detakpasifik.com – Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) melakukan pemetaan hoaks Covid-19. Hal itu mengikuti penyebaran hoaks tentang pandemi Covid-19 di tahun 2021 yang sudah memasuki babak baru dengan diluncurkannya program vaksinasi Covid-19 sejak awal Januari.
Jumlah hoaks Covid-19 yang sempat menurun di akhir 2020, kini kembali dengan perubahan pola. Dampak hoaks pun sangat terasa dengan masih tingginya tingkat keengganan masyarakat untuk menerima vaksin dan semakin mengendurnya perilaku taat protokol kesehatan yang dapat berisiko kematian.
Ketua Presidium MAFINDO, Septiaji Eko Nugroho menegaskan perlunya merumuskan strategi yang komprehensif untuk memitigasi hoaks Covid-19 baik dari sisi produksi dan diseminasi artikel periksa fakta, komunikasi publik pemerintah yang konsisten dan transparan, peran media pers, keterlibatan organisasi massa dan tokoh agama atau masyarakat, edukasi literasi kesehatan dan literasi digital, dan upaya penegakan hukum.
Data MAFINDO, sebanyak 2.298 hoaks sepanjang tahun 2020. Sebanyak 788 hoaks (34,3%) di antaranya merupakan hoaks Covid-19.
Tahun 2021 rasio antara hoaks secara umum dan hoaks Covid-19 menurun. Dari 1.044 hoaks yang terdata oleh MAFINDO dari awal Januari hingga akhir Juni 2021, sebanyak 262 atau 25% merupakan hoaks Covid-19.
Pemetaan Hoaks Covid-19
Tim Pemetaan Hoaks Covid-19 Litbang MAFINDO melakukan riset pemetaan terhadap hoaks Covid-19 Indonesia yang telah diklarifikasi oleh Pemeriksa Fakta MAFINDO. Hoaks Covid-19 diklasifikasikan berdasarkan 13 kategori yang mencakup tema, jenis mis/disinformasi, alat, saluran, tipe narasi, klaim bukti, pihak yang dicatut, dan seterusnya.
Hasil pemetaan itu, dikemas dalam bentuk talk show online melalui Zoom yang menghadirkan perwakilan peneliti MAFINDO, Puradian Wiryadigda; Presidium MAFINDO, Shafiq Pontoh yang sekaligus sebagai social media specialist; dan Rizky Ika Syafitri, Communication for Development Specialist dari UNICEF Indonesia pada Sabtu (14/8/2021).
“Temuan riset pemetaan ini cukup menarik. Kuantitas hoaks pada tahun 2021 boleh jadi menurun karena adanya pandemic fatigue, atau karena lebih banyak tersebar di area dark social. Akan tetapi, dilihat dari ragam isunya, hoaks tahun 2021 tidak kalah destruktif dibanding tahun sebelumnya,” ungkap Ketua Komite Litbang MAFINDO, Nuril Hidayah.
Lebih lanjut Nuril menjelaskan, dari segi tema terjadi perubahan pola. Hoaks Covid-19 pada tahun 2020 didominasi oleh tema bencana kesehatan sebanyak 36,7% dan tema politik sebanyak 24,9%. Artinya, hoaks Covid-19 2020 banyak menyoroti dampak pandemi ini bagi berbagai pihak dan banyak mempolitisasi isu-isu Covid-19.
Sementara itu, sepanjang semester pertama tahun 2021, hoaks Covid-19 lebih didominasi oleh tema bencana kesehatan sebesar 33,6% dan tema kesehatan/nutrisi sebesar 27,9%. Artinya, politisasi berkurang, tetapi masyarakat masih disesatkan dengan informasi bohong tentang dampak Covid-19 di berbagai tempat dan tips-tips penanganan Covid-19 yang keliru.
Peneliti MAFINDO, Puradian Wiryadigda menjelaskan, dari segi konten, penyebar hoaks sebanyak 30,1% menggunakan isu kebijakan pemerintah.
“Tahun 2020, dari segi konten, sebanyak 30,1% hoaks Covid-19 mengangkat isu kebijakan pemerintah dan 19,3% penularan antarmanusia. Hoaks semacam ini berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap pemerintah dan otoritas kesehatan, serta mengeskalasi rasa takut,” katanya.
Semester pertama tahun 2021, lanjut Puradian, hoaks Covid-19 didominasi oleh sentimen vaksin sebanyak 29,8% dan isu kebijakan 24,4%.
Hoaks tentang vaksin Covid-19 pada tahun 2020 cenderung muncul baru di bulan-bulan terakhir dan ditemukan sebanyak 45. Isu politik mendominasi hoaks vaksin tahun 2020 sebesar 20%, disusul dengan isu KIPI berupa keluhan sakit sebesar 15,6%.
Pada tahun 2021, dari bulan Januari hingga Juni 2021 ditemukan sebanyak 105 hoaks vaksin yang didominasi oleh isu KIPI berupa keluhan sakit sebesar 20%, teori konspirasi sebesar 16,2%, dan isu KIPI berupa kematian sebesar 11,4%.
“Isu yang dominan sedikit berbeda tetapi daya rusaknya sama. Jika tidak disikapi secara khusus, hoaks Covid-19 dapat menghambat efektivitas penanganan pandemi, terutama program vaksinasi,” tambah Puradian. (dp)