Oleh Marcel Ado Wawo
Sangat bersyukur di masa pandemi Covid-19, masyarakat dunia disuguhi pertandingan sepak bola yang berkualitas dari Euro 2020. Alih-alih sebagai pengusir kejenuhan dari perasaan galau menghadapi ancaman Covid-19.
Event Euro 2020 menjadikan manusia sebagai makhluk yang terus mendominasi alam semesta walau ancaman Covid-19 terus menghantui kita. Covid-19 ibarat predator yang setiap saat dapat menyerang dan memangsa kita.
Kita tidak boleh kalah, kita harus bisa mengatasinya, dengan cara-cara dan hukum-hukum yang telah kita bentuk.
Sejatinya kita adalah predator, homo homini lupus, sekaligus juga kawan, homo homini socius. Coba Anda renungkan sejenak, kita adalah genus pemangsa segala (omnivora). Kita lahap semua makhluk, baik yang bernyawa, maupun tak bernyawa, seperti ikan dan daun-daunan. Tapi di sisi lain kita adalah sahabat semua makhluk, kita sayangi, kita pelihara demi kelestarian alam semesta.
Homo homini lupus, berbareng tumbuh dengan homo homini socius dalam diri manusia. Ironis memang. Itulah keberadaan kita, eksistensi kita yang sebenarnya.
Eksistensi kita ibarat dalam dua sisi dari satu mata uang. Di satu sisi berbicara tentang value, di sisi yang lain kita berbicara tentang nominal, jumlah, harga. Di satu sisi kita adalah serigala, di sisi lain kita adalah sahabat. Di satu sisi dipandang sebagai dewa, di sisi lain dipandang sebagai bandit. Begitulah hidup di semesta alam.
Demikian juga halnya dengan pertandingan semifinal nanti, antara Inggris melawan Denmark. Diksi melawan, sangat sarkastis dan apriori. Walaupun diksi melawan bukan berarti memusuhi. Tapi, karena musuh maka kita lawan.
Para pemain berdialektika dalam hukum sepak bola, kawan dan lawan. Dan secara tidak sadar, ikut terbawa ke dalam lapangan hijau, tempat di mana sportivitas dijunjung tinggi, walau tampak lawan, tapi bukanlah musuh. Berseteru tapi tetaplah sahabat.
Perseteruan antar bangsa mulai dari peperangan sampai sepak bola. Viking, leluhur bangsa Denmark pernah menguasai Kota York, ketika Inggris masih dalam kerajaan Northumbria. Rupanya perjalanan sejarah telah mencatat kedua negara pernah jadi musuh bebuyutan.
Simbol-simbol kekerasan dalam peperangan juga nampak dalam setiap kesempatan di stadion. Para penonton dari negara-negara ini menyajikan penampilan yang antik dan historical.
Penonton Denmark selalu berhelmkan tanduk, begitu juga penonton Inggris selalu berpenampilan liar seperti singa dan hooliganis. Itulah simbol-simbol bentuk perlawanan karena sebuah sejarah permusuhan.
Timnas Denmark bukanlah pasukan Viking yang datang mau mencuri dan merampok Kota York. Tapi mereka datang untuk merampas kehormatan Inggris di Stadion Wembley. Walau yang datang tidak sekelas seperti kiper Peter Schmeichel, Brian Laudrup, John Sivebaek, Lars Olsen, Preben Elkjaer dan lain-lainnya. Yang pernah menaklukkan Jerman tim kuat waktu itu dan menjadi Juara Eropa tahun 1992.
Memang benar ungkapan sejarah, “setiap masa ada orangnya, setiap orang ada masanya”. Waktu itu pemain-pemain Denmark terkenal seantero jagat.
Nah siapa yang kenal atau benar-benar kenal dengan pemain Denmark sekarang. Coba kita perhatikan nama-nama pemain Denmark sekarang. Kipper; Kasper Schmeichel, bek; Vestergaard, Simon Kjaer, Andreas Christensen, gelandang; Joakim Maehle, Thomas Delaney, Hojbjerg dan Stryger. Penyerang; Damsgaard, Kasper Dolberg, Braithwaite.
Palingan, kita kenal Christian Eriksen yang kolaps waktu main di fase grup lawan Finlandia dan Kasper Schmeichel, yang pernah membawa klub Leicester City sebagai juara Liga Primer Inggris. Dia adalah putra penjaga gawang legendaris Peter Schmeichel.
