Oleh: Marieta Ose Melburan, Mahasiswa Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang
Pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia termasuk Indonesia belum ada tanda-tanda akan berakhir. Semua usaha preventif dengan menjaga ketat protokol kesehatan seperti social distancing, mencuci tangan, memakai masker, menjauhi kerumunan dan menghindari mobilitas hanya sedikit memberi pengaruh untuk memutus rantai pandemi Covid-19 (Coronavirus Disease) yang sangat mematikan ini.
Pandemi Covid-19 berpengaruh terhadap seluruh sektor kehidupan, salah satunya sektor pendidikan. Pendidikan mendapat perhatian khusus karena berbicara tentang pendidikan berarti berbicara tentang masa depan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan harus terus mendapatkan perhatian khusus agar tidak berdampak buruk. Pandemi Covid-19 dilihat telah menimbulkan ancaman bagi dunia pendidikan selain peluang yang diambil untuk kemajuan dunia pendidikan seperti memicu munculnya aplikasi pendidikan online, munculnya kreativitas metode pendidikan dan sebagainya.
Kementerian Pendidikan Indonesia karena pandemi Covid-19 ini telah mengeluarkan kebijakan dengan meliburkan sekolah pada awalnya dan mengganti proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dengan menggunakan sistem dalam jaringan (daring). Sarana yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran online antara lain, E-Learning, Zoom, Google Classroom, YouTube, maupun media sosial WhatsApp.
Sistem pembelajaran secara daring ini, terkadang menimbulkan masalah. Misalnya pendidik mengunggah materi kuliah pada media pembelajaran online dan meminta peserta didik membacanya tanpa ada penjelasan lebih lanjut juga pengawasan bila ada pemberian tugas. Masalah lain lagi, sistem pembelajaran secara online sering terkendala oleh sinyal yang menyebabkan lambatnya mengakses informasi dan memperpanjang periode pembelajaran. Kendala sinyal ini juga sering digunakan peserta didik untuk menghindar dari tugas atau untuk mengulur-ulur waktu belajar.
Sehubungan dengan ini, Dr Radhakrishnan adalah salah satu filsuf India, yang mencurahkan perhatian penuh dalam bidang pendidikan. Ia merefleksikan fenomena krisis karakter dan takhayul di India dan keluar ide gemilang mengentaskan pendidikan dengan mengecam keras “pembelajaran yang dangkal”. Ia bercita-cita membentuk generasi muda dan masyarakat yang paham akan urgensi pendidikan. Ia menekankan perlunya perubahan baru dalam pendidikan.
Karena pendidikan merupakan faktor sosial terpenting maka pendidikan merupakan hak setiap orang yang wajib diberi oleh negara sebagai lembaga pendidikan pertama dan utama. Baginya, jika seseorang mendapat pendidikan yang baik maka sebenarnya tidak ada penderitaan dan malapetaka. Radhakrishnan juga mengkritik institusi pendidikan saat itu yang tidak mengembangkan kemampuan dan meningkatkan kecerdasan, melainkan mencetak generasi dengan pola-pola disetujui, dicekoki informasi dan diajarkan supaya memberikan jawaban benar terhadap rasialisme dan agama.
Menurutnya, jika pendidikan tidak diperhatikan, maka negara akan melakukan apa saja tanpa dipersoalkan dan dikritik oleh warganya. Negara juga harus memastikan bahwa pendidikan diperlukan warga, cocok dengan keselarasan dan kesejahteraan negara. Negara juga punya kewajiban moral untuk menjadikan pendidikan terjangkau oleh semua warga. Hanya warga yang tercerahkan yang mampu membesarkan dan memperkaya budaya dan tradisi bangsa. Maka ia menegaskan bahwa fasilitas harus disediakan negara agar warga masyarakat mampu mengekspresikan diri, mengembangkan diri tertentu. Negara harus memberi kesempatan pendidikan bagi kaum tertinggal, dari agama atau masyarakat apa pun.
Manusia merupakan perpaduan dari dorongan spiritual dan duniawi; Radhakrishnan mengupayakan agar pendidikan bisa berguna dalam dan melalui dorongan fitrah manusia. Pendidikan yang berakar kuat menjadikan manusia mampu mencapai tujuan spiritualnya; di sisi lain dia dapat melenyapkan segala kejahatan yang ada dalam masyarakat sebagai kendala bagi negara dan pencapaian tujuannya (I Gusti Agung Paramita dan I Wayan Budi Utama, 123:2018).
Pendidikan harus ditanamkan dalam-dalam untuk pendidikan watak dan demi tujuan masyarakat, ekonomi, sosial, dan politik agar kesenjangan dalam masyarakat dapat dihapus. Menurut Radhakrishnan, tujuan tertinggi dari pendidikan spiritual adalah moksa, namun ini mesti dicapai di dunia ini, bukan di akhirat kelak. Dunia adalah tempat yang tepat untuk mempersiapkan jalan menuju cita-cita spiritual; ini bukanlah pelarian dari masalah duniawi, melainkan penerimaan atas situasi sulit di dunia. “Moksa bukanlah pelarian diri dari dunia, melainkan hidup dengan keberadaan kesadaraan tercerahkan yang tanpa batas, dan menjalani hidup di dunia ini sebagai makhluk yang setara.”