Tradisi Sabtu Bersih di Gurusina Desa Watu Manu Jerebu’u Patut Ditiru

1670873121653
Kampung Gurusina.

Banyak intelektual lahir dari kampung nan udik itu. Bukan itu saja.

Catatan Pius Rengka

Gurusina, sebuah kampung purba. Terletak di lereng selatan timur laut Gunung Inerie, Desa Watu Manu, Kecamatan Jerebu’u, Kabupaten Ngada.

Gurusina, dikenal luas ke mancanegara sebagai salah satu kampung tradisional paling unik dan sangat tua di Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kampung itu dibangun tahun 1930. Lama sebelum itu, Kampung Gurusina dibangun di bukit tak jauh dari sana.

Lantaran bencana alam terus mengancam, komunitas tiga suku dari kampung itu pun muhibah ke tempat yang sekarang dihuni. Kampung berbentuk jajaran genjang, membentuk semacam benteng di lembah. Dikepung gunung dan bukit diselimuti awan nan sejuk.

Di tengah kampung, depan rumah dibangun dua bangunan kecil mirip bangunan utama dan payung, sebagai penanda status relasi ibu dan ayah suku masing-masing pemberi pengaruh jenjang status sosial di dalam kampung.

Saban tahun, di Gurusina digelar pesta adat reba dan ka sa’o. Dipercayai para anggota suku, reba sebagai peristiwa paling akbar tetapi mistik dapat terjadi. Pesta masal digelar semalam suntuk itu, sangat luhur.

Tak hanya ucapan syukur tiap suku dilambungkan ke singgasana maha pengada dan menyalurkan doa ke relung sunyi para leluhur, juga sebagai perayaan syukur pascapanen, tetapi juga semua anggota warga suku perantau entah di mana dan ke mana pun mereka pergi di jagat bumi ini, dipastikan pulang mengikuti pesta adat reba.

Konon, banyak hal mistis terjadi di saat itu. Tarian ja’i pun digelar semalam suntuk hingga pagi menjelang diiringi nyanyian lagu adat pria maupun wanita anak kecil maupun orangtua saling bersahutan dan sambung menyambung hingga pagi menjelang.

Tatkala reba digelar, puluhan bahkan ratusan babi, ayam dibantai. Dimakan bersama serumpun suku berbentuk lingkaran. Para wanita memasak ramai dan para pria berkisah dan berturut adat dengan hikmat.

Klik dan baca juga:  Geri Tanggah, Siswa SMAN 1 Lelak Lulus Tanpa Tes di Universitas Indonesia

Makanan digelar saja di atas alas daun pisang yang diatur berjejer. Disusul setelahnya, tarian adat masal uwi pun dimulai. Genaplah sudah kemeriahan tahunan itu.

Tetapi, kampung itu pun pernah dirundung duka. Belum lama berselang Gurusina ditimpa bencana kebakaran. Tanggal 13 Agustus 2018 Kampung Gurusina dibantai api yang bermula dari rumah di sudut kanan kampung.

Sedikitnya 27 dari 32 rumah adat ludes rata tanah. Untunglah, tak lama setelah itu, pemerintah pusat melalui Kementerian Pariwisata, segera mengirim bala bantuan demi memulihkan kembali kondisi kampung itu sebagaimana kondisi sediakala.

Hingga kini belum diketahui pasti sebab kebakaran. Tetapi, komunitas tiga suku di kampung itu masing-masing suku kabi, suku ago ka’e, dan suku ago azi, tetap eksis menghuni rumah adat di lereng gunung Inerie, gunung tertinggi di Pulau Flores. Tampak para penghuninya sangat ramah dan damai.

Kampung Gurusina pun adalah tempat dari mana asal-usul keturunan mantan Dekan Fakultas Sastra UGM dan Rektor Universitas Flores, Prof. Dr. Stef Djawanai, Ph.D.

Banyak intelektual lahir dari kampung nan udik itu. Bukan itu saja. Dari kampung unik itu pulalah, banyak pemain sepak bola terkenal yang merajai lapangan hijau di hampir setiap turnamen menendang si bola bundar itu.

Kesebelasan Persatuan Sepak Bola Ngada diperkuat para pemain alam asal Jerebu’u. Tetapi, anehnya, tak tampak satu pun lapangan sepak bola di daerah itu.

Sabtu bersih

Di kampung itulah kini, sebuah tradisi baik yang patut ditiru. Saban Sabtu tiap minggu, warga kampung otomatis membersihkan lingkungan rumah dan halaman rumah mereka. Rumah dan halaman rumah bebas dari sampah plastik, atau bebas dari sampah organik jenis apa pun yang mungkin singgah di situ.

