Kupang, detak-pasifik.com – Dalam menghadapi tantangan besar terkait pemenuhan ketentuan permodalan minimum yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Pembangunan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Bank NTT) memutuskan untuk menjalin kerja sama dengan Bank Daerah Jawa Timur (Bank Jatim) dalam bentuk Kelompok Usaha Bank (KUB) pada akhir 2024 lalu. Langkah ini merupakan strategi jitu untuk memastikan keberlanjutan dan stabilitas finansial Bank NTT di tengah persaingan industri perbankan yang semakin ketat.
Aturan OJK yang Menjadi Pendorong Utama
Berdasarkan Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020, bank daerah di Indonesia diwajibkan untuk memiliki modal inti minimal sebesar Rp3 triliun hingga 31 Desember 2024. Bank yang tidak dapat memenuhi ketentuan tersebut harus mengambil langkah-langkah drastis seperti merger, turun kelas menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR), atau bahkan melakukan likuidasi sukarela. Ini adalah ancaman serius yang harus dihadapi oleh bank-bank daerah, termasuk Bank NTT, yang pada triwulan III 2024 lalu masih tercatat memiliki modal inti sebesar Rp2,37 triliun, jauh dari target yang ditetapkan.
Untuk menghindari konsekuensi yang merugikan, OJK memberikan solusi dengan membentuk Kelompok Usaha Bank (KUB), sebuah mekanisme yang memungkinkan bank-bank daerah dengan modal inti di bawah Rp3 triliun untuk berkolaborasi dengan bank yang memiliki modal inti lebih besar. Dalam skema ini, bank-bank yang bergabung cukup memenuhi modal inti minimal Rp1 triliun, sementara induk KUB bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan permodalan dan pengelolaan lainnya.
Bank NTT, yang menghadapi tantangan besar dalam pemenuhan modal, mengambil keputusan strategis untuk bergabung dalam KUB dengan Bank Jatim. Langkah ini diambil setelah serangkaian diskusi dan koordinasi antara pemegang saham Bank NTT, yang dipimpin oleh Pj. Gubernur NTT, Andriko Noto Susanto, serta pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan otoritas terkait.
Kerja sama ini diharapkan tidak hanya menyelesaikan masalah permodalan Bank NTT, tetapi juga membuka peluang untuk peningkatan sinergi bisnis dan pengembangan sumber daya yang lebih efektif antara kedua bank. Seperti yang diungkapkan Plt. Direktur Utama Bank NTT, Yohanes Landu Praing, KUB dengan Bank Jatim diharapkan dapat memberi dampak positif dalam hal penyertaan modal dan peningkatan aset secara anorganik. Namun, lebih dari itu, kolaborasi ini juga diharapkan mampu memperkuat sinergitas antarbank, berbagi infrastruktur, serta meningkatkan keterampilan dan pengetahuan yang pada gilirannya akan meningkatkan kinerja Bank NTT.
Bank NTT, yang selama ini menjadi salah satu pilar penting dalam perekonomian Nusa Tenggara Timur, memiliki tanggung jawab besar untuk mendukung kesejahteraan masyarakat di wilayah ini. Dengan strategi KUB ini, Bank NTT berharap dapat meningkatkan efisiensi operasional dan daya saing di pasar perbankan. Ke depannya, kerja sama ini juga diharapkan mampu memberikan kontribusi positif dalam penyediaan layanan perbankan yang lebih berkualitas, yang dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat NTT.
Langkah Bank NTT di bawah kepemimpinan Yohanis Landu Praing sebagai Plt. Dirut Utama dalam rangka menjalin kerja sama dengan Bank Jatim dalam skema KUB, mencerminkan kesiapan manajemen untuk beradaptasi dengan peraturan yang ada, serta komitmen menjaga keberlanjutan dan pertumbuhan bank. Lebih dari sekadar upaya memenuhi kewajiban regulasi, strategi ini juga membuka peluang besar bagi kedua bank untuk saling mendukung dalam mengembangkan produk dan layanan yang lebih inovatif.
Melalui kerja sama ini, Bank NTT kini memiliki kesempatan untuk memperkokoh posisi dan memperluas jangkauan layanannya, baik secara regional maupun nasional. Kerja sama ini bukan hanya soal memenuhi persyaratan modal, tetapi lebih kepada menciptakan sinergi yang dapat mendorong Bank NTT untuk tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan, serta mendukung pembangunan ekonomi di Nusa Tenggara Timur dengan cara yang lebih efisien dan modern.** (Juan Pesau)