Pemain yang lain, jujur saja kita semua belum kenal. Ketiadaan unsur untuk memaksa kita menghafal nama-nama mereka. Tapi oleh hukum kemanusiaan kita dilarang mempersoalkan nama seseorang apalagi mempersoalkannya secara hominem.
Sejarah mencatat bahwa Tim Denmark selalu penuh dengan kejutan. Tim juara Eropa tahun 1992, Brian Laudrup dkk berpartisipasi di event tersebut untuk menggantikan Yugoslavia yang sedang terlibat perang. Di semifinal mereka mengalahkan Belanda dalam drama adu penalti, dan di final menjadi juara setelah menaklukkan Jerman.
Tim Denmark sekarang juga tidak jauh beda kejutannya. Kalah dua kali ketika melawan Finlandia dan Belgia, tapi menang 4–1 ketika melawan Rusia. Unggul selisih gol sehingga berhak mendampingi Belgia ke fase knock-out di babak 16 besar.
Di fase knock-out 16 besar, Denmark menyingkirkan Wales dengan score telak 4–0. Dan di perempat final, dia berhasil menaklukan Tim Ceko dengan score 2–1.
Pertanyaan bagi kita semua, mampukah Denmark membuat kejutan lagi di babak semifinal ketika menghadapi Inggris.
Ada beberapa alasan bahwa Denmark dapat mengalahkan Inggris di semifinal. Pertama, Denmark kuat bermain secara kolektivitas. Artinya di setiap kesempatan para pemain Denmark akan terus bersama-sama, saling support dan berkolaborasi. Jadi tidak ada pemain yang pasif, hanya menunggu bola semata. Mereka terus berkolaborasi dalam ruang dan waktu yang terbatas selama 90 menit.
Setelah menderita kekalahan dua kali dari Finlandia dan Belgia, bentuk permainan kolektivitas Denmark nampak lagi ketika mengalahkan Rusia, Wales dan Ceko. Pada hal kita tahu, bahwa materi mereka biasa saja. Buktinya tidak ada pemain Denmark yang dihargai mahal selain Kasper Schmeichel dan Christian Eriksen.
Kedua, percaya diri. Pemain-pemain Denmark semakin percaya diri bahwa mereka bisa mengalahkan tim mana saja, termasuk Inggris. Walau pernah mengalami situasi kritis ketika kalah dua kali. Namun bangkit lagi ketika lawan Rusia, Wales dan Ceko.
Kita tahu semua bahwa percaya diri akan membangkitkan semangat perlawanan, akan melenyapkan perasaan takut, menciptakan peluang-peluang untuk menciptakan gol dan juga selalu aktif.
Ketiga, Denmark pernah mengalahkan Inggris di Liga Nasional 1-0 dan sebelumnya kedua bermain seri. Inilah modal buat Denmark dengan materi yang sama dari kedua tim, pasti Denmark akan memanfaatkan peluang ini.
Walau tidak setenar Golden Tim tahun 1992, tapi Denmark kali ini sudah melahirkan bintang baru yaitu Kasper Dolberg, Joakim Maehle dan Martin Braithwaite.
Kemungkinan besar Denmark akan menggunakan skema 3 – 4 – 3.
3 bek bertahan, 4 gelandang serang dan 3 penyerang. 4 gelandang harus bertenaga kuda karena naik turun membantu pertahanan dan membantu penyerangan. Dalam konteks ini, kalau dewi fortuna berpihak pada Denmark, alhasil pemain cadangan Denmark adalah pemain yang bakal memenangkan pertandingan. Kita akan lihat nanti.
Pertanyaan selanjutnya buat Tim Denmark, apakah ada kelemahannya? Tentu ada saja.
Gareth Southgate pasti sudah mengetahuinya. Sebagai mantan pemain dia sudah memiliki resep-resep untuk mengalahkan Denmark. Salah satunya adalah memanfaatkan kolektivitas pemain Denmark. Tipikal kolektivitas adalah tidak memiliki skema permainan yang tetap.
Di dalam kolektivitas akan banyak tercipta peluang lewat ruang-ruang yang ditinggalkan pemain Denmark lainnya. Berniat untuk menutupi kelemahan kawan, tapi wilayah sendiri tidak terkawal. Semoga Denmark dapat mewujudkan impiannya.
