Kupang, detak-pasifik.com– Dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-40 Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, beragam kegiatan ekologis digelar pada Sabtu, 26 April 2025.
Kegiatan ini sekaligus memperingati Hari Bumi 2025, sebagai bagian dari kampanye bersama untuk meningkatkan kesadaran ekologis di Nusa Tenggara Timur. Program Studi Ilmu Pemerintahan berkolaborasi dengan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTT dan Pemerintah Kota Kupang dalam pelaksanaan kegiatan.
Rangkaian kegiatan meliputi jalan santai, penanaman pohon, dan kampanye ekologis yang dilaksanakan di depan Rumah Jabatan Gubernur Nusa Tenggara Timur. Acara ini diikuti ratusan mahasiswa Unwira, dosen, aktivis lingkungan WALHI NTT, serta masyarakat umum yang sedang menikmati Car Free Day di Kota Kupang.
Dalam seremoni pembukaan, Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan Unwira, Eusabius Separera Niron, mengungkapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang mendukung acara ini.
“Ini adalah bentuk gerakan bersama untuk konsolidasi ide dan aksi nyata dalam merawat bumi. Marilah kita terus mengkampanyekan serta melakukan aksi nyata demi menjaga kelestarian bumi kita,” ujarnya.
Maria M. Detaq, Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemerintah Kota Kupang, dalam sambutannya memberikan apresiasi besar atas kolaborasi Unwira dan WALHI NTT.
“Saya merasa bangga dan terharu melihat begitu banyak anak muda dan masyarakat yang berkumpul dengan satu tujuan mulia: bergerak bersama untuk pemulihan lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat Kota Kupang,” katanya.
Maria menambahkan bahwa di tengah tantangan zaman, perhatian terhadap lingkungan tetap menjadi harapan besar bagi pemerintah daerah.
Perwakilan WALHI NTT, Gres Greaselia, menekankan pentingnya memperingati Hari Bumi 2025 sebagai momentum refleksi atas kondisi lingkungan di NTT.
“Kami mengajak masyarakat untuk melihat kembali situasi bumi kita, khususnya di NTT, yang mengalami beban ganda ekologis akibat krisis iklim dan eksploitasi sumber daya alam,” tegas Gres.
Ia juga menyoroti berbagai persoalan lingkungan, termasuk ancaman kerusakan akibat pembangunan yang tidak memperhatikan prinsip keberlanjutan, seperti proyek eksplorasi panas bumi di Pulau Flores yang berpotensi menimbulkan konflik sosial dan kerusakan ekologis.
“Kami tidak menolak pembangunan, tetapi pembangunan harus ramah lingkungan. Kebijakan pemerintah perlu dikaji ulang agar tidak mengorbankan keberlanjutan ekologi di NTT,” tambahnya.
Pantauan detak-pasifik.com, ratusan mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan Unwira Kupang, dosen, perwakilan WALHI NTT, Pemerintah Kota Kupang, serta masyarakat umum antusias mengikuti rangkaian acara. Momen ini memperlihatkan komitmen kuat seluruh elemen masyarakat Kupang dalam merawat bumi dan memperjuangkan keadilan ekologis.* (Arsen Setiawan)