Waktu terus berlalu. Dan, selalu begitu sepanjang sejarah entah sampai kapan. Waktu, tidak pernah sekalipun berpaling ke masa silam. Bahkan, tidak pernah dan tak akan bakal pernah menoleh, apalagi berbalik kembali.
Waktu terus mengalir. Di dalam waktu kami ikut mengalir. Jika waktu berubah, maka kami pun ikut berubah. Begitu pun dengan kami. Kami terus melangkah meski kadang tertatih-tatih. Ada pasukan yang bertahan, ada yang kalah. Atas nama ketangguhan, kami tetap melangkah meski kadang merasa sendiri dan seperti sendirian.
Mengapa kita, makhluk subtropis, selalu kalah dengan Korea Selatan, Jepang dan China. Apalagi Israel? Jawabannya sederhana. Bahkan hanya satu. Manusia Korea Selatan, Jepang, China dan Israel tangguh bertahan meski dihempas badai dan gelombang cobaan.
Mereka tangguh, karena ketangguhan adalah keunggulan. Ketangguhan itu sendiri adalah mutu. Ketangguhan selalu menuntut mutu, mengamini kualitas pikiran, tetapi terutama elan vital ikhtiar untuk selalu berjuang melawan kehendak tubuh, kemauan daging nan rapuh yang bakal punah oleh sejarah sel.
Otak mengendalikan tubuh, menghalangi daging agar tidak lekas pasrah pada kenyataan. Otak pulalah merajut benang kehidupan agar kehidupan lebih bermakna. Bukan demi siapa-siapa, tetapi demi kualitas diri dan juga harga diri.
Jepang menuntut dirinya sendiri bekerja 15 jam sehari, tanpa mengeluh. Apalagi berisik. Negeri matahari terbit itu, kini menjadi salah satu negeri terbersih di bumi. Kultur Kaizen, memanggil gaya hidup mereka setia dengan ucapan dan kerja nyata. Mungkin dari situlah pula mengapa mereka rela kamikaze dan harakiri demi kehormatan diri.
China bekerja tuntas. Tuntas untuk apa? Agar sesuai dengan sapaan martabat, cocok dengan panggilan kesetiaan untuk terus belajar menjadi manusia unggul. Jika negeri itu kini menjadi salah satu negeri yang, menjadikan rakit motor dan mobil semacam home industry, itu karena mereka memang tangguh bekerja dan setia pada fokus.
Jin Ping boleh berbangga menyaksikan barisan militernya yang tangguh, rapi, tertib dan perkasa. Kini China memimpin kawasan Pasifik Selatan. Apa-apa yang diraba China pasti unggul di pasar.
Korea Selatan, meski digempur perang saudara 30-an tahun, toh dalam tempo singkat mereka bangkit dan unggul. Tak ada kata kalah bekerja.
Sibukkah mereka? Sangat! Mereka menjadi negeri kreatif menciptakan banyak instrumen penghubung lintas manusia antarbenua. Nyaris hampir semua produk mereka adalah berkat kerja keras, dan tak kenal putus asa dan menyerah. Mungkin karena demikian modern, kini Korea mengidap apa saja yang digenapi dunia.
Israel, meski dibantai Nazi Jerman di bawah kendali psikopat Hitler, tetapi toh tetap tangguh luar biasa. Elie Wiesel, novelis Yahudi, melukiskan sejarah kelam holokaus Yahudi dalam Novel Malam. Ketika kereta sejarah mengantar mereka keluar dari perbudakan Mesir, perjalanan menuju tanah terjanji menelan 40 tahun. Mengapa 40 tahun, dan mengapa bukan 10 tahun? Mengapa Musa sang juru pengendali tongkat eksodus berziarah hingga menggapai ngarai Sinai? Tidaklah lain karena mentalitas budak, malas dan putus asa harus tuntas dilindas roda sejarah.
Baca surat dari redaksi lainnya di sini
Maka, di kemudian hari bangsa pilihan ini selalu tak sanggup ditaklukan entah oleh bangsa apa pun di dunia. Perang tujuh hari pada 1970-an memorak-porandakan Mesir. Meski mereka sedikit orang, tetapi unggul.
Golda Meir, (mantan) Perdana Menteri Israel hanya berujar pendek. “Biarkanlah putra-putri Israel menari di atas tepi Tigris. Jangan diganggu.” Hingga kini, hampir semua peraih Nobel datang dari keturunan bangsa ini. Mengapa begitu? Mereka tidak mengenal menyerah. Ben-Gurion, penyelisik rahasia, bertubuh kecil renik. Tetapi otaknya besar. Mossad kebanggaannya tampil pasti piawai di semua medan tempur spionase dunia.
Kiranya, kisah tentang mereka tak hanya ingin satire tentang kami yang tersisa di dapur redaksi. Ada yang kalah lalu pergi. Ada yang tangguh masih tersisa. Tinggal waktu yang akan menyahut sampai kapan kami tetap di sini bersama para pembaca setia. Waktu tahu, tetapi dia tidak menyahut.
Salam.