Pasangan Chris dan Serena Terpilih Bukan Karena Nuansa Primordial

Drs. Guido Fulbertus, M.Si. (Foto: Dok. detakpasifikcom).

Kupang, detakpasifik.comPasangan dokter Chris Widodo dan Serena Francis menang telak dalam kompetisi pemilihan Wali Kota Kupang, Rabu, 27 November 2024 lalu. Pasangan ini mengalahkan empat pasangan lainnya. Keterpilihan pasangan muda ini sama sekali jauh dari nuansa primordial berbasis agama atau sejenisnya.

Kemenangan pasangan ini memantulkan sebuah fenomena baru politik di Indonesia. Kalkulasi primordial sudah kian pudar. Politisi yang menjual isu primordial sama sekali tidak laku di pasar pertarungan politik era digital sekarang ini. Kaum muda justru bertumbuh dengan politik versi terbaru. Mereka memotong satu tradisi sirkulasi elite politik yang berbasis kalkulasi kronologis usia.

Jika para generasi tua disuruh berhenti baik-baik, pasti mereka tidak mau. Karena itu generasi muda memangkas tradisi manipulatif ini dengan cara yang sangat elok. Mereka condong memilih kaum milenial dibandingkan memilih generasi tua.

Klik dan baca juga:  Paternalisme Tumbang di Semarang dan Kupang

Akibatnya mereka memenggal satu tradisi lapisan politik. Selama ini dipercayai begitu saja bahwa generasi tua lebih berpengalaman dibandingkan dengan generasi muda. Kaum milenial mengubah tradisi ini dengan metode yang persis sama dipakai oleh generasi tua yaitu melalui pemilihan umum.

Pandangan ini dikemukakan oleh tokoh bisnis dan politik NTT, Drs. Guido Fulbertus, M.Si, yang ditemui detakpasifik.com di kediamannya di bilangan Wali Kota, Selasa, 7 Januari 2025. Dia dihubungi terkait pertanyaan mengapa pasangan dr. Chris Widodo dan Serena Francis menang telak mengalahkan empat pasangan lain yang telah lama berkubang dalam politik elektoral di Kota Kupang.

Menurut Guido, dirinya telah mencermati gejala ini sejak Gibran Rakabuming Raka dicalonkan menjadi Wakil Presiden Indonesia. Sejak itu gendang kebangkitan politik kaum milenial ditabuh dan pengaruhnya terus mengalir meluas ke seluruh tanah air. Gejala ini tiba sampai ke Kota Kupang dan ke beberapa tempat lain di Indonesia Timur.

Klik dan baca juga:  Yuvens Tukung Didorong Maju Wali Kota Kupang

“Bagi saya, keterpilihan dokter Chris dan Serena bukan gejala dadakan yang khas. Tetapi, gejala ini hanyalah replikasi dan peneguhan dari gejala yang sama yang terjadi di tempat lain. Fenomena serupa juga terjadi di Kabupaten Kupang, Maumere, dan di Kota Semarang, Jawa Tengah,” ujar politisi yang kini sibuk menekuni urusan sosial kemanusiaan di NTT ini.

Menurut mantan Ketua Palang Merah Indonesia Provinsi NTT ini, gejala memudarnya isu primordial akan terus menguat di Kota Kupang sehingga ke depan tawaran berbasis primordial tidak laku. Masyarakat memerlukan gagasan, tawaran program yang menyentuh kepentingan mereka dibanding hanya mengkalkulasi kepentingan kaum sendiri.

“Saya kira dr. Chris dan Serena tidak hanya memiliki modal sosial dan kultural. Mereka juga memiliki modal ekonomi dan politik yang sensitif dengan kepentingan mayoritas para pemilih. Dokter Chris Widodo, saya kira dipilih bukan karena dia seorang Katolik. Dia dipilih karena dia anak muda yang menyahuti kepentingan lintas sekat dan lintas kepentingan rakyat Kota Kupang yang ditampakkannya melalui program kerjanya,” ujar politisi alumnus Pascasarjana Fakultas Interdisiplin Studi Pembangunan Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga ini.

Klik dan baca juga:  Tradisi SPK: Sirih-Pinang-Kapur dan Kisah Politik pada Sore Minggu

 

(dp/pr)