan mencekam ke seluruh pulau mungil di Samudra Hindia itu, tetapi secercah cahaya kebenaran di lorong kegelapan itu menerangi militansi para pengikut Kristus. Bayarannya jelas. Banyak yang dibunuh dengan keji, bahkan demi menimbulkan kengerian massal, manusia dibakar di tanah lapang agar disaksikan banyak rakyat.

Klik dan baca juga:  Pemerintah Terjebak

Tak sedikit manusia yang dibantai, tetapi identitas kristiani tak sanggup redup disaput kelam kekejaman. Pada akhirnya, Ratu lalim ini pun kehabisan akal dan kehabisan cara untuk menghajar dan memusnahkan identitas kristiani di wilayah itu. Hingga kini, Malagasi nyaris menjadi identitas Kristen di tengah maha luas Samudra Hindia.

Refleksi

Ceritera Malagasi, adalah ceritera tua. Tetapi, masih hidup hingga kini. Ceritera perihal identitas, sama tuanya dengan usia peradaban manusia. Perihal identitas tak akan dan bahkan tak bakal akan redup sepanjang tali sejarah peradaban.

Secara teoretis, identitas itu terbagi dua. Identitas terberi dan identitas kultural. Identitas terberi (given) berupa warna kulit, suku, ras, dan jenis rambut. Identitas kultural adalah adat istiadat atau kebiasaan, bahasa, agama, ideologi politik dan aneka jenis identitas lain yang ada di bumi.

Identitas terberi adalah ciptaan Tuhan (God made), karenanya tidak dapat diubah, kecuali diterima begitu saja tanpa perlu digugat, bahkan tidak perlu ada arena diskursus. Sebagai misal, Wanus Jangkadere orang Manggarai. Dia lahir dengan warna kulit sawo matang, rambut ikal dan ganteng. Identitas terberi si Wanus itu tidak pernah diawali dengan dialog akal sehat atau akal sakit atau bahkan tidak ada konfirmasi sejenis persetujuan dengan si Wanus. Apakah dia perlu dilahirkan sebagai orang Manggarai dengan potongan seperti itu. Tidak ada dialog. Terima saja. Tetapi Wanus Jangkadere orang pandai karena proses kultural.

Klik dan baca juga:  Kenapa Orang Manggarai Harus Memilih Paket SIAGA? Sebuah Pilihan untuk Masa Depan yang Lebih Baik

Karenanya identitas terberi tidak dapat ditolak. Tetapi, ada identitas yang dapat diubah dan boleh berubah-ubah yaitu identitas kultural. Meski Wanus Jangkadere kelahiran Manggarai, dia tidak harus selalu menggunakan bahasa Manggarai saban hari pagi siang petang hingga malam.

Dia bisa mengubah tutur kata dengan kultur berbahasa Timor, sejauh dia mengerti mengucapkannya dengan pas dan pantas. Begitu pun ketika Wanus Jangkadere yang tadinya di Partai Kuda Kayu, kini dia berubah pikiran dan berpindah menjadi anggota Partai Kebun Binatang. Tak masalah, karena identitas kultural adalah identitas buatan manusia (man made). Manusia itu makhluk suka keliru dan mau hidup dalam gubuk kekeliruan. Boleh jadi ciptaan kultural manusia itu keliru dan karenanya dapat diganti atau diubah.

Jadi, para pembaca nan budiman, di musim kampanye politik ini, jangan terlalu lama buang waktu hanya untuk mendebat perihal identitas. Sebaiknya tuturkan saja rencana kerja masing-masing calon (bupati, wali kota dan gubernur) sambil mengajak para sahabat dari mana saja untuk memilih calon yang tepat, terutama yang JUJUR.

Begitulah.