Kupang, detakpasifik.com – Batas negara antara Indonesia dan Timor Leste hanya terkait batas politik dan kedaulatan. Bukan batas budaya, sosial, dan ekonomi. Karena itu, yang perlu dibangun bukan hanya aspek politiknya, tetapi juga sosial, budaya, ekonomi dan perdagangannya. Seperti mengembangkan free trade zone atau zona perdagangan bebas.
Selain itu, di tengah kompleksitas masalah di wilayah perbatasan, Pemerintah Indonesia dan Timor pun harus bekerja keras. Adalah fakta bahwa kondisi ekonomi di perbatasan masih jauh tertinggal.
Sarana pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat sangat terbelakang. Akibatnya masyarakat mengalami ketertinggalan yang diikuti dampak lain. Misalnya, kejahatan lintas batas seperti penyelundupan barang, perdagangan narkoba dan lain sebagainya.
Karena itulah, dibutuhkan penanganan solusi dan kerja sama yang baik antar kedua negara.
Pertemuan
Pada hari Sabtu, 15 Oktober 2022, di Istana Negara Dili (Palacio Governor), diadakan pertemuan antara delegasi Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Timor Leste.
Pertemuan tersebut membahas rencana pembentukan free trade zone di perbatasan Timor Leste dan Indonesia di Kawasan Oekusi-Ambeno.
Delegasi Indonesia diwakili oleh Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Indonesia (Lembaga Ketahanan Nasional RI), Andi Widjajanto (koordinator delegasi Indonesia), Dubes RI untuk Timor-Leste, Okto Dorinus Manik, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dan pengusaha senior Indonesia Tommy Winata.
Sedangkan delegasi Timor Leste diwakili oleh Perdana Menteri Taur Matan Ruak didampingi Menteri Dewan Kepresidenan, Fidélis Manuel Leite Magalhães, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Joaquim Amaral, Menteri Pariwisata, Perdagangan dan Industri José Lucas do Carmo Silva, Menteri Luar Negeri dan Kerja Sama Adaljiza Albertina Xavier Reis Magno, Presiden Otoritas Rejjaun Administratif Khusus Oekusi-Ambeno (RAEOA), Arsenio Paixão Bano dan Kepala Kabinet Perdana Menteri, Azevedo Lourenço da Costa Marçal.
Dalam kesempatan itu, Andi Widjajanto menyampaikan pesan Presiden Joko Widodo untuk mempercepat proses kerja sama di perbatasan antara Pemerintah Timor Leste dan Indonesia di hadapan Perdana Menteri Taur Matan Ruak.
Hal ini diupayakan agar segera dibentuk ekonomi industri khusus yang mengarah pada perdagangan bebas antara Indonesia dan Timor Leste.
“Diharapkan agar hal ini bisa segera terealisasi sehingga kedua negara bisa meningkatkan kerjasamanya untuk pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan bersama antara kedua negara di Pulau Timor,” kata Andi dalam keterangannya.
Pertemuan ini menyusul pertemuan bilateral antara Presiden Indonesia Joko Widodo dan Presiden Republik Demokrasi Timor Leste, José Ramos Harta di Jakarta, Indonesia.
Kawasan ekonomi khusus
Menurut Ben Senang Galus, warga eks Tim Tim penulis buku pemikiran ekonomi dari klasik sampai dengan revolusi industri, pembangunan kawasan ekonomi khusus perbatasan (KEP) atau Special Border Economic Zone (SBEZ) adalah satu solusi untuk menangani masalah ekonomi di perbatasan Indonesia (NTT) dan Timor Leste.
Ben menjelaskan KEP adalah kawasan yang mendorong kegiatan ekonomi, perdagangan, dan pariwisata di sekitar perbatasan dengan melibatkan usaha kecil dan menengah (UKM) dan bukanlah kawasan berskala besar untuk mata rantai produksi. Dalam kalimat sederhana, KEP adalah semacam pasar bersama antara masyarakat perbatasan.
Kata dia KEP sebetulnya melandaskan pada kemudahan pergerakan barang dan orang di kawasan lintas batas. Untuk mendukungnya, dibutuhkan infrastruktur yang baik dan penyediaan fasilitas perdagangan (bea cukai, imigrasi, karantina, dan keamanan) serta fasilitas single-stop inspection.
“Selain untuk peningkatan perdagangan, KEP dibutuhkan untuk mengatasi berbagai permasalahan dan tantangan di perbatasan seperti sengketa teritorial, kejahatan lintas batas, dan penanggulangan kemiskinan,” katanya.
(dp/apm)