Klik dan baca juga:  Agus Supratman, Camat Penggerak TJPS di Lamba Leda Flores

Maka tak ayal lagi, Kampung Gurusina kini dipatok sebagai satu-satunya kampung paling bersih di seluruh Kabupaten Ngada, NTT. Entah karena kampung itu menyimpan kisah purba tentang tradisi itu pula, tetapi Kampung Gurusina memang ramai dikunjungi wisatawan mancanegara.

Dokumen jumlah kunjungan wisatawan disimpan rapi dalam administrasi kampung yang dipimpin Kasimirus Bupu (50), Sekretaris Lembaga Pengelola Pariwisata Gurusina.

Kasimirus Bupu, tiga pekan silam, 22 November 2022, menjelaskan, para anggota tiga suku kompak menjalankan tradisi hidup bersih di kampung itu.

Tak lagi perlu ada perintah segala. Warga kampung otomatis melakukan bersih lingkungan tiap Sabtu. Tradisi itu telah dijaga dari waktu ke waktu, sehingga kampung selalu tampak bersih dan nyaman didatangi para wisatawan entah dari mana pun.

Tambahan pula, sentuhan intervensi Bank NTT melalui Kredit Merdeka memacu semangat para pelaku usaha kecil menengah di kampung itu.

Kampung Gurusina memang dipilih sebagai salah satu kampung untuk Desa Binaan Bank NTT yang diikutkan dalam festival Desa Binaan Bank NTT periode 2022.

Untuk prestasi kebersihan itulah warga Kampung Gurusina didaulat sebagai salah satu contoh perilaku warga terbaik di daerah destinasi pariwisata di seluruh Ngada.

Tatakrama pun dijaga, sopan santun dirajut rapi dan kebersihan dipastikan semacam kewajiban moral. Tampak, wajah kampung begitu anggun, bersih dan berwibawa.

Seolah-olah seisinya sedang mengisahkan kisah hidup penghuni kampung itu. Sunyi, senyap, teduh dan damai, tetapi menyimpan kisah masa pura dari sebuah etnis yang bertumbuh dan berkembang menjadi komunitas berpengaruh di seluruh kawasan kabupaten itu.

Suku perempuan yang disebut bahga dan suku ngadhu suku laki-laki, seolah kompak dalam satu barisan menjaga lingkungan tetap asri, dan indah. Demi gampang ditafsir, rumah simbol pria berbentuk bulat, sedangkan simbol perempuan berbentuk segi empat mewujud seperti rumah huni.

Klik dan baca juga:  Sekadar Sebuah Prakiraan Cuaca Elektorasi Politik

Kampung dikepung bukit Wolobobo di bagian selatan daya, dan Inerie menjulang melindungi kampung itu dari terpaan bencana serangan musuh.

Di kampung itu pula kita temukan 32 homestay yang dipatok harga Rp 200.000/orang/hari lengkap dengan breakfast dan dinner dari pangan lokal berupa umbi-umbian, dan makanan lain yang berguna.

Di sana tumbuh pula usaha menengah kecil baik sebagai kelompok pengrajin pembuat parang asli Bajawa, seni kriya, tenun ikat, ayam petelur dan anggur dari jambu mente.

Maka Kampung Gurusina pun dijuluki lembah Jerebu’u, yang dapat ditempuh dari Kota Bajawa 30 menit lewat darat. Luas kampung 100 x 75 meter itu, ramai dikunjungi wisatawan mancanegara pada bulan Mei hingga Agustus saban tahun.

Sedikitnya 100 wisatawan mancanegara datang ke situ saban bulan. Bahkan hingga kini, Kampung Gurusina masih dikunjungi wisatawan mancanegara rerata 5 wisatawan/hari.

Ada di antaranya menginap di sejumlah homestay yang tersedia, lalu berkisah tentang aneka hal sejarah kampung dan suku, serta kehidupan harian para petani di sana.

Akses jalan pergi pulang Bajawa-Gurusina sangat bagus sejak Ngada dipimpin Marianus Sae. Bupati fenomenal itu membuka isolasi wilayah di seluruh Ngada. Dan tuntas.

Jalan tepi selatan Ngada tuntas dikerjakan. Kini rakyat Ngada menanti sentuhan pembangunan dari Bupati Ngada pengganti Marianus Sae. Rakyat menanti janji, tetapi sekaligus dalam penantian itu mereka mengirim pesan menagih janji.

Begitulah.