Jakarta, detakpasifik.com – Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan kemenangan pasangan calon bupati dan wakil bupati Sabu Raijua, Nomor Urut 2 (Orient Patriot Riwu Kore dan Thobias Uly) dalam sidang putusan sengketa pilkada pada Kamis (15/4/2021).
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim MK, Saldi Isra, bahwa calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagai bakal pasangan calon dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sabu Raijua Tahun 2020, haruslah berstatus warga negara Indonesia.
“Karena pada yang bersangkutan (Orient P. Riwu Kore) masih melekat status sebagai warga negara Amerika Serikat pada saat mendaftarkan diri sebagai bakal calon bupati dari pasangan calon nomor urut 2, maka status Orient Patriot Riwu Kore sebagai calon bupati dari pasangan calon nomor urut 2 harus dinyatakan batal demi hukum,” tegas Saldi Isra.
Lebih lanjut dijelaskan, sekalipun wakil bupati memenuhi syarat namun karena keduanya merupakan pasangan calon sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sabu Raijua Nomor: 152/HK.03.1-Kpt/5320/KPU Kab/IX/2020 tentang Penetapan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati yang Memenuhi Syarat Sebagai Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sabu Raijua Tahun 2020, bertanggal 23 September 2020, maka dengan sendirinya calon wakil bupati menjadi gugur sebagai pasangan calon peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sabu Raijua Tahun 2020.
Gelar PSU
Dengan dibatalkannya kemenangan Orient P. Riwu Kore, MK juga berpendapat harus dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU). PSU digelar hanya menyisakan dua pasangan calon, yaitu pasangan calon nomor urut 1 dan nomor urut 3.
“Dengan gugurnya pasangan calon nomor urut 2, maka MK berpendapat harus dilaksanakan pemungutan suara ulang dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sabu Raijua Tahun 2020 dengan hanya menyertakan dua pasangan calon, yaitu pasangan calon nomor urut 1 (Nikodemus N. Rihi Heke, M.Si. dan Yohanis Uly Kale) dan pasangan calon nomor urut 3 (Ir. Taken Radja Pono, M.Si. dan Herman Hegi Radja Haba, M.Si.),” ujar Hakim MK.
Dalam amar putusan tersebut Mahkamah Konstitusi menetapkan bahwa waktu yang diperlukan untuk melaksanakan pemungutan suara ulang adalah paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak diucapkannya putusan MK.*