Trigatra Bangun Bahasa

Mergreci Jelia - Dokpri.

Trigatra Bangun Bahasa mengajak kita untuk mengutamakan bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah, dan menguasai bahasa asing.

Oleh Mergreci Jelia, Mahasiswi Prodi Bahasa Inggris FKIP Undana

Kita tentu sepakat bahwa bahasa adalah alat komunikasi yang memudahkan kita untuk berinteraksi, mengutarakan pikiran, dan mengekspresikan diri. Langgengnya suatu bahasa dalam masyarakat menunjukkan nilai-nilai yang terkandung dalam bahasa tersebut juga tetap hidup. Namun, bagaimana jika bahasa itu mati karena tidak ada kepedulian terhadap pelestarian bahasa? Siapa yang harus bertanggung jawab bila bahasa itu punah?

Tidak dapat dipungkiri bahwa era digital membuat kita mau tidak mau harus beradaptasi. Termasuk dalam menguasai bahasa asing. Suatu kebanggaan bila melihat anak muda mau beradaptasi dalam hal menguasai bahasa asing, seperti bahasa Inggris. Menguasai bahasa asing menjembatani kita untuk mendapatkan kesempatan-kesempatan emas di luar sana dan memampukan kita bersaing di kancah internasional. Tidak mengherankan lagi bila anak muda zaman sekarang berlomba-lomba ingin menguasai bahasa asing.

Penggunaan bahasa asing di bangsa ini, semakin hari semakin meningkat. Namun, di sisi lain, bagaimana dengan penggunaan bahasa Indonesia maupun bahasa daerah yang merupakan aset suatu bangsa? Apakah bahasa Indonesia disepelekan? Apakah bahasa daerah dianggap bahasa yang kolot?

Klik dan baca juga:  Empat Bakal Calon Gubernur NTT Bersaing Ketat

Kita semestinya bangga bahwa Indonesia memiliki bahasa daerah yang sangat unik dan indah. Bahasa daerah adalah warisan budaya yang perlu dijaga dan dirawat dengan menjadi penutur bahasa yang aktif menggunakannya di situasi tertentu. Bahasa daerah sudah melekat dalam diri setiap individu. Bahasa daerah adalah cerminan diri yang tentunya perlu kita lestarikan dan bahasa daerah menyadarkan kita dari mana kita berasal. Sungguh miris bila bahasa daerah itu mati hanya karena ketidakpedulian kita dalam melestarikan bahasa daerah yang ada.

Pemberitaan Tempo pada 28 Juni 2022, terdapat lima bahasa daerah di NTT yang terancam punah, di antaranya bahasa Dawan, bahasa Manggarai, bahasa Kambera, bahasa Rote, dan bahasa Abui. Upaya revitalisasi bahasa-bahasa ini perlu dilakukan bersama-sama. Untuk mewujudkan revitalisasi terhadap bahasa-bahasa ini, peran keluarga untuk membiasakan anak-anak menggunakan bahasa daerah di rumah adalah langkah awal yang sangat penting.

Dari sekian banyak bahasa daerah di negeri ini, ada satu bahasa yang perlu kita junjung, yaitu bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang membuat kita akhirnya tetap bersatu di tengah banyaknya perbedaan bahasa daerah.

Klik dan baca juga:  Meneropong Pembangunan Desa

Pada 20 November 2023, bahasa Indonesia diakui menjadi bahasa resmi Sidang Umum UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization). Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang ke-10 di UNESCO setelah bahasa Inggris, Prancis, Arab, China, Rusia, Spanyol, Hindi, Italia, dan Portugis. Pengakuan ini memperkuat posisi bahasa Indonesia, bahwasanya bahasa Indonesia juga memiliki potensi dalam semua bidang dan layak untuk dijadikan alat komunikasi internasional.

Generasi muda perlu terlibat aktif dalam mendukung bahasa Indonesia digunakan di level internasional dengan memiliki rasa bangga dan cinta menggunakan bahasa Indonesia itu sendiri. Di lain sisi, generasi muda kerap kali menggunakan bahasa asing hanya untuk terlihat lebih keren dan menjadi penutur pasif menggunakan bahasa Indonesia apalagi bahasa daerah. Menggunakan bahasa asing memang sah-sah saja, namun kita tetap perlu memelihara bahasa kita sendiri agar tetap hidup sepanjang masa.

Kesadaran berbahasa perlu ditumbuhkan lagi, terlebih khusus bagi anak muda. Anak muda adalah generasi penerus yang diharapkan mampu menjadi penutur aktif bahasa baik itu bahasa Indonesia, bahasa daerah, maupun bahasa asing sekalipun. Hal ini sejalan dengan rumusan yang disebut Trigatra Bangun Bahasa. Rumusan ini dibuat setelah terbit Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan.

Klik dan baca juga:  Kupang Kota Sampah?

Trigatra Bangun Bahasa mengajak kita untuk mengutamakan bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah, dan menguasai bahasa asing. Jika Trigatra Bangun Bahasa sungguh-sungguh kita implementasikan dalam kehidupan kita sehari-hari, tidak ada salah satu bahasa yang akan mati. Trigatra Bangun Bahasa adalah prinsip yang perlu kita pegang demi keberlangsungan bahasa itu sendiri.

Trigatra Bangun Bahasa perlu digaungkan lebih luas agar kita tetap bijak menggunakan bahasa sesuai dengan situasi yang diperlukan. Kita harus tahu kapan harus menggunakan bahasa Indonesia, bahasa daerah, maupun bahasa asing. Mari kita bersama-sama memanifestasikan Trigatra Bangun Bahasa dalam kehidupan kita sehari-hari.