Untuk Tim Inggris, kali ini adalah perpaduan antara pemain senior dan pemain muda. Sejauh ini gawang Jordan Pickford masih suci murni, masih perawan, belum kebobolan sama sekali. Tugas berat memang.
Inggris tentu khawatir dalam menghadapi Denmark tanggal 8 Juli 2021. Karena dalam dua kali pertemuannya dengan Denmark di Liga Nasional 2020, pertama berakhir draw dan dalam putaran kedua Inggris kalah. Ini adalah kekhawatiran terbesar para pemain Inggris. Selain ini, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Apalagi bermain di Stadion Wembley, stadion kramat dan angker bagi tim-tim lawan.
Soal percaya diri, spirit, tidak gampang menyerah, itulah karakter bangsa Inggris. Itulah semangat Union Jack. Sejarah mencatat soal ini. Apalagi sepak bola modern terlahir dari negeri ini. Welcome home Soccer. Tentunya mereka akan mempertahankan setiap jengkal tanah lapang di Stadion Wembley, jangan sampai dirampas oleh Denmark.
Dengan pencapaian Timnas Inggris dibawah kepelatihan Gareth Southgate sampai dengan event Euro 2020, kita wajib memberikan beberapa catatan positif.
Pertama, Gareth Southgate memiliki tim pelatih yang berkualitas. Terbukti dengan tumbangnya Timnas Jerman dan Ukraina.
Kedua, Gareth Southgate sukses menerapkan taktik dengan skema yang disesuaikan dengan tipikal tim yang akan dihadapinya. Kali ini kemungkinan akan menggunakan skema 4 – 2 – 3 – 1.
Di depan Harry Kane sebagai target man, didampingi oleh Raheem Sterling dan Jadon Sancho, Saka. Gelandang tengah, pilihan tetap adalah Philips, Declan Rice, atau Grealish, atau Masson Mount. Belakang, Luke Shaw, Harry Maguire, John Stone dan Kyle Walker.
Ketiga, para pemain mampu menerjemahkan taktik dan strategi pelatih. Artinya para pemain memiliki loyalitas dan mampu bekerja sama dengan pelatih dan sesama pemain.
Keempat, pemain-pemain Timnas Inggris adalah pemain pilihan yang sudah teruji dalam setiap laga. Memiliki kualitas teknik yang mumpuni, serta didukung dengan kekuatan fisik yang prima.
Kelima, bahwa sang pelatih mampu menjaga keharmonisan antar pemain. Kita tahu bahwa ada beberapa pemain yang belum merasakan menit bermain di Euro 2020 kali ini. Tapi bagi para pemain tersebut hal ini tidak menjadi masalah. Dan pelatih mampu mengkomunikasikan dengan baik, sehingga tidak terjadi friksi. Itulah Inggris, iklim sportivitas tetap dijaga, baik terhadap lawan dan kawan.
Keenam, Inggris tidak pernah meremehkan tim lawan. Inilah sikap yang luar biasa dari hampir semua pemain Inggris yang berlaga di Liga Primer. Sikap ini terus dijaga dibawa ke Timnas Inggris. Yang terakhir ini membuat kemenangan Inggris menjadi sempurna.
Sejauh ini penampilan Inggris cukup meyakinkan kita. Menang dari Kroasia 1–0, draw lawan Skotlandia, menaklukan Ceko 1–0, menang lawan Jerman 2–0, dan terakhir menghancurkan Ukraina dengan score telak 4–0.
Apakah Denmark akan menjadi korban berikutnya dari Inggris? Atau sebaliknya, Denmark yang akan menghancurkan kedigdayaan Inggris, yang masih perawan gawangnya.
Marilah, lihatlah dan saksikan melalui televisi anda dalam siaran langsung dari Stadion Wembley, London, Kamis (8/7) pukul 03.00 WITA.
Patuhi protokol kesehatan, tingkatkan imun tubuh dan menjauhi kerumunan adalah cara-cara untuk memutus mata rantai penularan Covid-19. Sambil menikmati hiburan yang sehat, menonton pertandingan sepak bola di event Euro 2020.
Dengan demikian imun tubuh terbentuk dan dengan sendirinya kita akan sehat walafiat; secara rohani dan jasmani.
Salam sehat.
Marcel Ado Wawo tinggal di Jakarta