Ruteng, detakpasifik.com – Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng menempatkan 5 orang mahasiswa pertanian dari jurusan sosial ekonomi pertanian bidang keahlian penyuluhan dan tata niaga di Yayasan Ayo Indonesia selama 1 bulan ke depan. Terhitung dari tanggal 15 Juli sampai 15 Agustus 2021.
Yayasan Ayo Indonesia, salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kabupaten Manggarai, cukup berpengalaman dalam bidang pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat petani di pedesaan selama kurang lebih 20 tahun terakhir. Sekarang, lembaga ini sedang mengembangkan suatu model penyuluhan yang berbasis pada budaya atau kearifan lokal masyarakat Manggarai, yaitu lejong.
Astried Priscilla Cordani, dosen pembimbing progam magang mengatakan, alasan Fakultas Pertanian Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng memilih Yayasan Ayo Indonesia sebagai tempat magang karena lembaga ini adalah salah satu lembaga yang memang bergerak di sektor pertanian, khususnya dalam upaya peningkatan kapasitas petani terkait hal teknis pertanian dan pemasaran.
“Jadi diharapkan para mahasiswa selama program magang memperoleh pengalaman dari apa yang dilakukan Ayo Indonesia bersama kelompok. Selain itu, antar mahasiswa juga bisa saling bertukar informasi dan pengalaman,“ ungkap Astried pada saat acara penyerahan mahasiswa magang secara virtual kepada Yayasan Ayo Indonesia.
Tujuan dari pelaksanaan magang kerja mahasiswa, lanjut Astried, adalah pertama, memberi pengalaman dan pengenalan dunia usaha sesuai kompetensi yang diprogramkan oleh mahasiswa yang bersangkutan. Kedua, membentuk pola pikir mahasiswa khususnya dalam penyelesaian masalah sesuai kompetensi. Ketiga, meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mahasiswa dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan monitoring serta laporan akhir yang tersistematis.
Keempat, meningkatkan soft skill bagi mahasiswa sesuai kompetensi sehingga mahasiswa dapat bekerja dengan baik dalam bentuk tim, dan kelima, untuk mengenal secara langsung, mengetahui sistem kerja yang terjadi pada dunia kerja sehingga mahasiswa dapat menganalisis kemungkinan yang terjadi pada dunia usaha di masa mendatang.
Sementara itu, Direktur Yayasan Ayo Indonesia, Tarsisius Hurmali menyampaikan harapan pada orang muda ini agar menjadi pendorong semangat dari saudara pengolah tanah dan penanam untuk tetap maksimal menggunakan segala berkat Tuhan di sekitar mereka.
Bentuk 5 kelompok tani agrobisnis
Manager Program Pertanian di Yayasan Ayo Indonesia, Richardus Roden selaku penanggung jawab program magang mahasiswa kemudian menetapkan 5 kelompok tani agrobisnis. Pembagian ini sebagai tempat pelaksanaan magang; yaitu kelompok tani agrobisnis di Rai, Wela, Ketang, Maras dan di Kampung Werong.
Dalam kelompok tani agrobisnis ini, kata Richard, mahasiswa dapat belajar tentang cara menyuluh dengan pendekatan lejong, teknis budidaya dan pemasaran berjejaringan yang diterapkan oleh petani.
Dia juga menjelaskan, menciptakan perubahan di tingkat petani sangat bergantung kepada cara pendekatan. Sebab pemberdayaan harus mampu merubah pola pikir sehingga keterampilan dan pengetahuan yang ditawarkan dapat diterima oleh petani dan bisa berubah secara sosial ekonomi.
“Peran penyuluh pertanian pada era digital sekarang ini sebaiknya harus menjadi fasilitator, pemicu, animator dan motivator, karena menyangkut hal teknis pertanian bisa didapat dengan mudah di media sosial, seperti YouTube dan Facebook. Tidak sedikit petani dan keluarganya sudah akrab dengan media sosial. Jadi, penyuluh pada era sekarang ini harus mampu meyakinkan petani bahwa teknologi pertanian yang tersedia banyak di media sosial bisa meningkatkan kesejahteraan petani,” jelas Richard.
Lejong sebagai wadah penyuluhan reflektif khas Manggarai
Yayasan Ayo Indonesia, sejak tahun 2012 mengembangkan satu model penyuluhan. Yaitu lejong (berdiskusi), wadah komunikasi khas Manggarai yang di mana peserta diskusi mengambil posisi duduk melingkar dan menempatkan peserta yang hadir sebagai sumber informasi atau fakta (narasumber), pemberi ide solutif dan pelaksana dari gagasan-gagasan solutif hasil dari diskusi tersebut (implementor).
Pada hari pertama, Jumat (16/7/2021) dan hari kedua, Sabtu (17/7/2021) pelaksanaan magang di Rai dan Ketang. Peserta magang belajar tentang cara menyuluh dengan pendekatan lejong.
