Filantropi Asia saat ini sedang memasuki era baru, ditandai dengan transisi kepemilikan kekayaan ke generasi baru yang cenderung menggunakan lensa dampak sosial untuk mengelola aset dan bisnis mereka. Generasi pembawa perubahan ini tengah memberikan makna kepada kekayaan mereka, melalui aksi-aksi filantropi yang berani dengan harapan dapat membawa perubahan yang sistemis.
detakpasifik.com – Credit Suisse Philanthropists Connect kini memasuki tahun ke-10, dan berkomitmen: Credit Suisse untuk mendukung kegiatan filantropi di kawasan Asia-Pasifik. Pada 15 September 2022, bertempat di Raffles Hotel Singapura yang ikonik, acara tahun ini dihadiri oleh tamu kehormatan Mdm Halimah Yacob, Presiden Republik Singapura dan lebih dari 150 tamu dari seluruh dunia. Termasuk pakar-pakar tingkat global, praktisi, dan ahli dalam bidang filantropi dan nirlaba.
Dalam tema “From Bringing Wealth to Purpose To Bringing Purpose to Wealth”, Philanthropists Connect tahun ini menyoroti perubahan perspektif di antara kaum dermawan muda, yang percaya bahwa kegiatan filantropi adalah sesuatu yang harus memiliki misi.
Para dermawan NextGen ini meningkatkan upaya mereka untuk mengintegrasi lebih dalam lagi makna dan dampak sosial ke dalam manajemen kekayaan mereka.
Mereka juga bekerja sama untuk menciptakan solusi-solusi dengan menggunakan lensa dampak sosial dalam strategi bisnis dan mementingkan perubahan ekosistem, sehingga membawa filantropi ke arah yang lebih berkelanjutan dan inklusif.
Benjamin Cavalli, Head of Wealth Management Asia Pacific dan APAC Sustainability Leader Credit Suisse mengatakan, “Kami lihat bahwa jumlah kekayaan terbesar akan diturunkan kepada generasi berikutnya dalam dekade mendatang. Walaupun dinamika filantropi berubah untuk memenuhi pergeseran generasi ini, tujuan mendasar untuk mendukung segmen masyarakat yang paling membutuhkan dukungan finansial tetap tidak berubah.”
“Kami berharap dapat melihat bagaimana Philanthropists Connect, serta laporan dan program NextGen kami dapat menginspirasi para pembawa perubahan untuk membawa dampak mendalam dan berkelanjutan dalam isu-isu yang mereka dukung,” katanya.
Sebuah laporan berjudul, “A Generation of Change-Makers”, yang ditulis bersama oleh Credit Suisse, SymAsia Foundation dan Asian Venture Philanthropy Network (AVPN) dipresentasikan pada acara ini.
Laporan ini membahas secara mendalam kecenderungan filantropi di Asia. Laporan ini diharapkan dapat membantu pembawa perubahan lainnya dengan membangun kesadaran akan berbagai perspektif dan cara dalam kegiatan yang berbasis dampak sosial.
Laporan ini menunjukkan cara-cara baru, hal-hal yang harus diwaspadai dan pembelajaran yang dapat dibagikan.
Naina Subberwal Batra, CEO AVPN mengatakan, Asia memiliki potensi besar untuk berkontribusi kepada Sustainable Development Goals sehingga kita harus melanjutkan kemajuan yang telah dicapai sejauh ini.
“Filantropi di Asia saat ini tengah berada di persimpangan penting dengan banyaknya dermawan yang berminat menerapkan penggunaan lensa dampak sosial untuk segala keputusan pribadi, bisnis, dan investasi mereka. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk menggunakan segala bentuk kapital untuk menghasilkan solusi sosial dan solusi lingkungan yang inovatif, serta bekerja sama untuk meningkatkan solusi-solusi tersebut,” katanya.
Perjalanan filantropi Noni Purnomo, Presiden Komisaris Blue Bird Group
Salah satu contoh yang disorot dalam laporan ini adalah perjalanan filantropi Noni Purnomo, Presiden Komisaris Blue Bird Group, perusahaan taksi terbesar di Indonesia.
Noni meluncurkan Beasiswa Blue Bird Peduli pada tahun 1998 yang telah mendukung pendidikan lebih dari 25.000 siswa. Sejak diluncurkan, fokus Noni untuk meningkatkan skala jangkauan program ini membuatnya memperluas upayanya untuk memenuhi kebutuhan yang saling terkait, termasuk keseimbangan gender dan pemberdayaan perempuan.
Selama perjalanannya, Noni belajar bahwa mewujudkan dampak yang ingin dilihat membutuhkan pembelajaran yang mendalam, iterasi berulang, dan ketekunan.
“Ketika pertama kali kami memulai fokus terhadap pemberdayaan perempuan, upaya kami untuk merekrut lebih banyak perempuan sebagai sopir taksi tidak berhasil. Setiap tahun, saya akan mengendarai taksi sendiri untuk mencoba mendorong lebih banyak perempuan untuk menjadi sopir taksi,” ungkap Noni.
Setelah berbicara dengan banyak perempuan dan komunitas, Noni lalu menyadari meskipun jelas bahwa Blue Bird berperan dalam meningkatkan kualitas hidup perempuan, hal ini bukanlah melalui membawa perempuan keluar dari rumah dan menjadi sopir taksi. Sebaliknya, Noni harus menemui mereka dimana mereka berada dan membawa peluang kepada mereka.
Pada akhirnya, Noni belajar bahwa aspek terpenting dari pemberdayaan perempuan adalah mendukung perempuan dalam membuat keputusan mereka sendiri.
Noni pun meluncurkan program pelatihan selama 6 bulan untuk mempersiapkan perempuan menjadi pengusaha dari rumah. Satu-satunya syarat untuk para perempuan mengikuti program ini adalah semua anak-anak mereka harus sekolah, untuk memastikan dampak program ini dapat dirasakan lintas generasi.
Credit Suisse
(dp/rd)