Stef Jegaut, pendamping lapangan dari kelompok tani agrobisnis dihadapan mahasiswa magang dan anggota kelompok tani yang duduk dalam formasi melingkar, mempraktekkan cara memfasilitasi penyuluhan model lejong. Di mana dia menunjukkan kepada peserta magang cara mendorong petani peserta lejong untuk menyampaikan pengalaman mereka tentang mengapa mereka berbisnis sayur-sayuran, bagaimana tata kelola dalam proses produksi dan pemasaran, dan bagaimana pola permintaan pasar sayur-sayuran selama setahun.
Selain itu, dia juga memberi kesempatan kepada petani untuk menyampaikan; pada bulan berapa mereka mengalami kesulitan keuangan. Terhadap persoalan yang dihadapi, Stef menanyakan peserta tentang cara-cara mengatasi persoalan-persoalan atau tantangan-tangan yang ada selama berbisnis sayur-sayuran.
Petani peserta diskusi umumnya antusias menyampaikan pengalaman-pengalamannya pada kegiatan lejong tersebut sebab usaha sayur-sayuran sudah menjadi sumber pendapatan tetap atau utama dari mereka.
Rofinus Lero (60), salah satu anggota Kelompok Tani Agrobisnis Wae Sapeng Rai dengan bangga mengatakan, usaha sayur-sayuran sudah menjadi sumber pendapatan keluarganya. Sehingga setiap musim tanam dia menanam 3 jenis sayur, yaitu buncis, fanbox (sayur daun) dan tomat.
Dari lahan seluas kurang lebih 5 are, setiap tahun sebelum pandemi Covid-19 pendapatan bersih yang diterimanya dari penjualan ketiga jenis sayur-sayuran itu mencapai hampir 18 juta.
Kepada peserta lejong, dia juga menceritakan, harga sayur daun dan buncis yang baik atau menguntungkan petani adalah pada bulan Juni sampai dengan September. Sedangkan, untuk wortel dan tomat sebaiknya dipanen saat musim hujan pada bulan Desember sampai dengan Maret. Pada musim hujan itu, permintaan kedua jenis sayur tersebut dinilai cukup tinggi.
Permintaan menurun
Namun, pada masa pandemi Covid-19, kata dia, permintaan sayur-sayuran dari para mitra cenderung menurun. Baik di Pasar Ruteng, Lembor maupun di Labuan Bajo. Bahkan, ia pernah mencoba menjual buncis sebanyak 1 ton di Labuan Bajo akan tetapi tidak banyak yang membeli di sana dan ia pun mengalami kerugian karena biaya transport cukup besar.
“Saya tidak putus asa, terus menanam dan berharap pandemi Covid-19 cepat berakhir. Sebagai petani, kami tidak boleh menyerah dan saya berharap anak-anak mahasiswa memberikan masukan kepada kami berdasarkan situasi yang kami alami,” ujar Rofinus.
Hal yang sama juga dialami oleh Herman Jagul (50), salah satu petani agrobisnis sukses di Pasar Sotor Ketang. Menurut dia, selama masa pandemi Covid-19 permintaan sayur-sayuran dari para pedagang sayur di Pasar Lembor menurun setiap bulan sehingga sayur-sayuran yang di tanam terpaksa hanya dijual di sekitar Pasar Ketang dan Pasar Ruteng dengan harga relatif rendah.
“Karena kasus Covid-19 terus meningkat sehingga saya tidak mau pergi menjual langsung di Lembor seperti lazimnya, takut terinfeksi virus Corona. Meskipun dibeli dengan harga relatif rendah saat ini, berbeda sekali sebelum Covid, saya tetap punya penghasilan walaupun tidak sebanyak tahun 2018. Biasanya, setiap 4 bulan saat musim tanam (MT) saya mendapatkan omzet penjualan mencapai 8 juta. Dan sekarang hanya paling tinggi omzetnya hanya 4 juta. Padahal, pengeluaran keuangan dari keluarga saya untuk urusan-urusan sosial budaya terus meningkat. Acara-acara pengumpulan dana untuk sekolah saat ini semakin banyak,” cerita ayah yang memiliki 3 orang anak ini.
Dia juga menambahkan, kontinuitas menanam sayur-sayuran ke depan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air. Sejak Juni, air untuk penyiraman sayur-sayuran cukup sulit dan mungkin akan berlanjut sampai pada bulan September.
Ia pun berharap, pemerintah membantu melalui pembangunan air dengan memanfaatkan salah satu mata air di arah selatan dari Pasar Sotor. Menurutnya, dibagian selatan debit airnya cukup besar untuk dibangun sumur bor.
Pada dua kesempatan diskusi (lejong) reflektif tersebut, para mahasiswa magang memberi masukkan agar petani di Rai dan Ketang menghitung biaya pada semua faktor-faktor produksi. Hal ini dilakukan untuk menentukan harga pokok penjualan agar saat penentuan harga petani sudah tahu berapa keuntungan yang didapat.
Mereka juga menyarankan untuk melakukan penjajakan kebutuhan permintaan baik di Pasar Cancar, Ruteng, Lembor maupun di Labuan Bajo. Dengan strategi ini, bisa merencanakan jumlah tanaman yang akan ditanam di lahan-lahan anggota kelompok tani. (K-RR)